Mohon tunggu...
Hamzah Ismail
Hamzah Ismail Mohon Tunggu... Jamaah Maiyah Mandar, Yayasan Masyarakat Mandar Madani

Baca Buku dan sedikit menulis

Selanjutnya

Tutup

Seni

Parrawana Towaine: Gema Rebana Perempuan Mandar Dalam Zikir dan Budaya

14 Mei 2025   15:43 Diperbarui: 21 Mei 2025   15:27 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunda Cammana, Maestro Rebana Perempuan dari Mandar, Sulawesi Barat. Sumber foto: caknun.com

Di Mandar, sebuah wilayah pesisir di Sulawesi Barat yang kaya akan tradisi Islam dan budaya bahari, suara rebana tak sekadar menjadi irama pengiring pesta atau perayaan. Ia adalah gema jiwa kolektif yang berzikir dalam bunyi. Di tengah komunitas itulah hadir para perempuan istimewa yang dikenal sebagai Parrawana Towaine---penabuh rebana perempuan yang menjaga denyut spiritual dan budaya Mandar dari generasi ke generasi.

Berbeda dengan anggapan umum yang sering mencampurkan seni rebana dengan tari, Parrawana Towaine bukanlah kelompok tari, melainkan komunitas seni rebana yang berakar kuat dalam tradisi keislaman dan peran perempuan di ruang sosial dan spiritual. Rebana yang mereka mainkan bukan semata alat musik, melainkan wasilah (perantara) untuk menyampaikan pujian kepada Nabi, merayakan kelahiran, syukuran, atau peringatan keagamaan seperti Maulid dan Isra Mi'raj.

Dalam setiap penampilan mereka, kita menyaksikan semacam energi kolektif yang mengalir. Rebana ditabuh serempak, suara bersahut-sahutan dalam irama pujian: "Shallallahu Rabbuna 'alan nuril mubin, Ahmadal Musthafa Sayyidil mursalin". Beberapa kelompok menambahkan gerakan tubuh yang sederhana dan serasi, namun itu bukan inti dari seni ini---hanya penguat ekspresi. Sebab yang utama adalah vokal dan irama rebana yang menjadi ladang zikir dan dakwah kultural.

Di masa lalu, Parrawana Towaine kerap hadir dalam hajatan kampung. Kini, sebagian kelompok mencoba menampilkan diri di panggung yang lebih luas---dalam festival budaya, pertunjukan lintas daerah, atau bahkan dokumentasi media sosial. Meski begitu, nilai sakral dan spiritualitasnya tetap dijaga. Tidak semua momen bisa dipentaskan, karena bagi mereka, rebana adalah bentuk ibadah, bukan sekadar pertunjukan.

Salah satu tokoh penting dalam dunia Parrawana Towaine adalah almarhumah Bunda Cammana dari Limboro, Polewali Mandar. Beliau dikenal sebagai maestro rebana perempuan yang tidak hanya memainkan alat musik itu dengan ketulusan, tapi juga mendirikan komunitas Sohibu Baity---sebuah rumah budaya perempuan yang mewariskan rebana dan spiritualitas Islam secara turun-temurun. Di tangan beliau, rebana menjadi alat pendidikan, pemulihan, dan pemersatu.

Emha Ainun Nadjib, budayawan nasional asal Jogjakarta, saat bertandang ke rumah Bunda Cammana. Sumber foto: caknun.com
Emha Ainun Nadjib, budayawan nasional asal Jogjakarta, saat bertandang ke rumah Bunda Cammana. Sumber foto: caknun.com

Seni seperti Parrawana Towaine menyimpan pesan penting di zaman ini: bahwa perempuan punya ruang terhormat dalam tradisi, bukan sebagai objek, tapi sebagai penjaga nilai. Dalam suara rebana mereka, kita bisa mendengar gema cinta, iman, dan identitas. Bahwa dalam dunia yang makin bising oleh kebisingan artifisial, masih ada suara yang datang dari kedalaman hati---melalui ketukan rebana, melalui suara perempuan, melalui tradisi yang tidak lekang oleh zaman.

Kini, di kampung Mandar, khususnya di Limboro, anak-anak perempuan mulai belajar rebana. Mereka meniru ibu dan nenek mereka, menyusun barisan, menyelaraskan tempo, dan menghafal syair pujian. Ini bukan sekadar belajar musik, tapi mewarisi roh sebuah kebudayaan.

Semoga gema rebana Parrawana Towaine terus mengalun, bukan hanya di atas panggung-panggung festival, tapi di dalam rumah-rumah, pesantren, dan ruang spiritual masyarakat. Sebab rebana mereka bukan hanya suara musik, tapi suara cinta---kepada tradisi, kepada Sang Nabi, dan kepada kehidupan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun