Mohon tunggu...
Hamsina Halisi 1453
Hamsina Halisi 1453 Mohon Tunggu... Penulis - Nama lengkap Hamsina Halisi, lahir di Ambon 10 September 1986. Saat ini aktif disalah satu organisasi di Indonesia dan komunitas sebagai aktivis dakwah. Selain itu sedang menggeluti dunia kepenulisan.

Menulis adalah cara untuk merubah peradaban dan mengikat ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hukuman Kebiri, Solusi Namun Menyalahi Fitrah

16 Januari 2021   18:44 Diperbarui: 16 Januari 2021   19:01 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. PP itu tertuang dalam Nomor 70 Tahun 2020 yang ditetapkan Jokowi per 7 Desember 2020.

Peraturan Pemerintah tersebut memuat tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Tujuan aturan diteken karena menimbang untuk menekan dan mengatasi kekerasan seksual terhadap anak. Selain itu, juga sebagai efek jera terhadap predator seksual anak. (Viva.co.id,03/01/21)

Kejahatan seksual tengah menjadi momok yang menakutkan saat ini. Bukan hanya menimpa orang dewasa, namun kejahatan seksual tengah mengancam anak-anak dibawah umur. Bahkan predator seksual yang semakin meresahkan para orang tua kini kian menjamur. Parahnya, pelaku predator seksual anak dibawah umur dilakukan oleh orang terdekat yakni keluarga korban sendiri.

Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar mengatakan, sejak Januari hingga 31 Juli 2020 tercatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak di Indonesia. (Kompas.com, 24/08/20)

Jika dirincikan ada 2.556 korban kekerasan seksual, 1.111 korban kekerasan fisik, 979 korban kekerasan psikis. Kemudian, ada 346 korban pelantaran, 73 korban tindak pidana perdanganan orang (TPPO) dan 68 korban eksploitasi. Sebanyak 3.296 korban anak perempuan dan 1.319 anak laki-laki.

Kenyataan pahit yang harus dihadapi diera globalisasi saat ini, sangat rentan rasanya kejahatan seksual menimpa anak-anak dibawah umur. Adapun faktor-faktor pemicu pelaku menjadi predator seksual yakni keseringan nonton film porno yang membuat seseorang berfantasi hingga merangsang dirinya melakukan hubungan seksual. Faktor berikutnya dikarenakan pergaulan bebas yang memicu seseorang kerap melakukan seks bebas. Dan faktor terkahir adalah pengangguran yang memungkinkan seseorang yang tidak memiliki aktifitas positif sehingga memicu dirinya melakukan kekerasan seksual pada anak-anak.

Faktor-faktor di atas tak bisa kita pungkiri menjadi penyebab adanya penyakit sosial masyarakat yaitu predator seksual/pedofil pada anak. Atas dasar inilah Presiden Jokowi teken Peraturan Pemerintah terkait hukuman bagi pelaku kejahatan seksual pada anak-anak. Namun peraturan yang dikeluarkan terkait hukuman bagi pelaku pedofil dengan cara pembedahan atau menyuntikan bahan kimia agar pelaku kehilangan seksualitasnya bukanlah solusi yang real untuk menekan angka kejahatan seksual pada anak.

Sejauh ini hukuman kebiri sudah diterapkan dibeberapa negara seperti Amerika dan Indonesia saat ini. Amerika melakukan eksekusi hukuman kebiri pertama kali di tahun 1966. Pelaku tindak asusila kepada anak dan remaja akan mendapatkan suntikan MPA (Medroksi Progresteron Asetat) yang dapat menyebabkan penurunan jumlah sel spermatozoa dan penyusutan garis tengah tubulus seminiferus, yang konon sangat beracun. Dengan menyuntikkan hal itu seorang pria akan langsung kehilangan fungsi alat reproduksinya.

Namun faktanya, tingkat kejahatan seksual pada anak sama sekali tidak berkurang dan kasus ini terus berulang. Dilansir dari BBCNews.com, 17 November 2020, hampir 100.000 orang yang diduga menjadi korban pelecehan seksual di organisasi pramuka untuk anak laki-laki di Amerika Serikat, Boy Scouts of America (BSA), menyatakan mereka menuntut kompensasi. Kasus-kasus pelecehan di organisasi yang memiliki lebih dari dua juta anggota tersebut terungkap pada 2012 ketika surat kabar The Los Angeles Times menerbitkan ribuan dokumen internal yang menunjukkan tindakan-tindakan yang tidak pantas atau tidak etis selama beberapa dekade.

Artinya kebijakan hukuman kebiri bagi pelaku pedofil terbukti tidak mampu menekan angka kejahatan atas kasus kekerasan seksual pada anak. Lantas mengapa kasus-kasus demikian bahkan serupa semakin bertambah hingga mengancam keberadaan anak? Hal ini bukan tentang ketidakmampuan para pelaku dalam menyalurkan seksualnya kepada pasangannya tetapi kejahatan seksual atau pedofil ini merupakan sebuah penyakit atau bentuk kelainan seksual. Sebab, pelaku pedofil ini tidak hanya menyerang kepada anak perempuan saja tetapi juga anak laki-laki.

Kejahatan seksual yang semakin kompleks, seharusnya disikapi dengan konseptual. Dalam artian segala bentuk permasalahan sudah pasti ada akar masalahnya yang membuat kejahatan tersebut terus menerus berulang terjadi. Maka konsep penyelesaian masalah kejahatan seksual ini ialah mengarah pada akar masalahnya yaitu sistem yang memberikan kebebasan setiap individu untuk bertingkah laku yang tak lain adalah liberalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun