Mohon tunggu...
Munawar Khalil
Munawar Khalil Mohon Tunggu... Insinyur - ASN, Author, Stoa

meluaskan cakrawala berpikir, menulis, menikmati kehidupan yang singkat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Materi dan Ilmu; Menakar Indeks Kebahagiaan

19 Agustus 2021   19:33 Diperbarui: 19 Agustus 2021   19:40 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat belum memiliki mobil kita membayangkan betapa luar biasanya punya mobil, lalu kita membeli mobil. Setelah punya mobil, ternyata kok biasa saja ya. Tidak seluar biasa seperti yang kita bayangkan sebelumnya. Kita tidak puas kemudian kita menginginkan lagi yang lebih dari itu.

Saat belum memiliki jabatan kita membayangkan betapa luar biasanya jika kita punya jabatan, lalu kita punya jabatan. Setelah punya jabatan, kok ya biasa juga, tidak seluar biasa seperti sebelum kita punya jabatan. Kita tidak puas lalu kita menginginkan yang lebih dari itu.

Saat pasangan masih satu kita membayangkan betapa luar biasanya jika punya dua. Lalu kita punya dua. Setelah punya dua kok ya biasa saja lagi. Kemudian kita ingin tiga.

Saat belum popular kita membayangkan betapa nikmatnya eksis dan menjadi popular. Berusaha lah kita eksis. Setelah eksis, kembali lagi kok biasa saja, tidak seluar biasa seperti bayangan kita sebelum eksis.

Setelah dipikir-pikir. Kok hidup itu seperti mengulang sesuatu yang sama dan begitu-begitu saja ya. Hanya tempat, waktu, dan mungkin level saja yang berbeda. Perasaan? Rasanya sama saja. Entahlah bagi mereka yang kebetulan hidupnya biasa saja. Tidak mengalami apapun, datar untuk menua, kemudian mati tanpa makna.

Tapi ada satu konsep menurut saya yang berbeda. Apa itu; memiliki ilmu pengetahuan. Betul kita juga akan merasa penasaran, kurang terus dengan apa yang sudah kita ketahui, karena ilmu juga tidak terbatas. Tapi dalam perjalanannya justru puncak kebahagiaan terdapat pada keingintahuan itu sendiri.

Artinya, 4 komponen materi seperti harta, jabatan, pasangan, dan popularitas tadi itu memiliki batas dalam pencapaiannya, sementara ilmu itu tidak terbatas. Orang yang berilmu memiliki ruang untuk berbahagia jauh lebih besar dibanding yang memiliki materi ketika kita sudah mendapatkannya. Ringkasnya, ketidakpuasaan dalam menuntut ilmu itu lebih baik dan menyenangkan ketimbang ketidakpuasan setelah mendapatkan materi.

Terus apakah mengejar materi itu tidak perlu? Bukan, materi itu juga perlu. Yang tidak perlu adalah mengejar materi mati-matian dengan berbagai cara hingga menyingkirkan orang lain. Karena ia akan menjadi biasa saja. Sementara mengejar ilmu itu menjadikan pemikiran kita luar biasa.

Lalu apa yang kita kejar di dunia ini begitu tahu ternyata hidup kita itu hanya mengulang kisah yang sama dan begitu-begitu saja? Pertanyaan kali ini saya pun sulit untuk menjawabnya. Karena indeks dan perpsektif bahagia setiap orang itu berbeda.

Eh....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun