Mohon tunggu...
Hakim Esbe Mulyono
Hakim Esbe Mulyono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

"Tak peduli seberapa cepat anda melangkah; jika anda salah arah, anda tetap harus kembali ke kilometer nol. Tak peduli seberapa lambat anda melangkah; jika arah anda benar, anda akan tetap sampai di tujuan." (HSBM)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lelaki Misterius di Tangga Masuk Masjid Sunda Kelapa

12 Oktober 2017   12:40 Diperbarui: 12 Oktober 2017   22:53 1234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sore itu, di tahun 2000, saya melihat seorang lelaki duduk di tangga masuk masjid Sunda Kelapa, Jakarta. Ia duduk sendirian di salah satu anak tangga. Penampilannya biasa saja. Berbaju putih lengan panjang dan celana hitam di bawah lutut. Rambutnya gondrong dan mulutnya komat-kamit. Ia bicara sendiri seakan di depannya ada orang lain, padahal tak ada. Orang-orang lalu lalang mengabaikannya; mengganggap hal biasa. Mungkin orang-orang mengira ia orang gila. Pada tahun itu, memang banyak orang gila seusai peristiwa krismon.

Seingat saya, pada saat itu ponsel masih menjadi barang mewah dan teknologi bluetooth yang memungkinkan komunikasi nirkabel lewat headset yang terpasang di telinga juga belum begitu populer. Namun ditinjau dari masa kini, apa yang dilakukan orang itu seperti orang yang sedang berkomunikasi nirkabel via bluetooth tanpa menyentuh perangkat ponsel. Sekarang, jika kita melihat ada orang duduk di tangga masjid sedang berbicara sendiri, kita tak lantas menyangkanya gila, siapa tau dia sedang berkomunikasi dengan orang lain lewat headset nirkabel.

Pertanyaannya: bagaimana mungkin seseorang di tahun 2000 telah bisa melakukannya?

TUBUH MANUSIA ADALAH GELOMBANG

Sudah sejak lama manusia menemukan manfaat frekuensi gelombang yang menjadi dasar penemuan radio dan televisi. Gelombang ini tak bisa dilihat, tak memiliki warna, tak berbau, dan tak bisa disentuh panca indra; tetapi ada. Manusia modern meyakini keberadaan gelombang radio meskipun berdasarkan pengalaman ia tak pernah melihat warnanya, tak bisa mencium baunya, dan tak pernah menyentuhnya. Manusia modern meyakini adanya gelombang radio karena telah berhasil menangkapnya dengan antena dan mengubahnya menjadi suara atau gambar. Gelombang radio membuktikan bahwa sesuatu yang tak kasat mata bukan berarti tidak ada. 

Seandainya kita bisa melihat gelombang radio dengan mata kita, maka hidup kita akan terganggu oleh berbagai penampakan yang semrawut tepat di depan mata kita. Kita akan kesulitan menerapkan fokus karena gangguan visual tepat di depan hidung kita. Nyaris di manapun kita berada, kini perangkat modern telah membantu kita untuk menangkap gelombang tersebut dan mengubahnya menjadi sesuatu yang bisa didengar dan dilihat.

Dalam tataran quantum, seluruh yang terlihat pada dasarnya adalah gelombang, tak terkecuali tubuh manusia. Segala yang tampak oleh mata, termasuk tubuh manusia, tersusun oleh atom-atom. Atom-atom ini jika diurai hingga bagian yang terkecil, akan menyisakan partikel yang bersifat materi sekaligus gelombang. Dengan kata lain, tubuh manusia adalah gabungan gelombang yang teramat banyak yang memungkinkan materinya terlihat oleh mata. Di balik apa yang terlihat, tubuh manusia adalah gelombang. 

Sebagai gelombang, tubuh manusia bisa berinteraksi dengan gelombang. Gelombang yang menjadi tubuh manusia, yang dimensinya terbatas, secara teoritis, bisa berinteraksi dengan gelombang di alam semesta yang manusia tak mengetahui batasnya. Manusia modern memang membutuhkan alat bantu untuk berinteraksi dengan gelombang tak tampak ini, namun ini tidak membuktikan bahwa tubuh manusia itu sendiri tidak bisa berinteraksi langsung dengannya. Jika antena perlu menyamakan frekuensi agar bisa menangkap dan memanfaatkan gelombang, tubuh manusia pun perlu upaya yang sama untuk menangkap dan memanfaatkan gelombang. Masalahnya, selain sudah tergantung dengan alat bantu penangkap gelombang, manusia modern tak pernah diajarkan bagaimana cara menangkap gelombang dengan tubuhnya sebagai antena.

TERCELUP DALAM LAUTAN GELOMBANG

Dalam tataran quantum, seluruh penampakan alam semesta bagaikan lautan gelombang. Ke mana pun wajah diarahkan, manusia akan menemui gelombang. Di luar tubuh manusia ada gelombang, di dalam tubuhnya sendiri juga gelombang.

Pada titik pembahasan ini, saya menganalogikan tubuh kasar manusia dibandingkan alam semesta bagaikan bongkahan es di dalam lautan. Lautan adalah air dan bongkahan es itu sendiri juga air; air yang membeku. Luar dalam bongkahan es tersebut adalah air. Itulah kenapa tidak tepat jika dikatakan bahwa manusia berada di dalam gelombang, karena luar dalam sama-sama gelombang. Istilah yang mendekati adalah pernyataan bahwa gelombang menyertai kehidupan manusia; luar dalam. Meliputi namun tidak terbatas pada dimensi tubuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun