11. Penguatan Peran Akademisi dan Civil Society
Dalam pengawasan transfer pricing, peran akademisi, LSM, dan masyarakat sipil tidak bisa diabaikan. Transparansi dan akuntabilitas publik sangat penting agar masyarakat memahami bagaimana penerimaan pajak dikelola dan mengapa penghindaran pajak menjadi isu serius.
Lembaga seperti Tax Justice Network, Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), dan International Budget Partnership (IBP) telah banyak menyuarakan pentingnya transparansi fiskal dan akuntabilitas dalam pengawasan transfer pricing. Bahkan, beberapa studi menunjukkan bahwa keterlibatan publik dapat meningkatkan kepatuhan sukarela perusahaan dalam menyampaikan dokumentasi transfer pricing.
Perguruan tinggi pun memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan riset empiris, database industri, dan pelatihan bagi aparat pajak dalam isu transfer pricing. Kurikulum perpajakan sebaiknya menyertakan modul khusus tentang praktik transfer pricing dan dampaknya terhadap ekonomi makro.
PenutupÂ
Transfer pricing merupakan diskursus perpajakan internasional yang sangat relevan dalam era globalisasi. Di satu sisi, transfer pricing merupakan konsekuensi logis dari eksistensi perusahaan multinasional; namun di sisi lain, praktik ini dapat disalahgunakan untuk penghindaran pajak yang merugikan negara. Oleh karena itu, penting bagi negara seperti Indonesia untuk membangun sistem regulasi dan pengawasan yang ketat, didukung oleh dokumentasi, perjanjian bilateral, dan penguatan kapasitas aparat.
Sebagai agenda strategis, transfer pricing tidak hanya menyangkut aspek fiskal, tetapi juga keadilan distribusi pajak antarnegara. Dengan memperkuat kebijakan transfer pricing yang adil dan transparan, Indonesia dapat menjaga kedaulatan fiskal sekaligus menciptakan iklim investasi yang sehat dan berintegritas.
Ke depan, tantangan transfer pricing akan semakin kompleks seiring dengan berkembangnya ekonomi digital. Transaksi berbasis aset tidak berwujud seperti hak cipta, paten, dan data pribadi menjadi sulit dinilai harganya secara wajar. Hal ini mendorong munculnya wacana unitary taxation, yaitu pendekatan penentuan pajak berdasarkan aktivitas ekonomi secara global, bukan hanya transaksi individu.