Mohon tunggu...
Fathul Hamdani
Fathul Hamdani Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Tak penting dimana kita terhenti, namun berikanlah penutup/akhir yang indah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berbicara dalam Ruang Rasa

30 Maret 2020   10:33 Diperbarui: 30 Juni 2020   08:24 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Cowok itu tidak playboy, hanya saja cowok itu ditakdirkan untuk melindungi seorang wanita, jadi kalau bisa lindungi banyak wanita kan mulia banget tuh," ungkap Aang sambil tertawa dan membuat Dewi semakin jengkel terhadapnya.

Putri pun mencoba untuk memberikan pendapatnya tentang lelaki dan kata playboy. "Pemaknaanmu terhadap lelaki sama seperti pemaknaanmu terhadap cinta, sama-sama membuat sakit, tapi kurasa tidak semua lelaki playboy. Jika cinta pada dasarnya tentang keyakinan dan ketulusan dalam bingkai rasa seperti yang diungkapkan Dafa, maka tidak ada lagi pasangan kekasih yang saling menyakiti ataupun berusaha untuk berpaling hati. Apapun yang dilakukan atas dasar rasa bahagia, tak lagi mengatakan bahwa ia sedang berkorban, karena ketika seseorang telah merasa berkorban maka saat itulah cintanya hilang," ujar Putri dengan begitu jelas.

Kelihatannya pemaparan Putri seolah-olah mewakili apa yang ingin disampaikan Dafa. Lelaki yang pernah terluka sangat dalam, namun itu menjadikannya sosok lelaki yang semakin kuat dan memahami arti cinta yang sesungguhnya, ia bukannya tak ingin kembali mengenal cinta, tapi karena ia sadar bahwa cinta selalu melekat dalam jiwanya, dan mungkin saja sembari mencari orang yang benar-benar cocok di hatinya. Tak terasa malam pun sudah larut, empat sekawan tersebut beranjak dari tempat duduknya, di pinggir pantai dengan deburan ombak dan hembusan angin malam yang sepoi-sepoi membuat mereka semakin larut dalam perbincangan.

Senin adalah hari yang sangat padat bagi mereka, namun sebelumnya mereka sempat berjanji akan berkumpul selepas jam kuliah. Waktu menunjukkan pukul 14.00 WITA menandakan jam kuliah telah selesai. Dafa, Putri dan Dewi hari itu satu kelas jam kuliah Hukum Adat, berbeda dengan Aang yang tak satu kelas dengan mereka. Tempat favorit bagi mereka ketika berkumpul adalah taman depan Fakultas, maklum taman di Fakultas Hukum sangat rindang dan nyaman, bangku terjejer rapi dinsana khusus disediakan bagi mahasiswa atau mahasiswi yang ingin duduk-duduk sambil diskusi, menunggu jam masuk sembari membaca atau hanya sekadar duduk santai. Mereka bertiga terlihat berbincang santai sambil bercanda menunggu kedatangan Aang. Dua puluh menit berlalu, lelaki berambut kriting namun agak lurus itu pun tak kunjung datang.

"Hm, sepertinya Aang tak akan datang," ungkap Dewi dengan nada kesal karena telah menunggu, dia sangat tidak suka dengan sesuatu yang berbau ketidakpastian.

"Kalian sempat berpikir tidak, ketika Aang punya pacar dia sangat jarang berkumpul dengan kita, bahkan tadi malam pun katanya nih ya, pacarnya marah-marah sama dia karena kumpul bareng kita." Putri mengungkapkan unek-uneknya yang rupanya sudah terpendam. "Dafa kenapa kamu tidak pacaran?" lanjutnya sembari menatap Dafa.

"Apa sih itu pacaran? Apakah pacaran hanya agar tidak kesepian? Ataukah pacaran hanya sekadar untuk pemenuhan hasrat-hasrat belaka? Pacaran bukan hanya sekadar untuk mengisi kesepian, sendiri bukan berarti sepi dan kesendirian tak akan berarti kesepian jika kita memahami konsep bahwa sepi itu tak seperti ruangan yang gelap, karena gelap tak berarti kosong atau hampa. Pacaran itu didasari atas cinta dan cinta akan berarti derita jika tujuannya hanya untuk sekedar pemenuhan hasrat-hasrat belaka." Begitulah pandangan Dafa tentang pacaran.

"Yups aku setuju, bagiku pacaran itu perihal melengkapi apa yang kurang dalam diri kita, tapi kebanyakan pemuda sekarang gagal paham tentang konsep pacaran, apakah pacaran selalu berarti tentang ikatan? Apakah orang dikatakan pacaran ketika si lelaki mengatakan, maukah kamu jadi pacarku, dan si wanita menjawab, iya? Ada semacam ruang kosong di dalam diri kita yang kemudian kita cari, apa bagian yang kosong itu? Dan bagian kosong itu adalah bagian yang sejatinya akan diisi oleh pasangan kita, sehingga di sanalah kita mengenal yang namanya saling melengkapi. Apa yang kurang di dalam diri kita mampu ditutupi oleh pasangan kita," lanjut Putri dengan sangat jelas terhadap apa yang disampaikan Dafa.

Aang sepertinya tak akan datang, Dewi pun mulai kesal karena sahabatnya yang selalu gombal padanya tidak menepati janji untuk datang. Mereka pun memutuskan untuk kembali pulang.

Hari berikutnya mereka kumpul bertiga, begitu pun dengan hari-hari selanjutnya. Mereka bertiga seolah merasa ada yang aneh dengan sahabatnya yang berambut kriting namun agak lurus itu, sehingga mereka memutuskan untuk pergi ke rumah Aang dengan tujuan menanyakan apa yang terjadi. Mereka merasa kebingungan entah karena mereka bertiga ada salah sehingga sahabatnya menjauh, tapi mereka merasa tak pernah melakukan kesalahan yang membuat sahabatnya marah ataupun tersinggung. 

Sesampainya di rumah si sahabatnya yang dikenal gombal kepada banyak wanita itu, namun ia dikenal sangat penurut dan tipe lelaki yang takut sama isterinya. Di kursi depan rumahnya terlihat ia sedang duduk sembari berbicara di telepon dengan seseorang, namun dari percakapanya terkesan sambil marah-marah.
"Bokir, kita dateng nih," panggil Putri dengan panggilan akrabnya.
"Eeeh kalian di sini, ayok sini duduk." Dia pun terlihat malu-malu menyambut teman-temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun