Perkembangan dunia digital makin hari makin pesat. Informasi apa saja bisa kita unduh, bisa kita baca, bisa kita dengarkan atau lihat dalam waktu yang begitu singkat. Tentu saja hal ini bisa memberikan dampak positif, karena bisa menambah literasi kita. Namun, apa jadinya jika informasi yang disebarkan dengan begitu pesat itu mengandung konten negative, mengandung kebencian, bernuansa provokatif dan berisi informasi bohong alias hoaks? Tentu dampaknya akan sangat mengerikan.
Begitu vulgar kebencian dipertontonkan di media sosial. Begitu mudahnya orang saling menyalahkan, hanya karena informasi yang belum tentu benar. Akibatnya, saling caci, saling hasut, dan saling hujat menjadi hal yang biasa di dunia maya. Hal ini bisa berpotensi melahirkan konflik di dunia nyata. Dan kita semua, pernah punya pengalaman terkait konflik di dunia maya berujung pada konflik di dunia nyata.
Provokasi ini dulu sering dilakukan oleh kelompok radikal, ketika mempropagandakan radikalisme di dunia maya. Kelompok ini seringkali menyalahkan pihak-pihak yang berseberangan dengan dirinya. Kelompok ini juga serijgkali menyalahkan pemerintah, karena dianggap bagian dari produk demokrasi, yang menjadi bagian dari kafir. Berbagai pembenaran terus dimunculkan. Tak jarang mereka membawa ayat-ayat suci, yang membuat sebagian masyarakat kebingungan.
Sementara, Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi. Berbagai macam suku, agama dan budaya yang tersebar dari Aceh hingga Papua, membuat banyak orang mempunya latar belakang yang berbeda. Belum lagi ditambah tingkat pendidikan yang berbeda, mempengaruhi pola pikir yang berbeda pula. Tak heran, jika disulut provokasi dan sentimen SARA, mudah sekali membuat amarah masyarakat langsung meluas.
Untuk itulah, mari kita saling mengingatkan, bahwa tak perlu lagi saling bertengkar yang tidak ada gunanya. Bayangkan, antar sesama teman bisa memutus tali pertemanan hanya karena persoalan yang sederhana. Antar keluarga bisa saling bermusuhan, hanya karena perbedaan pandangan. Antar sesama tetangga bisa saling bermusuhan, hanya karena perbedaan ini atau itu.
Dalam ajaran agama apapun, dianjurkan untuk menjauhi pertengkaran. Karena bisa mendekatkan diri pada perilaku-perilaku yang menyesatkan. Adat istiadat yang tersebar dari Aceh hingga Papua, juga tidak ada yang mengajarkan pertengkaran. Bahkan, ada tradisi rekonsiliasi jika terjadi pertengkaran. Ketika terjadi perbedaan pendapat atau pandangan pun, juga ada mekanisme musyawarah untuk mendapatkan solusi. Jika masih ada orang saling seteru, saling tengkar, sungguh sangat disayangkan dan jauh dari budaya Indonesia.
Mari gelorakan semangat persaudaraan. Karena meski kita semua berbeda, sejatinya kita masih bersaudara. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan pertolongan orang lain, harus saling interaksi satu dengan lainnya.Â
Mari gelorakan nilai-nilai kearifan lokal, agar kita senantiasa saling menghargai dan menghormati, menjauhkan diri dari perilaku buruk yang bisa merusak perdamaian yang telah tercipta. Ingat, bagaimana Indonesia kedepan tergantung dari perilaku kita sebagai warga negara. Jika kita mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan, tentu akan tercipta sebuah peradaban yang diinginkan semua pihak. Salam.