Zakat diharapkan bisa menjadi alternatif solusi di masa pandemi. Zakat tidak semata hanya memberi kepada yang papa, namun bisa menjadi motor penggerak melalui kegiatan pemberdayaan.Â
TULISAN ini merupakan hasil obrolan dengan teman sekolah yang saat ini mengabdi di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Karena keterbatasan ilmu, mohon maaf bila artikel ini tidak dilengkapi data. Artikel disusun dengan semangat pemanfaatan zakat untuk kesejahteraan umat.
Kami lama tidak bertemu. Temen semasa SMA ini tiba-tiba memberi kabar sedang berada di Purwokerto. Sedang cuti dan pulang ke kampung halaman serta mampir ke BAZNAS Kabupaten Banyumas, Jumat (19/3/2021) kemarin. Kesempatan ini saya gunakan untuk bertemu : silaturahmi dan obrolan seputat zakat. Mumpung ketemu orang BAZNAS, pikir saya bisa menumpahkan pertanyaan dan juga gagasan.
Saya mengawali diskusi mencurahkan uneg-uneg. Pikiran saya, kenapa zakat belum bisa optimal mengentaskan orang miskin di Indonesia. Apakah jumlah orang miskin lebih banyak daripada wajib zakat? Saya sempat mengira, apakah memang kesadaran berzakat masih rendah? Ataukah penyaluran zakat yang kurang tepat sasaran? Ataukah memang program pemberdayaan zakat yang masih kurang?
Zakat, masa pandemi, dan kegiatan pemberdayaan menurut saya saling berkaitan. Kesadaran berzakat yang baik, pengelola amanah, penyaluran yang tepat guna dan bermanfaat menjadi keinginan publik. Terutama di masa pandemi Covid-19, ketika dampak di bidang ekonomi banyak membuat orang kehilangan pekerjaan dan beban hidup bertambah berat. Zakat diharapkan menjadi problem solving (tawaran solusi).
Kesadaran mengeluarkan zakat diharapkan seiring rasa keimanan individu. Bukankah zakat merupakan salah satu rukun Islam? Dimana sebagai sebuah rukun maka hukumnya wajib ditunaikan bagi yang sudah memenuhi syarat. Karena itu, ajakan untuk gemar berzakat terus perlu didengungkan.
Mendorong pengumpulan dan pemanfaatan zakat di masyarakat, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat. Dalam Pasal 3 huruf  b tentang tujuan pengelolaan zakat disebutkan bertujuan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penaggulangan kemiskinan. Menurut saya, hal ini sangat relevan dengan kondisi saat ini bahwa zakat disalurkan untuk para penerima (mustahiq) yang mengalami kesulitan ekonomi di masa pandemi Covid-19.
Agar lebih bermanfaat, menurut saya zakat disalurkan tidak memberikan bantuan semata. Atau mirip-mirip bantuan sosial yang diibaratkan seperti memberi ikan. Namun perlu ditekankan zakat mampu menggerakan usaha produktif masyarakat.
Dalam hal ini, saya berpandangan bahwa pengelola zakat di tiap tingkatan BAZNAS pusat, provinsi, dan kabupaten perlu mengedepankan program-program pemberdayaan. Bisa melalui berbentuk kelompok. Secara teknis, BAZNAS melakukan program pendampingan terhadap kelompok penerima agar mampu memanfaatkan zakat menjadi usaha produktif. Dengan demikian, manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan dan menanggulangi kemiskinan, khususnya bagi masyarakat terimbas Covid-19 bisa terwujud. Amin. (*)