Demokrasi sejatinya bukan hanya milik ruang politik di tingkat nasional, tetapi bisa ditumbuhkan sejak dini di lingkungan sekolah. Salah satu caranya adalah melalui pemilihan Ketua dan Wakil Ketua OSIS secara langsung oleh seluruh siswa. Praktik ini bukan sekadar acara tahunan, melainkan sebuah laboratorium demokrasi yang nyata, tempat siswa belajar menyalurkan aspirasi, menghargai perbedaan, dan membangun kepemimpinan yang bertanggung jawab.
Proses demokrasi di sekolah ini menjadi lebih hidup ketika calon pemimpin OSIS maju bukan sebagai individu tunggal, melainkan dalam bentuk pasangan Ketua dan Wakil Ketua. Dengan begitu, siswa memahami bahwa kepemimpinan tidak mungkin dijalankan seorang diri. Kerja sama, saling melengkapi, dan membagi peran adalah nilai penting yang perlu ditanamkan sejak bangku sekolah.
Dalam perjalanannya, setiap pasangan calon tentu perlu membentuk tim kampanye. Tim inilah yang bekerja di balik layar untuk menyusun strategi komunikasi, membuat poster dan slogan, hingga mengatur sosialisasi ke kelas-kelas. Melalui keterlibatan dalam tim kampanye, para siswa belajar tentang kolaborasi, strategi, dan pentingnya mengatur sumber daya secara efektif.
Tak jarang pula pasangan calon membutuhkan dukungan dari "partai" atau kelompok yang ada di sekolah. Bentuknya bisa berupa dukungan dari ekstrakurikuler, organisasi keagamaan, klub olahraga, hingga komunitas seni. Dukungan ini memperlihatkan bagaimana jaringan dan kerja sama lintas kelompok mampu memperkuat posisi politik seseorang, sekaligus menumbuhkan kesadaran bahwa kepemimpinan sejati harus diraih dengan dukungan banyak pihak, bukan sekadar mengandalkan kekuatan individu.
Momen yang paling ditunggu adalah ketika para calon menyampaikan visi dan misi di hadapan siswa. Di sinilah kemampuan berbicara di depan umum, menyusun gagasan, dan menyampaikan janji-janji politik diuji. Visi yang baik tentu bukan sekadar kata-kata indah, melainkan gagasan sederhana dan relevan dengan kebutuhan siswa, misalnya soal kebersihan lingkungan sekolah, peningkatan literasi, atau kegiatan kreatif yang mampu membangun kebersamaan.
Puncak dari seluruh rangkaian ini adalah hari pemilihan. Suasana sekolah bisa dibuat semirip mungkin dengan pemilu nasional, lengkap dengan bilik suara, tinta, dan kotak suara. Setiap siswa datang dengan hak pilihnya masing-masing, merasakan langsung bagaimana artinya kebebasan, kerahasiaan, dan kesetaraan suara. Satu siswa sama berharganya dengan siswa lainnya, tanpa memandang latar belakang atau status.
Dari rangkaian tersebut, pemilihan Ketua dan Wakil Ketua OSIS bukan lagi sekadar rutinitas seremonial, melainkan wujud nyata pembelajaran demokrasi. Anak-anak didik kita diajak untuk mengenal arti partisipasi, menghargai pendapat orang lain, dan bertanggung jawab pada pilihan yang mereka buat. Demokrasi sekolah pada akhirnya adalah miniatur dari demokrasi bangsa. Jika sejak dini generasi muda sudah terbiasa dengan praktik baik, maka kelak mereka akan tumbuh menjadi warga negara yang siap menjaga dan merawat demokrasi Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI