Mohon tunggu...
Huda
Huda Mohon Tunggu... pekerja bebas

Pengamat fenomena sosial ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan, menyenangi keberagaman dan keadilan dalam berbangsa bermasyarakat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Koperasi Merah Putih, Mampukah Mengakselerasi Pembangunan Kelautan dan Perikanan?

21 April 2025   08:00 Diperbarui: 20 April 2025   17:04 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemerintah Indonesia, melalui Presiden Prabowo Subianto, menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 pada 27 Maret 2025 yang berisi perintah untuk mempercepat pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Program ini ditujukan untuk memperkuat ekonomi kerakyatan, mengurangi kesenjangan antara desa dan kota, serta mendorong kemandirian pangan, industri agro-maritim, dan ketahanan ekonomi masyarakat desa.

Program ini menargetkan pembentukan 80.000 koperasi di seluruh Indonesia, dengan masing-masing koperasi mendapat dukungan dana sebesar Rp5 miliar. Total anggaran yang disiapkan pemerintah mencapai Rp400 triliun, yang bersumber dari APBN 2025. Pemerintah juga akan memberikan insentif tambahan bagi desa atau kelurahan yang cepat dan aktif dalam membentuk koperasi.

Untuk pelaksanaannya, pemerintah menetapkan target legalisasi koperasi hingga akhir Juni 2025. Peluncuran resminya akan dilaksanakan pada 12 Juli 2025, yang bertepatan dengan Hari Koperasi Nasional. Sebagai bagian dari persiapan, pelatihan untuk para pengelola koperasi akan dimulai pada bulan Agustus 2025, dengan anggaran pelatihan mencapai Rp1,2 triliun.

Dari sisi sumber daya manusia, pembentukan koperasi ini akan melibatkan sekitar 400 ribu pengurus, 1,2 juta pengelola, dan 240 ribu pengawas internal. Kementerian Koperasi dan UKM juga telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2025 sebagai panduan teknis pembentukan koperasi ini, mulai dari sosialisasi ke masyarakat hingga proses perizinan.

Koperasi Merah Putih ini juga direncanakan akan terintegrasi dengan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) guna memperkuat sinergi antara berbagai badan usaha lokal di desa. Petunjuk pelaksana terkait integrasi ini akan dikeluarkan oleh Kementerian Desa agar pengelola koperasi dan BUMDes dapat saling mendukung dan berbagi peran dalam penguatan ekonomi lokal.

Dampak yang diharapkan dari program ini antara lain adalah mengurangi peran tengkulak dalam distribusi hasil pertanian, meningkatkan akses petani terhadap modal dan pasar, serta menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan. Pada akhirnya, program ini bertujuan untuk mengurangi kemiskinan ekstrem di daerah-daerah terpencil dan mempercepat pertumbuhan ekonomi berbasis desa.

Koperasi Merah Putih memiliki peluang besar untuk memperkuat sektor kelautan dan perikanan di Indonesia, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan kecil. Melalui koperasi, para nelayan dapat memiliki akses yang lebih mudah terhadap modal usaha, alat tangkap, dan kebutuhan operasional lainnya. Dengan pengelolaan koperasi yang transparan dan profesional, para nelayan juga bisa terbebas dari ketergantungan pada tengkulak dan mendapatkan harga jual yang lebih adil bagi hasil tangkapan mereka.

Selain itu, koperasi dapat menjadi motor penggerak dalam membangun rantai nilai produk kelautan. Tidak hanya menjual ikan segar, koperasi dapat memfasilitasi pengolahan hasil laut menjadi produk bernilai tambah seperti ikan asap, abon, atau produk beku siap saji. Peran koperasi juga penting dalam distribusi dan pemasaran, termasuk membuka peluang untuk ekspor produk laut melalui pendekatan kolektif yang memenuhi standar internasional.

Koperasi Merah Putih juga bisa menjadi jalur penyaluran berbagai bantuan dan program pemerintah, seperti subsidi BBM, bantuan alat tangkap ramah lingkungan, dan pelatihan usaha perikanan. Hal ini akan sangat membantu meningkatkan efisiensi dan produktivitas nelayan, sekaligus memperkuat kemandirian pangan laut di tingkat lokal. Dengan pengelolaan yang baik, koperasi juga dapat menjadi instrumen utama dalam menjaga kestabilan harga ikan dan menjamin ketersediaan protein laut bagi masyarakat.

Namun demikian, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi. Salah satu tantangan terbesar adalah keterbatasan sumber daya manusia, terutama dalam hal manajemen koperasi, pengelolaan keuangan, dan strategi pemasaran. Banyak koperasi yang dibentuk secara cepat mungkin belum memiliki tenaga profesional yang memadai. Selain itu, meskipun pemerintah menyediakan anggaran besar, penyaluran dan pengelolaan dana koperasi harus dilakukan secara transparan agar tidak menimbulkan konflik internal atau penyimpangan.

Tantangan lain adalah keterbatasan infrastruktur di banyak daerah pesisir, seperti minimnya cold storage, pelabuhan pendaratan ikan, serta akses transportasi dan listrik yang masih terbatas. Di sisi lain, proses legalisasi koperasi dan perizinan usaha perikanan masih rumit dan membutuhkan waktu, terutama di wilayah-wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Koperasi juga harus mampu bersaing dengan rantai pasok lama yang dikuasai oleh tengkulak dan perusahaan besar, yang seringkali memiliki modal dan jaringan pasar yang lebih kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun