Mohon tunggu...
Halim Pratama
Halim Pratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - manusia biasa yang saling mengingatkan

sebagai makhluk sosial, mari kita saling mengingatkan dan menjaga toleransi antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Stop Perang Hoaks dan Kebencian di Dunia Maya

19 Januari 2019   11:20 Diperbarui: 19 Januari 2019   11:27 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Hoax - piah.com

Bohong, bohong, bohong, itulah perilaku yang sering kita lihat di tahun politik ini. Jelang debat, pada saat debat, hingga setelah debat capres dan cawapres kemarin, produksi hoax dan kebencian masih terjadi. Entah apa yang terjadi dengan sebagian masyarakat kita ini. 

Sistem demokrasi yang digunakan untuk memilih pemimpin yang amanah, jujur, dan bertanggung jawab ini, menjadi ternoda lantaran maraknya kebencian dan kebohongan. Ironisnya, perilaku yang tidak baik ini justru banyak muncul dari para timses. 

Hampir dari kedua belah pihak berkontribusi menyebarkan bibit kebencian dan berita bohong. Ketika polisi berhasil menangkap oknum penyebar hoax tersebut, semua pihak berlomba-lomba tidak mengakui dan meminta maaf.

Sungguh ironis, perilaku elit politik semestinya bisa memberikan pendidikan politik yang baik ke masyarakat. Yang terjadi justru sebaliknya. Media sosial yang awalnya lebih banyak digunakan anak muda untuk berinteraksi, saling bertukar informasi, kini justru penuh dengan pesan-pesan kebencian dan berita bohong. Entah apa maksudnya. Yang jelas penyebaran bibit kebencian dan kebohongan ini berpotensi akan menghancurkan Indonesia, jika terus dibiarkan.

Sekali lagi, mari kita hentikan penyebaran hoax dan kebencian di dunia maya. Selain tidak baik, perilaku ini melanggar hukum. Bagi para penyebar hoax bisa diancam pasal berlapis. Penyebar hoax bisa dikenakan pasal ujaran kebencian yang diatur dalam KUHP dan UU di luar KUHP. Ujaran kebencian ini meliputi pencemaran nama baik, penghinaan, penistaan, provokasi, penghasutan, perbuatan tidak menyenangkan dan penyebaran berita bohong.

Mari kita introspeksi. Hilangkan kebiasaan mendistribusikan pesan tanpa melakukan cek dan ricek terlebih dulu. Informasi bencana dibuat hoax, informasi politik dibuat hoax, informasi apapun mulai sering dijadikan komoditas untuk memproduksi hoax. 

Ingat, ancaman hukuman di depan mata jika kalian masih terus menebar informasi bohong dan kebencian. Gunakan logika kalian. Adakah dampak positif dari penyebaran hoax dan kebohongan ini?

Lihat kasus Buni Yani, kasus Ratna Sarumpaet, dan yang teranyar adalah kasus hoax 7 kontainer berisi surat suara tercoblos. Semuanya mengantarkan pada penjara. Dan informasi tersebut telah membuat banyak orang saling mencaci, saling menuduh, saling menghujat dan masih banyak lagi perilaku tidak baik muncul akibat penyebaran informasi hoax dan kebencian. 

Masyarakat kita yang tingkat literasinya masih rendah, banyak yang menjadi korban provokasi. Informasi bohong tersebut dianggap sebuah kebenaran, karena disampaikan oleh tokoh politik, tokoh masyarakat, bahkan tokoh agama.

Ayo kita saling mengingatkan. Ayo kita terus ingatkan bahwa kita punyai nilai-nilai kearifan lokal yang bisa merekatkan keragaman yang ada. Bukankah lebih indah jika antar pemeluk agama, bisa saling berdampingan? Bukankah lebih bijak jika antar pendukung paslon tidak saling hujat dan mencaci? 

Mari kita saling berdampingan tanpa harus mempermasalahkan apa pilihan politik kita, tanpa harus menanyakan apa agama dan latar belakang kita. Karena semua manusia dimuka bumi ini pada dasarnya sama di mata Tuhan. Yang membedakan adalah kadar keimannnya. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun