Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa UMSU & Aktivis IMM Kota Medan, Suka senja dan kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seks Bebas dan Peran Guru

10 Oktober 2018   22:07 Diperbarui: 11 Oktober 2018   03:59 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beberapa hari terakhir kita dikejutkan dengan temuan 12 siswi  hamil di satu SMP yang terletak disalah satu sudut negeri ini. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menemukan fakta tersebut berdasarkan survei dan langsung turun kesekolah yang bersangkutan. Sontak temuan tersebut menjadi topik utama di setiap perbincangan terkhusus di dunia pendidikan. Kenapa hal tersebut terjadi(lagi)?

Kita ketahui bersama bahwa sekolah-sekolah yang berada di kota besar dan padat penduduk seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Lampung bahkan sampai Jayapura, hampir secara keseluruhan memiliki aturan yang jelas dan tegas untuk membatasi ruang gerak bagi pelajar yang melakukan perbuatan-perbuatan amoral.

Sanksi yang diberikan kepada pelajar yang melakukan tindakan amoral umumnya juga sama, karena telah merusak citra sekolah, menurunkan branding, dan dijadikan sebagai contoh untuk pelajar yang lain biasanya sekolah akan mengeluarkan pelajar yang melakukan tindakan amoral tersebut.

Kementerian pendidikan tampaknya juga belum mengeluarkan aturan yang jelas terhadap pelajar yang "kecelakaan" di negeri ini. Apakah ketika pelajar tersebut terdeteksi hamil masih boleh sekolah dan mengikuti ujian seperti biasanya. Harus diakui potret pergaulan pelajar di kota-kota besar saat ini sangat bebas dan ekstrim jauh dari nilai-nilai religiusitas. Ketika para pelajar tersebut melakukan perbuatan yang menyimpang maka pertanyaan yang muncul adalah "siapa gurunya dan dimana sekolahnya?", seolah-olah penyimpangan  tersebut sepenuhnya adalah tanggung jawab guru dan sekolah?

Umunya perilaku amoral para pelajar tidak lepas dari perkembangan globalisasi yang mulai merambah dan memasuki sendi-sendi kehidupan. Kecanggihan teknologi audio visual dan semakin mudahnya akses internet menjadi sebuah kombinasi yang mempengaruhi tindakan pelajar. Aplikasi-aplikasi chatting, live streaming, dan situs-situs pornografi yang kini kian hari makin menjamur dan beragam.

Menkominfo  mengklaim bahwa mereka telah memblokir jutaan situs pornografi, namun tampaknya kian hari pelajar kita semakin cerdas dalam artian yang negatif. Selalu ada celah untuk membuka blokir tersebut, sehingga pelajar pun dapat mengakses situs-situs biadab tersebut kapan saja dan di mana saja, bahkan di sekolah sekalipun.

Pelajar yang hamil sebenarnya bukanlah berita baru, beberapa tahun sebelumnya kita juga pernah dikejutkan dengan kejadian seorang pelajar yang melahirkan ketika ujian nasional. Dunia pendidikan saat itu tercoreng dan menjadi bahan gosip tidak hanya di kalangan ibu-ibu, tetapi juga di semua lini kehidupan masyarakat.

Semua berduyung-duyung dan berbondong-bondong lantas menghakimi guru dan sekolah karena telah gagal mendidik, padahal apabila kita cermati hal tersebut tidak sepenuhnya salah guru.

Memang benar bahwa berdasarkan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Artinya tujuan pendidikan tidak hanya untuk menjadikan pelajar pintar, namun juga menjadikan pelajar yang berkarakter, maka ketika terjadi perbuatan pelajar yang menyimpang secara otomatis guru yang menjadi garda terdepan dalam dunia pendidikan lantas dihujat oleh berbagai elemen.

Sebagai akademisi pendidikan, penulis merasa prihatin dan miris terhadap kejadian-kejadian yang menimpa pelajar negeri ini. Namun di sini penulis akan mencoba melihat dari berbagai sisi, penulis tidak sependapat apabila pelajar yang hamil karena gagalnya guru dan sekolah dalam mendidik. Orang tua di rumah juga mempunyai andil yang cukup besar dalam mendidik pelajar, bahkan lebih besar perannya dibandingkan guru. 

Maka guru dan orang tua harus bersinergi dalam mengatasi kenakalan remaja yang umumnya membuat pelajar menjadi liar, pelajar yang liar karena biasanya mereka sedang dalam proses pencarian jati diri. Keliaran pelajar tersebut menjadi PR bagi guru dan orang tua agar mengubah proses liar tersebut menjadi hal yang positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun