"Ini sabua enam," kata Ardin.
Kami berhenti di depan sebuah warung, sepertinya. Ramai, tidak hanya rombongan kami. Dari anak-anak, remaja, sampai orang-orang tua.Â
Tampaknya ini salah satu tempat singgah para ojek juga, selain Pohulongo tadi. Karena hanya kami rombongan dari Pinogu, maka kami berasumsi, orang ramai di warung ini adalah rombongan dari Tulabolo yang hendak ke Pinogu.
Kami sebenarnya belum lapar-lapar amat, namun berhenti karena memberikan waktu istirahat kepada para tukang ojek kami. Kami pun berbengong-bengong ria di sabua enam ini.Â
Sedikit ngobrol, memperbaiki posisi tas-tas kami agar terikat lebih baik, berfoto-foto, atau sekadar liat kanan kiri kami yang berhutan.
---
Motor kami terus melaju lancar. Jalan rabat beton makin terlihat berkondisi baik. Satu dua rumah sudah mulai muncul, menandakan kami hampir memasuki perkampungan.
Permukiman pertama yang kami jumpai adalah Desa Tulabolo Timur. Desa ini merupakan pemekaran dari Desa Tulabolo induk, bertahun-tahun lalu. Saat ini, saya hanya bisa menduga kami sudah berada di luar kawasan taman nasional.
Perkampungan makin ramai. Rumah mulai padat. Laju motor kami pun menjadi lebih cepat. Beberapa motor sudah melaju lebih kencang memisahkan diri dari rombongan.
Sekitar setengah jam kami meluncur di perkampungan ini. Akhirnya kami tiba di jembatan gantung Tulabolo, tanda perjalanan kami telah sampai. Kami semua berkumpul di Kantor Resort Taman Nasional. Alhamdulillah semua kembali dengan baik.