Mohon tunggu...
Hamzah Ismail
Hamzah Ismail Mohon Tunggu... Jamaah Maiyah Mandar, Yayasan Masyarakat Mandar Madani

Baca Buku dan sedikit menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Persahabatan di Tengah Hujan: Membaca Ulang Cerpen "Pertemanan Dari Hujan" dengan Kacamata Dekonstruksi

18 Mei 2025   07:25 Diperbarui: 18 Mei 2025   07:46 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dibuat oleh ChatGPT

Oleh: Hamzah Ismail

Hujan tidak hanya menghadirkan aroma tanah yang menenangkan, tetapi juga cerita yang menyentuh. Cerpen Pertemanan dari Hujan karya Daniel Glen adalah salah satunya. Cerita ini tampak sederhana: seorang anak bernama Jojo ikut ibunya ke kantor di hari hujan, lalu bertemu anak sebayanya, Sandi, yang menjadi ojek payung. Namun jika kita tengok lebih dalam, cerpen ini bisa dibaca dengan pendekatan yang tidak biasa: dekonstruksi, sebuah cara berpikir dari filsuf Prancis Jacques Derrida yang suka mengacak-acak struktur makna yang selama ini dianggap mapan.

Cerpen ini secara kasatmata memuat dua dunia yang berseberangan. Jojo, anak kelas menengah, hidup nyaman, bisa minum cokelat panas dan makan roti selai stroberi di kantor ibunya. Sementara Sandi, hidup di jalan, tak sempat sekolah, dan rela basah kuyup demi beberapa ribu rupiah. Inilah yang disebut oposisi biner: kaya vs miskin, sekolah vs tidak sekolah, nyaman vs penuh perjuangan.

Namun cerpen ini justru mengaburkan batas-batas itu. Jojo, si anak "beruntung", ternyata merasa kesepian dan bosan. Justru ia merasa hidupnya lebih bermakna setelah berteman dengan Sandi. Di sisi lain, Sandi yang "kekurangan" justru punya semangat memberi dan menolong, walau hanya bermodal payung. Di sinilah dekonstruksi bekerja: ia membalik logika. Yang biasanya dianggap "pusat" ternyata butuh yang "pinggiran". Yang biasa ditolong, ternyata lebih dulu menolong.

Alih-alih memosisikan Sandi sebagai objek belas kasihan semata, cerita ini memberi ruang agensi padanya. Ia bukan korban pasif, melainkan anak kecil dengan kehendak, martabat, dan bahkan inisiatif. Ia membawa payung lebih dulu, menawarkan bantuan tanpa pamrih, dan baru kemudian menerima kebaikan dari Jojo. Kita tak lagi bisa dengan mudah menyebut siapa sebenarnya yang "memberi" dan siapa yang "menerima".

Ada juga pesan yang disisipkan langsung oleh penulis di catatan kaki cerpen:

"Setiap kebaikan yang kita lakukan bisa jadi sangat berarti bagi orang lain. Jangan pernah ragu untuk menolong siapa pun, walau hanya dengan hal kecil karena kebaikan itu akan kembali juga ke kita."

Pesan ini, jika dilihat dari kacamata dekonstruksi, menjadi lebih dari sekadar ajakan moral personal. Ia menjadi pernyataan bahwa kebaikan mampu mengoyak sekat-sekat sosial, melampaui kelas, status, dan bahkan usia. Dalam dunia yang serba cepat dan individualistik, cerita Jojo dan Sandi mengingatkan kita bahwa kadang, perubahan besar dimulai dari secangkir cokelat panas dan sepotong roti yang dibagikan dengan tulus.

Cerpen ini bukan sekadar kisah anak-anak. Ia adalah pelajaran halus tentang kemanusiaan, solidaritas, dan kemungkinan lahirnya dunia yang lebih adil---meskipun dari tempat sederhana: dari balik payung kecil di tengah hujan.

Referensi:

https://www.kompasiana.com/danielglen/6822db95ed641547891e4014/pertemanan-dari-hujan?page=5&page_images=1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun