Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Film

Pesan Moral dan Aspek Emosional pada Film: Memang Harus Dilakukan Secara Tersurat?

2 Juni 2021   17:40 Diperbarui: 2 Juni 2021   17:51 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu tren perfilman di Indonesia adalah menunjukkan pesan moral dalam sebuah tontonan. Beberapa stasiun televisi swasta pun seakan menjadikan fenomena ini sebagai identitas produk mereka. Sekilas memang mengesankan bahwa selain mendapatkan hiburan, penonton disuguhi oleh pelajaran hidup dengan cara menyenangkan.

Pesan moral paling populer saat ini adalah yang jahat akan mendapatkan balasan, sementara yang baik diganjar kebahagiaan. Namun, lika-liku yang terkesan mudah justru menimbulkan utopia semu semata, terkesan seperti cerita dongeng. Rupanya, hal ini dipengaruhi oleh berbagai aspek.

Aspek yang paling berperan adalah masalah durasi. Semakin lama, biaya produksi akan melambung. Kemudian, selera masyarakat itu sendiri. Film yang ditayangkan di televisi adalah hiburan murah meriah untuk menghibur diri di rumah, tidak perlu yang berat-berat. Penyelesaian instan dan penyampaian yang mudah diterima dinilai sebagai hiburan yang ideal. Belum lagi, film-film seperti ini sudah mempunyai target penonton tersendiri yang mengacu pada latar belakang.

Latar belakang itulah yang membentuk nilai sebuah stasiun televisi, dimulai dari A sampai D. Kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah memang sedemikian susah menampilkan tontonan berkualitas, dengan kata lain latar belakang penonton harus A semua?

Semuanya harus diawali dengan peningkatan sumber daya manusia agar tontonannya pun lebih bermutu. Secara teknis memang begitu, tetapi praktiknya apakah semudah itu? Kalau stasiun televisi yang saklek langsung mengubah gaya tontonan, ya bakal kehilangan penikmat. 

Harus dilakukan pelan-pelan begitu kiranya. Mengambil satu contoh kasus film di salah satu stasiun televisi yang saat ini tengah hangat diperbincangkan di mana ceritanya mengisahkan tentang seorang pria yang gemar menikah. Ini merupakan fenomena yang wajar adanya, tetapi tidak wajar ketika istri ketiganya adalah gadis berusia 15 tahun, sementara pria tersebut 39 tahun. Di sini ada beberapa hal yang bisa disoroti yaitu poligami, pernikahan dini, dan pedofilia. 

Cerita-cerita dengan tema seperti itu pasti dapat menggugah aspek emosional penonton karena ada momen tokoh utama tersakiti. Dal hal ini, gadis berusia 15 tahun itu belum siap dengan aktivitas seksual dengan orang yang jauh lebih tua darinya. 

Apakah menunjukkan aspek emosional dalam sebuah film harus ditunjukkan dengan cara tersurat alias blak-blakan? Tidak. Caranya bisa diperhalus, seperti suara pikiran tokoh, mimik muka sedih yang mendukung, kilas balik masa sebelumnya dan menunjukkan perubahan di masa sekarang, pemotongan adegan, dsb. Semuanya bisa diakali karena film adalah sebuah karya kreatif, ada banyak versi untuk menceritakan suatu kisah. 

Film adalah seni visual, maka apa yang tampak yang akan menyebabkan masalah jika tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada. Sementara tema yang diambil dapat menunjang aspek emosional jika disajikan sesuai.

Idealisme dan selera akan selalu bertolak belakang. Belum lagi dipengaruhi olehsebuah keuntungan. Dalam hal ini, sebenarnya yang memegang kendali adalah produsen alias pembuat film. Penonton adalah konsumen yang terima jadi. Oleh karena itu, alangkah baiknya produsen tetap menyajikan idealisme dan selera dalam produknya.

Perubahan dimulai dari apa yang disukai. Maka, sajikan tontonan dengan nilai D, tetapi dengan cara A. Film yang menampilkan adegan tidak senonoh dibenahi tanpa harus mengganti temanya. Percayalah, penonton tidak akan lari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun