Bullying pada anak sekolah dasar sering kali dianggap sebagai bentuk kenakalan biasa atau sekadar "bercanda". Padahal, tindakan seperti mengejek, memukul, mengucilkan, atau mengintimidasi dapat berdampak serius terhadap perkembangan mental dan emosional anak. Guru adalah pihak yang paling dekat dengan siswa di sekolah, sehingga mereka menjadi garda terdepan dalam mendeteksi dan menangani bullying.Â
Respons cepat dan tepat dari guru ketika terjadi kasus bullying sangat penting untuk melindungi korban, menghentikan tindakan pelaku, dan mencegah kasus serupa terulang. Sayangnya, tidak semua guru memahami pentingnya peran ini, sehingga kasus bullying kadang tidak mendapatkan penanganan yang layak.Â
Penyebab Kurangnya Respons Guru terhadap Kasus Bullying
Beberapa faktor yang memnyebabkan guru kurang tanggap dalam menangani bullying di sekolah dasar antara lain:
1. Minimnya Pemahaman tentang Bullying
Sebagian guru belum sepenuhnya memahami definisi, bentuk, dan dampak bullying. Mereka mungkin menganggap perundungan sebagai hal biasa dalam interaksi anak-anak, sehingga mengabaikan tanda-tanda awal kekerasan atau intimidasi.Â
2. Tidak Ada Prosedur Operasional Tetap (SOP) yang Jelas
Banyak sekolah dasar yang belum memiliki prosedur baku dalam menangani kasus bullying. Tanpa panduan yang jelas, guru sering kali merasa bingung harus berbuat apa, atau takut salah langkah ketika menghadapi kasus.
3. Beban Tugas yang Tinggi
Guru di tingkat SD sering kali harus menangani banyak tanggung jawab di luar tugas mengajar, seperti administrasi dan pembinaan siswa. Akibatnya, fokus mereka terhadap masalah psikososial peserta didik menjadi terbatas.
4. Kurangnya Pelatihan Penanganan Kasus Kekerasan Anak
Tidak semua guru mendapatkan pelatihan khusus mengenai penanganan bullying, konseling dasar, atau keterampilan komunikasi empatik. Hal ini membuat mereka ragu atau enggan terlibat dalam kasus yang dianggap sensitif.