Mohon tunggu...
hamdi rosyidi
hamdi rosyidi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis karena bingung mau ngapain

Dunia punya banyak variabel, tidak semua harus diskenariokan di kepala!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rekonsiliasi Prabowo-Jokowi, Siapa yang Diuntungkan?

23 April 2019   20:58 Diperbarui: 23 April 2019   22:49 937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan Prabowo dalam deklarasi kampanye damai pilpres 2019 (sumber: merdeka.com)

Seminggu pasca pencoblosan dalam pilpres maupun pileg 17 April lalu, nampaknya belum membuat jagat nyata maupun maya bersedia kembali tenang. Alih-alih memberikan ketenangan, para elit dalam pergulatan pilpres masih terus memperpanjang perseteruan. Baik pada kubu petahana maupun oposisi. 

Bahkan, kini pergelutan politik nasional tak hanya menjadi wahana bagi peserta pemilu yaitu partai dan kandidat yang diusung. Namun lembaga survey, KPU dan BAWASLU pun sudah ikut masuk dalam pusaran. 

Diawali dari rilis quick count dari berbagai lembaga survey yang ditayangkan dalam banyak televisi nasional. Lembaga-lembaga survey cenderung memberikan hasil yang memenangkan petahana yakni Jokowi-Ma'ruf. 

Kubu oposisi dalam hal ini Prabowo-Sandiaga menganggap bahwa hasil-hasil tersebut bertolak belakang dengan data-data yang berhasil dihimpun oleh kubu 02. Lembaga survey dan pertelevisian nasional dianggap sengaja membangun opini publik bahwa pilpres dimenangkan kubu 01. 

Prabowo sendiri dalam konferensi persnya menyampaikan bahwa pihaknya telah memenangkan pilpres dengan dominasi suara mencapai 62 persen ketimbang petahana. Kemudian menyusul deklarasi kemenangan dan sujud syukur oleh prabowo beserta badan pemenangannya (BPN) di kediaman prabowo jalan kertanegara.

Tak hanya kubu 02, kubu 01 pun beberapa saat kemudian juga melakukan deklarasi kemenangan pilpres. Meski dinyatakan menang oleh berbagai lembaga survey dalam quick count, namun calon presiden Joko Widodo meminta pendukungnya dan masyarakat pada umumnya untuk menunggu hasil resmi dari KPU. 

KPU sendiri baru bisa menyampaikan hasil resmi pada pertengahan bulan mei. Hal ini membuat publik utamanya pendukung dan simpatisan kembali menunggu dalam kebimbangan dan ketidaktenangannya.

Ketegangan Elit dan Publik

Jagat maya kian bergejolak. KPU mendapat hembusan ketidakpercayaan publik. Pendukung kubu 02 mengaku banyak menemukan kecurangan dalam pilpres tahun ini. Bahkan banyak diantara elit BPN yang menuding bahwa kecurangan dalam pelaksanaan pemilu tahun ini bersifat sistematis dan terstruktur. 

Banyak video bertebaran yang menunjukkan adanya kecurangan di berbagai daerah, dijadikan dasar bagi netizen bahwa KPU dan Bawaslu tak dapat dipercaya. Seruan bagi Jokowi maupun Prabowo untuk menunggu hasil real count KPU membuat publik terus memberikan kontrol terhadap penginputan data hasil pilpres secara nasional.

Amien Rais yang merupakan salah satu elit ditubuh BPN sempat memberikan ancaman akan adanya people power atau pengerahan massa secara besar-besaran bila KPU terbukti banyak melakukan kecurangan yang merugikan kubunya. Belakangan, pernyataan tersebut dibenarkan oleh banyak petinggi BPN. 

Meski dilakukan klarifikasi bahwa maksud people power adalah pengerahan massa dalam melakukan aksi damai dan tidak akan membuat kerusuhan. Namun pemerintah, TNI dan POLRI beranggapan bahwa ini dapat mengancam stabilitas nasional.

Akhirnya banyak tokoh pemerintah maupun ormas seperti Muhammadiyah dan NU meminta Jokowi dan Prabowo bersedia bertemu untuk mendinginkan suasana. Hal tersebut direspon oleh Jokowi dengan mengutus Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengajak Prabowo melakukan rekonsiliasi. 

Namun ajakan tersebut cenderung direspon oleh BPN secara berbelit. Habib Riziek bahkan sampai membuat video khusus dari mekkah yang meminta agar Prabowo tidak melakukan pertemuan apapun dengan pihak petahana. Belakangan diberitakan bahwa Prabowo sedang sakit sehingga tidak bisa melakukan pertemuan secara langsung dengan Luhut.

Dibalik Berbelitnya Pihak BPN bersedia Rekonsiliasi

Meskipun rekonsiliasi dianggap cara yang bijak dalam mendinginkan publik. Namun dalam kacamata politik ini dapat dianggap merugikan. Ajakan rekonsiliasi yang cenderung disambut baik oleh pemerintah, tentu ini juga memberikan poin plus bagi petahana. 

Kesediaan Prabowo menemui Jokowi dapat menjadi landasan bagi publik bahwa Prabowo mengakui kekalahannya dalam pilpres tahun ini. Hal ini tentu bertolakbelakang dengan pernyataan Prabowo selama ini bahwa kubunya telah menang.

Selain itu, kesediaan Prabowo melakukan pertemuan dengan Jokowi juga dapat mengendurkan militansi para pendukungnya. Prabowo yang sebelumnya meminta para pendukungnya untuk terus melakukan kontrol terhadap KPU utamanya form C1 yang menjadi bukti kuat suara pilpres tahun ini, tentu rekonsiliasi dapat mengaburkan maksudnya. Karena realcount belum rampung, bahkan masih dalam persentase yang masih kecil.

Rekonsiliasi siapa yang diuntungkan?

Lantas, untuk siapa sesungguhnya rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tentu kita harus kembali memikirkan untuk siapa sesungguhnya pemilu ini disuguhkan. 

Pemilihan langsung sejatinya merupakan ruang ekspresi suara rakyat menentukan pemimpinnya, baik pada level daerah maupun nasional. Dalam hal ini seluruh elit pemimpin nasional tengah menjadi sorotan publik secara nasional. 

Sikap para elit akan dengan mudah diikuti dan dijustifikasi oleh para pendukung fanatiknya. Belakangan selama bergulirnya pilpres beberapa bulan ini membuat pergesekan didalam masyarakat menjadi sangat kuat. 

Tidak saling sapa, saling serang, saling berdebat, tuding-menuding terus menghiasi keseharian kita baik di jagat nyata maupun maya. Dua tokoh yang paling menjadi sorotan utama bagi publik tidak lain adalah para kandidat calon presidennya yaitu Jokowi dan Prabowo.

Bertemunya kedua tokoh tersebut tentu akan memberikan angin perdamaian bagi panasnya perseteruan kedua kubu pendukungnya. Namun tentu dengan catatan, pertemuan tersebut tak perlu dieksploitasi sebagai justifikasi bagi klaim kemenangan sepihak bagi masing-masing kubu. 

Pertemuan tersebut harus benar-benar menjadi tauladan untuk memusnahkan istilah "cebong" maupun "kampret". Sembari kita menunggu hasil dari KPU dan merespon hasilnya dengan tetap mematuhi mekanisme hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun