Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mewariskan Kurikulum

3 Mei 2024   13:47 Diperbarui: 9 Mei 2024   14:56 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidikan (kompas.id/SUPRIYANTO)

Sebenarnya saya malas menanggapi perihal kurikulum. Selain karena saya memilih "pensiun dini", tidak mengajar di sekolah lagi, ternyata, dan memang begitu adanya, selalu dan terus berulang, setiap ada pergantian menteri, ada pergantian kurikulum pula.

Dan pada akhirnya, langkah terakhir adalah mewariskan kurikulum sebelum rezim berganti.

Ini bagaikan kaset rusak dengan pita kusut di zaman internet belum mewabah. Selalu berulang dan berulang lagi "Ganti Kurikulum" berkumandang tiada henti saat menteri pendidikan berganti.

Ada isu Kurikulum Merdeka menjadi kurikulum nasional. Entah apakah hal tersebut sudah terealisasi atau belum saat tulisan ini dirancang, yang jelas, bagi saya pribadi, mewariskan kurikulum hanya karena ingin meninggalkan legacy sebelum lengser dari kekuasaan bukanlah motif yang patut untuk dibanggakan.

Apalagi penetapan kurikulum merdeka menjadi kurikulum nasional hanya berdasarkan klaim sepihak dari pemerintah perihal keberhasilan penerapan kurikulum merdeka di beberapa sekolah.

Pemerintah melihat kenaikan peringkat Indonesia dalam PISA setelah penerapan kurikulum merdeka. Padahal, kalau melihat jumlah negara peserta PISA, ada penambahan keikutsertaan negara-negara lain, sehingga faktor naiknya peringkat harus juga mencermati dari sisi bertambahnya keanggotaan negara peserta PISA.

Klaim sepihak pemerintah tentang keberhasilan penerapan kurikulum merdeka tidak berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan.

Dari berbagai sumber di media massa terkemuka, alih-alih menaik, nilai literasi dan numerasi malah cenderung menurun.

Ilustrasi(freepik.com/pch.vector via KOMPAS.COM)
Ilustrasi(freepik.com/pch.vector via KOMPAS.COM)

Malah, anehnya, saya pernah membaca tentang permintaan pemerintah pada penyelenggara PISA untuk meniadakan sistem peringkat. Sangat terang benderang berita ini tertuang di beberapa media daring.

Sudut pandang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun