Mohon tunggu...
Hamid Anwar
Hamid Anwar Mohon Tunggu... Administrasi - PNS Kelurahan

Pegawai kantor yang santai, sambil mengelola blog pribadi http://hamidanwar.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Dari Es Cokelat Pak Jan hingga Nasi Grombyang

23 Agustus 2019   22:59 Diperbarui: 26 Agustus 2019   13:56 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasi Grombyang Waridin (Dokpri)

#Hari Pertama, Jumat 12 Juli 2019

Setelah jumatan kami berangkat dari rumah. Untunglah sekarang ini tol Trans Jawa sudah tersambung sehingga bisa memudahkan perjalanan kami ke Tegal. Dari Ungaran kami langsung masuk tol dan sesuai rencana saya, kami akan keluar di Tol Weleri. 

Sekarang ini, ruas tol dalam kota Semarang seksi ABC sudah terintegrasi dengan gerbang tol Banyumanik (Arah Jogja/Solo) dan gerbang tol Kalikangkung (arah Jakarta) sehingga tidak terjadi kemacetan seperti dulu di Tembalang maupun di Manyaran. Dari akhir ujung tol Manyaran hingga ke Kalikangkung cukup jauh jaraknya.

Gerbang Tol Kalikangkung (Dokpri)
Gerbang Tol Kalikangkung (Dokpri)

Setelah mengetap kartu di Kalikangkung, kami langsung berjalan menyusuri tol Batang -- Semarang. Ini adalah kali pertama saya menyetir melalui ruas tol ini. Suasananya banyak membelah perkebunan jati, seperti di tol Saradan, Nganjuk. Atau daerah Mantingan, Ngawi sana.

**

Perjalanan ke Weleri tidak butuh waktu lama, tidak sampai satu jam. Tarif tol dari Kalikangkung ke Weleri sendiri sebanyak 35 ribu. Setelah keluar tol, mobil tua bangka (motuba) corolla saya segera melintas di jalur Pantura. 

Di daerah Gringsing, saya takjub dengan suasananya. Memprihatinkan, karena melihat banyak rumah makan yang dulu sangat ramai, dan kini sepi. Banyak rumah makan besar yang dahulu menjadi langganan bis kini seperti sesak bernafas.

Area alas roban yang dahulu ramai kini juga mulai lengang. Pasti ini salah satu dampak negatif dari dibukanya tol Trans Jawa. Pedagang-pedagang di pinggir jalan yang biasanya ramai pembeli baik yang untuk mencari makan ataupun sekedar istirahat kini hanya terlihat segelintir saja.

Perjalanan siang itu menuju Pekalongan relatif lancar. Hanya saja, di dalam kota Pekalongan kebetulan sedang diadakan perbaikan jalan sehingga kami sempat terjebak kemacetan barang sebentar. Kota ini memang salah satu kelemahannya adalah tiadanya jalur arteri sehingga arus menerus dan arus dalam kota kerap menumpuk.

Menurut beberapa referensi kuliner yang saya baca, kami putuskan untuk mampir sejenak di Jalan Kurinci, hendak mencicipi Es Cokelat Pak Jan. Whats that?

**

Jalan Kurinci relatif lebar dan tidak ramai sore itu. Kami melajukan motuba pelan pelan untuk mencari warung Es Cokelat Pak Jan. Dan akhirnya kami pun sampai karena melihat papan petunjuk berwarna kuning di pinggir jalan. Warung ini menggunakan sebuah teras rumah untuk berjualan. Seorang bapak yang mungkin bukan bernama Pak Jan, tampak sibuk melayani pembeli.

Ada tempat makan berupa beberapa meja panjang yang berada di teras, dan ada beberapa pula yang di dalam ruangan dilengkapi dengan kipas angin untuk mendinginkan suasana Pekalongan yang panas.

"Es Cokelatnya tiga, pak" ucap saya sembari memilih tempat duduk di bagian dalam sambil menggendong Dayu.

Dayu sudah sedaritadi tidur. Meski saya bangunin, tapi dia kelihatannya masih nyenyak dan nggak mempan tak iming-imingin es cokelat..

Tampak es cokelat diambil dari wadah semacam ember kemudian dituang ke gelas besar, lalu ditambah beberapa balok es batu. Sudah gitu aja..

"es cokelatnya enak, seperti bahan pembuat es thung-thung" kata Tika mengusulkan.

Benar saja, es cokelatnya ini memang campuran antara cokelat, susu dan santan sehingga terasa sangat enak dan tidak enek.

"itu pelengkapnya roti, ambil di toples" kata bapak penjual sembari menujuk toples yang ada di meja kami.

Adalah roti tawar tebal yang telah dipotong-potong yang siap untuk menemani istirahat minum es cokelat kami sore ini. Cara makannya adalah dengan mencelupkan roti ke es cokelat, lalu langsung deh di makan.. sluruppp.. wenaak dan segar..

Es Cokelat Pak Jan, (Dokpri)
Es Cokelat Pak Jan, (Dokpri)

Kuliner ini adalah salah satu es legendaris yang aslinya berasal dari Wiradesa, Pekalongan, dan saat ini sudah membuka beberapa cabang, salah satunya di Jl. Kurinci yang saya datangi ini. Untuk harganya cukup lima ribu per gelas, dan sepotong rotinya yang lembut dihargai seribu rupiah saja. Terjangkau, kan?

**

Sore ini waktu sudah pukul empat sore, kami keluar kota Pekalongan dan beristirahat shalat ashar sejenak di sebuah masjid di sekitar Wiradesa. Selanjutnya kami segera melanjutkan langkah ke Pemalang. Niat kami sore ini ingin segera sampai di Pemalang, beristirahat dan besok jalan-jalan lagi.

"Bapak, hotel airy nya kok lama banget sih..." rengek Dayu yang sedari berangkat dari rumah sudah sangat pingin segera nginep di hotel airy. Wkwkwk..

Tetapi kelihatannya kami kurang beruntung karena mendekati kota Pemalang, justru terjadi kemacetan yang teramat panjang. Saking lamanya, kami bahkan menyaksikan sunset dari perjalanan, dan maghrib pun kami baru berhasil masuk ke Kota Pemalang.

Setelah hampir salah jalan, kami akhirnya sampai di hotel yang sudah saya pesan beberapa waktu lalu melalui aplikasi Airy, maklum kebetulan ada diskon 50 %. Hotel kami bernama The Winner Premiere yang berada di Jl. A. Yani. Begitu masuk, kami langsung diarahkan menuju tempat parkir dan saya langsung melakukan check in dengan cepat di resepsionis.

"Silakan pak, kamarnya ada di lantai 2, untuk tangganya bisa lewat sebelah sana" kata petugas resepsionis sembari menunjuk salah satu tangga di pojokan, tanpa mengantar. Kami pun segera mengemas beberapa barang dan langsung menuju ke kamar.

Suasana hotel (d0kpri)
Suasana hotel (d0kpri)

Sebuah kamar yang cukup luas, dengan dua bed khas airy. Secara umum standar hotel airy lah.. dan begitu masuk, Dayu entah kenapa malah penasaran sama kamar mandinya.

"Mau lihat kamar mandinya, Bapak.. "

"Eh kamar mandinya kok puanjang sih bapak.." kata Dayu keheranan karena bentuk kamar mandinya memang memanjang dan agak sempit.

Seperti biasanya, dia paling senang kalau mandi di shower. Karena kalau dirumah nggak ada. Hahaha.. Untuk itu, selepas shalat maghrib ia mandi agak lama karena saking senengnya.

Malam itu, kami memutuskan untuk makan malam di lesehan Aldan, yang sebenarnya kami kenal sejak dolan beberapa waktu lalu ke Solo. Lesehan Aldan, adalah lesehan dengan menu-menu penyetan dengan harga yang tidak menguras kantong. Kami memilih rute melewati jalan lingkar kota sebelah selatan yang berkontur beton. Dari jalan lingkar, untuk menuju ke kota, melalui pemukiman yang rata-rata kondisi jalannya belum begitu bagus.

**

#Hari Kedua, Sabtu 13 Juli 2019

Selamat pagi, Kota Pemalang.

Pagi ini kami menyusuri jalanan depan hotel menuju ke Pantai Widuri. Sepanjang jalan tersebut ketika malam hari sangatlah ramai dengan penjaja kuliner. Umumnya yang dianggap khas adalah nasi megono, seperti Pekalongan. 

Pagi ini, berdasar referensi dari googlemaps dan karena Tika pingin makan nasi uduk, maka kami mampir sejenak di Kedai Evi. Sarapan nasi uduk dan soto tauto, dengan harga yang tidak mahal, kemudian lanjut perjalanan menuju ke Pantai Widuri.

Dayu, bermain pasir di Pantai Widuri (dokpri)
Dayu, bermain pasir di Pantai Widuri (dokpri)

Saya pernah ke Widuri, beberapa tahun silam. Tapi tidak ke pantainya, hanya main ke waterparknya. Maka sekarang ini, saatnya bermain dan berenang di pantai. Tiket masuknya murah, hanya 5,000,- dan setelah memilih parkir, kami segera menyingkap deretan warung-warung pantai bertemu dengan pantai Laut Jawa. 

Sepanajng bibir pantai yang berpasir hitam, dipenuhi deretan warung dengan penataan kursi warna warni yang terlihat cantik di bawah rindangnya pohon cemara laut. Dayu yang tampak sangat senang, awalnya cukup takut untuk nyemplung tetapi setelah berani ia justru nggak mau diajak pulang.

Cukup lama kami bermain sekitar hampir dua jam. Kemudian segera bilas, beli jajan dan kembali ke penginapan untuk check out.

**

Cuaca siang hari di Pemalang sangatlah panas. Siang ini kami hendak lanjut wisata ke Guci, Tegal. Tetapi sebelum meninggalkan Pemalang, kurang afdol rasanya kalau belum nguliner dulu. Yasudah akhirnya kami membelokkan langkah ke Grombyang Waridin yang berada dekat dengan bundaran Siranda.

Sebuah warung makan yang besar dan luas, yang menyajikan menu utama yaitu Grombyang dalam mangkuk-mangkuk kecil. Beberapa meja makan panjang terlihat cukup ramai siang itu. Pun dengan parkirannya yang dipenuhi beberapa kendaraan roda empat dan juga banyak motor berjejer. Menandakan bahwa tempat ini memang cukup ramai dan populer.

Nasi grombyang ini adalah semacam soto daging sapi dengan kuah yang agak kental, hampir mirip kuah rawon. Mungkin semacam paduan soto dan rawon sapi. Citarasanya enak, dan untuk lauk makannya tersedia beberapa sate dari bahan daging sapi, seperti jerohan hingga paru. Ketika dicombine dengan menu utamanya, maka yang terasa adalah.... sangat enak..

**

Perut telah kenyang, dan saatnya melanjutkan wisata ke Guci Tegal. Enak lewat Randudongkal - Moga, atau lewat Tegal - Slawi, ya?

(Bersambung)

(Lanjutan bagian dua disini)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun