Kegiatan yang tidak terlepas dari diri sejak kecil sampai sekarang, meskipun sekarang ada tambahan motor di belakang, yaitu bersepeda motor. Namun, saya kangen bersepeda tanpa motor. Tentu saja, di luar urusan kerja yang membutuhkan waktu yang segera.
Saya lupa kapan persisnya. Kalau tidak salah, waktu di kelas tiga, ayah membelikan saya sepeda roda empat. Ini bukan mobil-mobilan lho ya. Ini sepeda biasa, tapi di roda belakang ada tambahan roda kecil di kiri dan kanan.
Saya senang sekali mendapat sepeda ini. setelah pulang sekolah, saya langsung menuju sepeda roda empat kesayangan. Tapi sebelum saya menunggangi sang sepeda, ibu saya langsung berkata, "Makan dulu, Ton. Habis makan, baru naik sepeda."
Saya menuruti kata ibu. Perut memang sudah keroncongan. Lagian, sepeda ini juga tak akan kemana-mana. Tetap akan terparkir rapi di dekat pintu.
Setelah perut terisi, saya pun langsung menuju sepeda andalan.
Bersepeda di halaman rumah saja waktu itu. Maklum, orang tua belum membolehkan saya bersepeda di jalanan. "Bahaya. Banyak motor dan mobil. Nanti kamu ditabrak," kata ibu.
Sebagai anak yang menurut pada orang tua (ehem ^_^), saya pun menurut. Demi kebaikan saya sendiri.
Bersepeda dengan roda empat cukup lama saya jalani.
Namun, pada suatu titik, saya jadi bosan. Yang lain sudah bisa bersepeda dengan roda dua, kok saya masih bersepeda dengan roda empat.Â
Saya pun bertanya pada kakak-kakak saya. Salah seorang kakak, Hilda (bukan nama sebenarnya) menyarankan saya untuk melepas roda kiri dan kanan. Jadi, kondisi sepeda seperti sepeda kebanyakan. Hanya punya dua roda.