Mohon tunggu...
Hakiem Syukrie
Hakiem Syukrie Mohon Tunggu... -

periset pada Bayt Al-Qur'an & Museum Istiqlal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seminar Internasional Al-Quran: Menghidupkan Ilmu, Budaya dan Kajian Kequr'anan

2 September 2016   15:11 Diperbarui: 3 September 2016   06:49 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta dan Pembicara berfoto bersama. Seminar Internasional Al-Qur'an

Sekilas Seminar Internasional Al-Qur'an

Seminar Internasional Al-Qur`an ditutup oleh Dr. Muchlis M. Hanafi, ketua Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an (1/9). Acara ini diselenggarakan selama tiga hari dari tanggal 30 Agustuss.d. 1 September 2016 di Hotel Aryaduta Jakarta oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMA), Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI dengan tema “Peran Mushaf Al-Qur`an dalam Membangun Peradaban Islam dan Kemanusiaan”. Tema ini diangkat dalam rangka memperingati 1450 tahun turunnya Al-Qur`an ke muka bumi.

Seminar diikuti oleh 120 peserta dari delapan negara, yaitu Mesir, Yordania, Lebanon, Pakistan, Malaysia, Singapura, Iran dan Indonesia. Sebanyak 37 paper tentang permushafan disajikan dan dibahas dalam seminar, antara lain tentang rasm (tulisan), syakl dan dhabth (tanda baca), tanda-waqf, ilmu tajwid, ilmu qira’at, seni kaligrafi dan hiasan iluminasi mushaf,  seni bacaan Al-Qur`an, mushaf kuno, terjemahan Al-Qur`an, kebijakan pemerintah beberapa negara dalam hal pentashihan, percetakan, pengawasan dan sebagainya.

Para peserta seminar sepakat menetapkan beberapa butir penting dari pengarahan Bapak Menteri Agama sebagai pertimbangan utama. Butir-butir tersebut adalah:

  1. Pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang sangat besar terkait pelayanan kitab suci, bukan hanya dengan berupaya keras menjamin kesahihan teksnya, tetapi juga kesahihan maknanya.
  2. Dalam memberikan pelayanan kitab suci Al-Qur`an, terkait pentashihan dan pengawasan peredaran mushaf Al-Qur`an pemerintah menetapkan sejumlah regulasi. Sebagai pedoman dalam pentashihan, pada tahun 1984 pemerintah melalui Menteri Agama telah menetapkan Mushaf Al-Qur`an Standar Indonesia yang menjadi pedoman penerbitan Al-Qur`an di Indonesia.
  3. Mushaf Standar ini merupakan hasil kajian para ulama Indonesia dalam rentang waktu yang cukup lama dengan merujuk pada sejumlah literatur otoritatif (mu’tabar), dengan berbagai pertimbangan, dalam menetapkan rasm, dhabth dan waqaf-ibtida. Sebagai sebuah hasil kajian tentu terbuka peluang untuk didiskusikan. Menteri Agama berharap mushaf standar Indonesia mendapat masukan dari para ulama pakar Al-Qur`an yang datang dari berbagai berbagai negara Islam, sehingga mushaf Indonesia dapat menjadi salah satu rujukan penting dunia Islam dalam penulisan mushaf, yang memberi kemudahan dalam membacanya, terutama bagi Muslim non-Arab. Tentu, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah ilmiah dalam penulisannya.

REKOMENDASI SEMINAR

Prof. Dr. KH. Sayyid Aqil Husein AL-Munawar membacakan Rekomendasi Seminar.
Prof. Dr. KH. Sayyid Aqil Husein AL-Munawar membacakan Rekomendasi Seminar.
setelah mengikuti seluruh rangkaian kegiatan, dengan memperhatikan pengarahan dan sambutan Menteri Agama RI, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, para narasumber, dan pemikiran yang berkembang dari para peserta, Seminar Internasional Al-Qur`an mencatat dan merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, Para peserta bersepakat, sebagaimana kesepakatan umat Islam sejak masa Shahabat sampai masa kini, untuk menjadikan rasm (bentuk tulisan) dalam mashâhifusmaniyyah sebagai rujukan dan pedoman dalam penulisan mushaf Al-Qur`an, dengan tanda baca (syakl dan dhabth) dan tanda waqaf (waqf-ibtida) yang merujuk kepada sumber-sumber yang otoritatif.

Kedua, Sejak ditetapkannya Mushaf Standar Indonesia dalam Muker Ulama Al-Qur’an pada tahun 1983 dan dikukuhkan melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 25/1984 sebagai pedoman pentashihan dan penerbitan Al-Qur’an di Indonesia, mushaf ini belum pernah dikaji ulang.

Upaya-upaya kajian secara parsial sudah dilakukan pada tahun 1999/2000 terkait rasm, dan pada tahun 2007 terkait penamaan surah dan penetapan makkiyyah-madaniyyah. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian secara komprehensif oleh sebuah tim yang terdiri dari para ulama Al-Qur`an yang kompeten, baik dari dalam maupun luar negeri, dalam rangka mengembangkan Mushaf Standar Indonesia dari berbagai aspeknya. Catatan yang disampaikan oleh para ulama dari berbagai negara terkait dengan teknis penulisan dalam mushaf Standar Indonesia menjadi masukan penting yang akan dipertimbangkan dalam pengembangan Mushaf Standar.

Ketiga, Mushaf al-Qur’an Standar Indonesia tidak hanya dipakai oleh masyarakat Muslim Indonesia, namun juga oleh masyarakat muslim di berbagai negara, terutama yang ada di Asia Tenggara. Mengingat adanya perbedaan dalam menetapkan mushaf standar, dan masing-masing negara memiliki kebijakan terkait pentashihan, percetakan dan pengawasan peredaran mushaf Al-Qur`an, maka perlu dibangun kesepahaman dan kerja sama antara Negara serumpun, baik melalui pertemuan formal maupun informal.Bahkan kerja sama pentashihan mushaf Al-Qur`an juga perlu dilakukan dengan negara-negara Islam di belahan dunia lainnya.

Keempat, Perhatian umat Islam Indonesia terhadap mushaf Al-Qur`an begitu sangat tinggi dalam hal bacaan, hafalan, pemahaman dan pengamalan. Pembelajaran Al-Qur`an di berbagai lembaga pendidikan juga meningkat secara signifikan. Meski demikian, pengetahuan tentang aspek rasm, syakl-dhabth, waqaf-ibtida, `addulây (penghitungan ayat), qirâ`ât dan aspek teknis lainnya tidak banyak diketahui orang secara mendalam, dan tidak berkembang, termasuk di kalangan akademisi dan ulama Al-Qur`an. Oleh karenanya sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar, pemerintah Indonesia perlu menghidupkan dan mengembangkan disiplin ilmu tersebut di berbagai lembaga pendidikan, serta mensosialisasikan-nya kepada masyarakat luas, antara lain dengan;

  • Membuka lembaga pendidikan khusus studi Qira`at dan ilmu-ilmu Al-Qur`an seperti yang ada di beberapa negara Islam lainnya.
  • Menambah cabang hafalan Al-Qur`anqira`atsab`(dengan juz tertentu) ditambah 30 juz Al-Qur`an riwayat hafsh, selain cabang qira`at tertentu dalam tilawah mujawwad, dalam Musabaqah Tilawatil Qur`an (MTQ).
  • Memperkenalkan ragam bacaan (qirâ`at) Al-Qur`an melalui radio, televisi media lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun