Mohon tunggu...
Yoyo Hambali
Yoyo Hambali Mohon Tunggu... Dosen di Islamic Economic and Business College

Hobi saya membaca dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Lorong Sunyi Al-Ghazali: Membaca Al-Munqidh mi al-Dhalal

1 Oktober 2025   22:45 Diperbarui: 1 Oktober 2025   22:56 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Lorong Sunyi Al-Ghazālī: Membaca Al-Munqidh min al-Dhalāl
Yoyo Hambali

Seorang lelaki duduk di ruangan sempit. Cahaya lampu redup memantul di dinding lembab, sementara jam dinding berdetak dengan irama yang lebih mirip palu hakim daripada pengukur waktu. Di hadapannya terbuka sebuah kitab tipis: al-Munqidh min al-Dhalāl. Setiap lembaran yang dibalik bukan sekadar teks, melainkan percakapan dengan batin yang sedang retak.

Kitab ini diberi judul “Pembebas dari Kesesatan.” Namun sejak awal, kita menangkap ironi: bagaimana mungkin sebuah buku yang lahir dari kegelisahan bisa membebaskan? Bukankah ia sendiri adalah produk dari jiwa yang dilanda badai keraguan?

Al-Ghazālī, penulisnya, berbicara dengan kejujuran yang ganjil. Ia meragukan indra, lalu meragukan akal, lalu meragukan keraguannya sendiri. Mata melihat bintang seperti koin kecil, namun logika bersumpah bintang itu ribuan kali lebih besar daripada bumi. Jika keduanya bisa keliru, apakah realitas ini sekadar mimpi panjang yang berlapis-lapis? Apakah jaga hanyalah tidur dalam tidur lain, dan seterusnya, tanpa akhir?

Pertanyaan itu menelusup seperti asap di kamar pengap. Ia menyelinap ke dada, menyisakan sesak yang tak bisa diusir dengan argumen. Pengetahuan, yang semula diyakini sebagai cahaya, berubah menjadi labirin dengan dinding-dinding yang terus bergeser.

Kita membayangkan sang penulis berjalan di lorong tanpa ujung. Ia berpapasan dengan para mutakallim yang mengibarkan panji teologi, para filosof dengan kitab logika yang gemerlap, para batiniyyah dengan kunci-kunci rahasia, dan para sufi dengan wajah pucat penuh rahasia batin.

Masing-masing mengulurkan dokumen kebenaran, bersumpah inilah satu-satunya jalan. Tapi setiap kali ia menandatangani sebuah formulir, tinta hilang, huruf lenyap, meninggalkan kertas kosong.

Kebenaran, dalam kitab ini, tampak seperti arsip yang tak pernah selesai disusun. Berpindah rak, berganti nomor, hilang di antara debu, dan setiap pencari harus menanggung rasa bersalah karena tak pernah menemukan versi terakhirnya.

Namun drama ini bukan sekadar intelektual. Ia menggerogoti tubuh. Suara serak, napas tercekik, tangan bergetar. Sang penulis sendiri jatuh sakit di tengah pencarian, seolah tubuh menolak ikut serta dalam perang pikiran. Semua tabib yang datang tak mampu mengobatinya. Mereka berkata, ini bukan penyakit fisik. Hanya dirinya sendiri yang dapat menyembuhkannya. Sementar al-Ghazâlí sang profesor dan Rektor Universitas Nizamiyah itu sambil tergolek lemas terus bertanya: Apa gunanya ilmu, jika mulut tak mampu berbicara dan tangan tak mampu menulis? Apa faedah ilmu jika kesombongan menguasai diri? Di mana kebenaran yang memberi kebahagiaan sejati? Pertanyaan itu menghantui dengan nada yang lebih dalam daripada silogisme mana pun.

Pada puncaknya, ia berpaling ke jalan tasawuf. Ia mengasingkan diri, beruzlah di menara masjid, tafakkur di Baitul Maqdis, lalu pergi haji, dan ziarah ke Makkah. Di sanalah ia mengaku menemukan mukasyafah—penyingkapan batin, dzauq—rasa yang tak bisa dijelaskan dengan bahasa. Apakah ini akhir pencarian? Ataukah sekadar jeda dari absurditas yang tak tertanggungkan?


Kitab ini berhenti pada nada lega, tapi bukan kemenangan. Seperti seseorang yang diseret dari pusaran arus: selamat, tapi gemetar, basah, dan masih dihantui rasa takut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun