Mohon tunggu...
Hamzah Ismail
Hamzah Ismail Mohon Tunggu... Jamaah Maiyah Mandar, Yayasan Masyarakat Mandar Madani

Baca Buku dan sedikit menulis

Selanjutnya

Tutup

Seni

Sampah Bernyawa: Membongkar Batas Hidup dan Mati dalam Puisi, Sebuah Pembacaan Dekonstruksi atas Puisi Tentang Sampah, Karya Syuman Saeha

23 Mei 2025   23:07 Diperbarui: 23 Mei 2025   23:27 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Syuman Saeha, sedang membaca puisi. Sumber foto: FB Syuman Saeha

Oleh: Hamzah Ismail

*****

sampah bergerak
seperti bernyawa
tau betul akan kemana
selain rumahnya yang tong
dan persinggahannya di ledeng
sampah tau itu
karena seperti bernyawa
ia kunjungi tempat ramai
ia masuki halaman
mata leluasa saling pandang
dalam tubuhmu
dan pada tubuhku
sampah tak lagi seperti tanpa nyawa

Galeso, Maret 2022

Puisi di atas karya Syuman Saeha, yang populer kami sapa Chandra, seorang Penyair 'otodidak' asal Mandar Sulawesi Barat, yang telah menerbitkan buku ontologi puisi tunggalnya: "Bayi Langit."  

Puisi 'sampah' ini saya 'pungut' di salah satu group wa, yang anggotanya, para pelaku seni, sastra, rupa, musik, dan tari. Nama groupnya: Forum Seni Budaya Sulbar. Puisi yang tak diberi judul ini sedikit menghentak kesadaran tentang rumitnya penanganan sampah yang sudah menjadi isu tahunan, khususnya di Kabupaten Polewali Mandar, tempat puisi ini lahir. Melalui pendekatan dekonstruksi saya mencoba mendekati puisi yang menggetarkan ini.

Dekonstruksi adalah suatu pendekatan membaca dan menganalisis teks dengan tujuan membongkar struktur pemikiran yang selama ini dianggap stabil, khususnya dalam bentuk oposisi biner, seperti: terang vs gelap, laki-laki vs perempuan, pusat vs pinggiran, makna utama vs makna turunan, hidup vs mati, sampah vs manusia, dan lain-lain.

Pendekatan ini mengacu pada gagasan filsuf Prancis Jacques Derrida---yang menyatakan bahwa teks tidak pernah punya makna tunggal. Menurut Derrida: setiap makna selalu tertunda dan bergeser, melalui proses yang ia sebut differance: perbedaan sekaligus penundaan makna. Dengan kata lain, membaca puisi bukan untuk menemukan arti akhir, tapi justru membiarkan teks mengguncang pemahaman kita.

 

Puisi dan Dekonstruksi: Menggugat yang Stabil

Puisi ini seolah sekilas hanya membicarakan sampah, tetapi dengan cepat ia menggiring kita pada ketidaknyamanan eksistensial. Melalui pendekatan dekonstruksi, kita diajak membongkar oposisi-oposisi biner yang selama ini kita anggap stabil: hidup vs mati, manusia vs sampah, pusat vs pinggiran, bersih vs kotor.

1. Subjek dan Objek: Siapa yang Memiliki Kuasa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun