Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Humor

Where is Mine?

14 Februari 2019   20:18 Diperbarui: 14 Februari 2019   20:48 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : pxhere.com

Candra dan Agus bergegas masuk ke kelas. Mereka terlambat datang dengan alasan yang sebetulnya sama, namun berbeda jalan cerita.

"Asem. Ban motor bocor di jalan. Udah gitu, harus ganti ban lagi. Kata si montir, banku udah banyak tambalan. Terpaksa ganti," keluh Candra. 

"Elu masih mending. Lha aku, udah ngojek pas pagi, ban bocor. Tambal, 10 ribu keluar. Penumpang kedua, banku bocor lagi. Untung udah sampe tujuan penumpang. Ketiban sial, harus ganti ban, karena udah usang, banyak tambalan pula. Duit hasil ojekan malah jadi keluar. Nasib."

Mereka memang tak terlalu mujur dibanding mahasiswa lain. Candra kerja serabutan jadi guru honor di tiga esde negeri plus ngajar les privat hingga jam 10 malam. 

Agus jadi driver ojek online. Penghasilan lumayan. Namun kendala untuk belajar yang agak kurang.

"Kau enak, Can. Kerja sesuai jurusan. Ngajar bahasa Inggris. Lah aku? Beda jauh," Agus beralasan akan nilai-nilainya yang 'standar'.


"Ah, siapa bilang? Aku juga punya waktu minim. Ngajar di tiga sekolah plus les. Badan rakai. Belajar sulit. Memang sesuai jurusan, tapi kan tak bisa diterapkan di esde teori-teorinya," Candra berkilah. 

Mereka mahasiswa FKIP Prodi Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Masa Depan Gemilang. Mau jadi guru bahasa Inggris? Sebetulnya tidak. Cuma keliatan keren kalau ditanya orang, "Elo kuliah jurusan apa?", lalu jawabannya "FKIP bahasa Inggris". Pasti respon baliknya, "Wuih, jago bahasa Inggris kalo gitu."

Mereka sudah sering terlambat masuk kuliah. Maklum, jam kuliah tak bersahabat dengan jam kerja mereka.

Candra mengajar di siang juga, sedangkan kuliah mulai pukul 14.30. Untung sekolah bisa memberikan 'kelonggaran'.

"Tak apa, kalau Pak Candra mau kuliah. Yang penting, waktu bapak meninggalkan kelas sebelum selesai jam bapak, guru kelasnya tau kalau bapak keluar lebih awal."

Itu dari pihak sekolah. 

Kalau dari pihak dosen, lebih dimudahkan. Kok bisa? Bagaimana gak mudah? Wong Candra ketua tingkat. Ditambah lagi, dia juga mahasiswa yang mendapat nilai tertinggi di angkatannya, jadi sudah tentu dia menjadi kesayangan para dosen. 

"Kalau kamu terlambat, kami semua paham kok. Kan kamu kerja. Lagian nilai-nilaimu bagus," kata Bu Tantri, ketua prodi pendidikan Bahasa Inggris.

Kalau Agus sih lain lagi kasusnya. Sama dalam hal sibuk kerja, ojekan rame pas jam makan siang. "Kan aku cari duit, jam segitu ramenya," alasan Agus. Kalau dari segi nilai, beda. 

Dia sih sebenarnya dapat nilai di bawah standar, tapi dia pintar mengambil hati dosen. Memberikan buah, kue, atau penganan untuk dosen menjadi senjata mautnya. Hasil? Nilai standar. Yang penting lulus mata kuliah. 

"Woi, KKN tuh," kata Candra. 

"Ah, kan aku tak minta nilai tinggi. Asal lulus aja, udah cukup. Lagian, para dosen gak nolak. Mereka malah senang," ujar Agus, sambil mengisap rokok kretek dengan nikmat, seperti mengisap cerutu Kuba kelas wahid. 

Nah, meskipun bagai bumi dan langit, ada satu persamaan di antara mereka berdua. Apa itu? 

Sama-sama suka lupa bawa pulpen. 

Kadang Candra yang lupa, sehingga terpaksa dia pinjam ke Agus. Kadang sebaliknya, Agus lupa, sehingga dia harus pinjam ke Candra. 

Kenapa tidak pinjam ke teman lain? 

Simbiosis Mutualisme. 

Sama-sama menguntungkan.

Kalau Candra bermurah hati meminjamkan, dia akan mendapat 'makanan runtuh' dari Agus. Maklum, honor sebagai guru honor tak seberapa. Meskipun udah ditambah les privat, masih kurang juga. 

Beda dengan Agus yang ojek online. Terkadang ada ofik alias orderan fiktif. Makanan hasil ofik itu pun dibawa Agus ke kos Candra. Mereka pun menyantap bareng daripada mubazir ^_^.

Tapi hasil dari ngojek juga luar biasa. "Asal kerja keras, dapatnya juga banyak. Udah, ngojek aja. Dapetnya besar."

"Nanti kuliahku jadi berantakan. Ortu pasti ngamuk kalau aku lama lulus."

"Iya, kamu kan masih ada ortu. Ya, belajar aja. Supaya aku juga bisa nyontek kamu kalau ada tugas kuliah," Agus nyerocos, sembari menyomot satu lagi pisang keju yang terakhir.

"Enak aja. Wani piro?" Candra menimpali. 

Nah, suatu ketika, Candra lupa bawa pulpen lagi. 

"Gus, pinjem pulpenmu dong."

"Boleh. Tapi aku duduk sebelahmu nanti. Mau nyontek waktu quiz Morphology. Gak mudeng pelajaran Pak Sularso."

"Oh, beres."

Satu setengah jam serasa bagai seabad. Maklum, mata kuliah yang bikin pening kepala. 

Setelah usai, semua mahasiswa-mahasiswi bergegas ke kantin. Sekedar mendinginkan kepala dengan teh es dan menyantap gorengan ala kadarnya untuk ganjel perut. 

Setelah perut terisi, mereka pun menunggu mata kuliah berikut. Komputer, yang hampir semua tidak suka, karena lebih bikin puyeng kepala. "Dosennya killer sih," alasan kebanyakan mahasiswa.

Tunggu punya tunggu, setelah 20 menit kok tak ada berita. 

"Hoi, Can. Hubungi Pak Hadi dong. Tanyain, kita ada kuliah atau gak," celetuk Joko, salah seorang teman kuliah.

"Oke. Bentar. Ini ku-sms," Candra pun mengeluarkan hape dari tasnya.

Ternyata, tidak lama setelah Candra mengirim sms, Pak Hadinya menelepon.

"Oke, Pak. Baik. Jadi bapak ada urusan mendesak ya, Pak? Baik, Pak. ...."

Candra pun tersenyum setelah selesai bicara dan berkata pada semua konco, "Asyik, kita pulang. Pak Hadi ada urusan mendesak."

"Asyik," semua konco seakan paduan suara bersama.

"Jangan senang dulu. Kita ada tugas tapinya."

"Ya elah. Tugas lagi. Hari ini dikumpul?" komentar Joko lagi.

"Gak. Minggu depan. Nanti bapaknya kirim e-mail ke aku apa tugasnya. Ayo kita pulang," Candra lalu beranjak dari duduk dan beralih ke pintu."

"Eh, Wait a minute. Tunggu sebentar, bro. Main ngacir aja, lo," Agus tiba-tiba nyeletuk.

"Eh, What's up?" Candra berhenti dengan heran.

"Where is mine?" tanya Agus.

"Yours? There is yours," jawab Candra singkat, sambil menunjuk ke arah tengah celana, di ritsleting Agus.

"Don't be joking with me. Give mine to me."

"I am not joking. There is yours," Candra tetap menunjukkan jarinya ke arah tengah celana Agus, menunjuk ke tengah ritsleting Agus, dimana ada organ vital di belakangnya.

"Ah, sudah. Pake bahasa Indonesia aja. Pulpenku mana? Balikin."

"Oh, pulpen?" Candra cengengesan, "Lha, elu bilang 'Where is mine?'. Kukira kau nanya dimana organ vitalmu. Makanya kujawab, "There is yours," sambil mengarahkan telunjukku ke ritsleting celanamu. Coba kau bilang, "Where is my pen?" baru bener tuh, maka kujawab, "Here it is your pen."

"Nih, kukembalikan. Lain kali ngomong jangan singkat gitu. Nanti pikiran orang kemana-mana. Bisa salah persepsi kayak tadi," Candra mengangsurkan pulpen Agus sambil tetap cengengesan.

"Bocah gendeng lu, Can. Bisa aja lo punya pikiran enggak-enggak kayak gitu, Kirain elu alim."

"Ya, iya lah, masa ya iya dong. Bisa aja. Kan aku laki-laki tulen."

Candra, Agus, dan yang lainnya pun keluar kelas sambil tertawa.

*

Samarinda, 14 Februari 2019

Anton

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun