Mohon tunggu...
Hanan Wiyoko
Hanan Wiyoko Mohon Tunggu... Saya menulis maka saya ada

Suka membaca dan menulis, bergiat di literasi digital dan politik, tinggal di Purwokerto, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Mendorong Kenthongan Banyumas Bisa Mendunia

29 September 2025   09:14 Diperbarui: 29 September 2025   09:34 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak hanya disaksikan ribuan warga, acara siaran langsung media TV lokal juga ditonton ribuan pemirsa. (Tangkapan layar Youtube Satelit TV)

Kenthongan atau disebut juga thek-thek merupakan kesenian musik tradisional. Tiap tahun gelaran festival selalu sukses menggaet ribuan penonton. Tidak hanya warga lokal, di tahun ini turut disaksikan wisatawan asing. Perlu didorong agar bisa mendunia.

RIBUAN penonton menyemut di rute Festival Kenthongan 2025 yang diadakan Pemkab Banyumas, Sabtu 23 Agustus lalu. Di sepanjang rute festival -dari Alun-alun Purwokerto hingga Pasar Wage- dipadati para penoton. Tua-muda, laki-laki dan Perempuan, serta warga kota dan desa, tumpah ruah di sepanjang jalan Sudirman, Purwokerto. Udara dingin malam tak menyurutkan minat untuk menyaksikan kepiawaian para pemain membunyikan alat musik kenthongan yang terbuat dari bilah bambu.

Festival yang diadakan memeriahkan HUT ke-80 RI Tingkat Kabupaten Banyumas ini turut menarik perhatian David Sanders dan seorang rekannya. Jauh datang dari Belgia, David mengaku tertarik dan ingin menonton festival kentongan.

"Saya suka budaya Indonesia, orang-orangnya dan budayanya termasuk musik," kata David Sanders menyebutkan alasan datang kembali ke Banyumas. Rencananya, dia ingin mengamati dan merekam suara kenthongan. Pada saat kunjungan ke Banyumas sebelumnya ia merekam beberapa bebunyian yang dianggapnya unik.

Ketertarikan menyaksikan kenthongan turut disampaikan Mila (33), asal Susukan, Banjarnegara. Dia yang datang bersama rombongan 15 orang dari desanya mengaku sengaja datang untuk melihat festival tersebut. Ia berangkat dari rumahnya di perbatasan Banjarnegara dan Banyumas selepas maghrib dan memilih menonton di perempatan eks Sri Ratu.

"Musiknya ramai, penari dan pemainnya kompak-kompak. Ini seru," katanya. Di tempatnya menonton, sudah penuh orang duduk lesehan di atas aspal maupun berdiri menunggu rombongan regu kenthongan melintas dari arah barat.

Acara dimulai pukul 20.00 WIB dengan dilepas oleh Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono. Di depan panggung kehormatan, tiap regu menampilkan atraksi kesenian dalam berolah gerak dan tari serta kebolehan mengkreasikan lagu dengan gerakan. Terlihat rancak dan alunan kenthongan yang bertalu. Panggung kehormatan menjadi spot favorit warga untuk menonton. Di tempat ini, para peserta akan tampil sekitar 3-5 menit.

Festival Kenthongan tahun ini diikuti 29 regu dari 27 kecamatan dan dua instansi. Sama seperti tahun sebelumnya, acara rutin tahunan ini diikuti grup kenthongan dari kecamatan se-Banyumas. Tiap regu kecamatan mendapat dampingan dari dinas atau organisasi pemerintah daerah (OPD). Para peserta harus menunjukkan penampilan terbaik karena festival ini dilombakan.

Tak hanya disaksikan ribuan warga, acara siaran langsung media TV lokal juga ditonton ribuan pemirsa. (Tangkapan layar Youtube Satelit TV)
Tak hanya disaksikan ribuan warga, acara siaran langsung media TV lokal juga ditonton ribuan pemirsa. (Tangkapan layar Youtube Satelit TV)

Sejarah Kenthongan

Kemeriahan ini merupakan buah panjang dari upaya Pemkab Banyumas melestarikan kesenian lokal. Hampir setiap tahun, di Bulan Agustus, festival atau lomba kenthongan digelar. Bisa dikatakan, festival ini merupakan favorit warga untuk menonton hiburan lokal. Selain Festival Kenthongan, pemkab juga menggelar acara lain seperti parade mobil hias, kethoprak, dan acara lain. Namun yang menjadi primadona adalah Festival Kenthongan.

Bagaimana munculnya kenthongan sebagai sebuah festival? Menurut Yusmanto, seorang seniman kelahiran Plana, Kecamatan Somagede, Banyumas, festival kenthongan diawali dari perlombaan siskamling yang diadakan oleh Polda Jawa Tengah. Sekitar tahun 1987, Polda Jateng menggelar lomba kenthongan yang diikuti grup para peronda dalam kegiatan siskamling.

Namun lomba saat itu berbeda dengan festival kenthongan saat ini yang sudah melibatkan tambahan alat musik, kostum, penari, dan aksesoris lain. Pada kemunculan lomba kenthongan awalnya diikuti peserta mengenakan kostum ala peronda. Alat yang digunakan pun merupa kenthong peronda. Para peserta membunyikan tanda bunyi kentongan yang jamak berada di pos ronda seperti kode tanda bunyi ada peristiwa kebakaran, pencurian, orang meninggal (thihir), tanda aman, dan sebagainya.

"Kenthongan awalnya adalah alat komunikasi warga secara tradisional dan digunakan para peronda untuk menandai peristiwa-peristiwa tertentu,"kata Yusmanto. 

Ia melanjutkan, awalnya lomba siskamling dengan kenthongan ini diadakan berjenjang dari tingkat desa, polsek, polres, antarpolwil hingga ke tingkat Polda Jateng. Istilah menyebut lomba ini adalah Lomba Thek-thek, diambil dari bunyi kenthongan berupa 'thek-thek'

"Perkembangannya kemudian dilombakan dalam bentuk festival dengan sudah mengalami beragam kreatifitas," ujar Yusmanto.

Bisa Mendunia

Kini, Festival Kenthongan merupakan agenda atraksi kesenian lokal yang bisa menjadi magnet kunjungan wisatawan. Gelaran festival kenthongan dirasa memberikan manfaat  besar bagi pelaku usaha kecil menengah maupun sektor perhotelan. Lihat saja, saat festival digelar, di sepanjang jalan Sudirman yang menjadi rute festival bermunculan bakul atau pedagang mikro berjejer dari sore hari. Banyaknya wisatawan dari luar kota, diharapkan mampu meningkatkan tingkat hunian hotel di Purwokerto dan sekitarnya.

Dengan dikemas lebih menarik, Festival Kenthongan bisa menjadi kegiatan untuk menarik pengunjung datang ke Purwokerto. Pengemasan acara lebih menarik ditambah promosi gencar di media sosial dan media massa dapat diharapkan mampu mengundang wisatawan berkunjung. Tidak hanya warga lokal, namun bisa disaksikan lebih banyak wisatawan asing. Kenthongan bisa mendunia. Tentunya dengan pembenahan beberapa hal.

Beberapa pembenahan antara lain :

  • Memberikan kenyamanan kepada penonton untuk menyaksikan jalannya festival dengan menyediakan tempat duduk yang memadai di sepanjang rute yang dilalui. Harapannya ada bangku panjang atau tempat duduk nyaman.
  • Memasukan Festival Kenthongan sebagai agenda budaya tahunan dan melakukan promosi wisata lebih awal di berbagai media baik media sosial maupun media massa.
  • Secara umum, penampilan saat ini sudah bagus hanya saja unjuk penampilan tidak dilakukan di depan panggung kehormatan saja, melainkan di spot lain di rute festival.
  • Soal waktu pelaksanaan diatur agar tidak berlangsung dalam satu kali gelaran yang berlangsung hingga larut malam. Terkadang festival selesai hingga pukul 24.00 WIB bahkan pernah hingga pukul 02.00 WIB. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun