Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siapa Saja yang Pantas Disebut Ibu?

10 Januari 2018   11:01 Diperbarui: 10 Januari 2018   11:10 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika mendengar kata ibu, apa yang terlintas di pikiran kita adalah seseorang bersuami serta memiliki anak. Padahal, kalau membuka KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), setidaknya ada lima definisi, sehingga anggapan umum itu tidak bisa dijadikan satu-satunya patokan.

Sebut saja definisi ketiga, yaitu: sapaan takzim kepada perempuan baik yang sudah bersuami maupun yang belum. Nah, di sini sudah jelas bukan, misal bagi Anda seorang relawan pengajar anak difabel atau autis, berarti Anda adalah ibu mereka meski masih remaja atau bahkan belum menikah.

Pun bagi Anda yang mempunyai gangguan rahim tertentu, sehingga tidak bisa mengandung. Anda tetap ibu jika berbuat baik ke sesama. Tidak perlu memerlukan modal besar, misalnya dengan murah senyum serta senantiasa menolong orang lain dengan tenaga dan pikiran.

Kebahagiaan perempuan memang memiliki anak dari darah dagingnya sendiri. Namun, jangan putus asa meski tidak diberi kesempatan. Entaskan anak yang membutuhkan sosok orangtua, maka label ibu sudah bisa Anda sandang. Pada dasarnya, hal ini mengacu pada cinta kasih, sehingga hewan betina pun tetap disebut ibu.

Bukti perempuan adalah ibu meski tidak melahirkan anak tersebut adalah adanya istilah ibu susu, jika si ibu kandung tidak bisa memproduksi ASI. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ketika Anda memberi kehidupan untuk orang lain, maka Anda pantas disebut ibu.

Menjadi ibu tidak diharuskan memiliki umur sekian-sekian atau dengan embel-embel status pernikahan. Hal yang diperlukan adalah sikap. Makanya, hapus julukan ibu tiri selama dia tidak menelantarkan anak. Tiri atau kandung sama saja, selama mereka tidak becus menjaga titipan Tuhan.

Ada juga fenomena perempuan bersuami yang bekerja lebih disebut sebagai wanita karier alih-alih ibu dengan anak-anak mandiri dan tidak cengengnya. Orang-orang yang mencemooh dia tidak becus mengurus rumah tangga sudah salah besar. Pasalnya, beban ibu sesungguhnya adalah mendidik anak, bukan pekerjaan rumah tangga. 

Malah, dalam Islam, kewajiban tersebut dilakukan oleh pria. Jadi, kontroversi wanita karier tidak perlu dibesar-besarkan selama tetap memegang teguh tanggungjawab. Toh, dengan adanya alat komunikasi, dia bisa mengingatkan dan membimbing anak meski tidak bertemu secara langsung.

Apakah Anda sudah menjadi pribadi yang ikhlas, penuh kasih sayang, serta bertanggungjawab? Kalau iya, selamat, Anda sudah menyandang status ibu, meski tidak semua orang memandangnya demikian. Cukup jadikan sebagai apresiasi diri sendiri, karena sudah mempunyai naluri keibuan. Lucunya, walau dikenal kejam, ibu kota tetaplah dianggap ibu, kan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun