Mohon tunggu...
Dian Kusumanto
Dian Kusumanto Mohon Tunggu... Warga Perbatasan

Berbagi Inspirasi dari Batas Negeri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menghadapi Krisis Beras, Antara Jepang Dan Indonesia

11 April 2025   09:55 Diperbarui: 11 April 2025   09:55 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jepang Darurat Beras, Harga Nyaris Rp400 Ribu per 5 Kg (law-justice.co)

Apa saja perbedaan Indonesia dan Jepang dalam menghadapi krisis beras nasional di dalam negerinya masing-masing ?

Perbedaan antara Indonesia dan Jepang dalam menghadapi krisis beras nasional cukup mencolok, karena keduanya memiliki kondisi geografis, sosial, ekonomi, dan kebijakan pangan yang berbeda. Berikut beberapa perbedaan utama:

1. Kebijakan Ketahanan Pangan

Indonesia:

  • Mengandalkan produksi dalam negeri dari petani lokal, tapi kerap mengimpor beras saat produksi menurun.
  • Ada Bulog (Badan Urusan Logistik) yang bertugas menjaga stok dan harga beras.
  • Pemerintah menerapkan subsidi pupuk dan program bantuan langsung berupa beras (Rastra/BPNT).
  • Cenderung reaktif, bukan preventif, dalam merespons krisis (misal: impor baru dilakukan setelah harga naik tinggi).

Jepang:

  • Sangat proteksionis, menjaga produksi beras domestik dengan subsidi besar dan tarif impor tinggi.
  • Pemerintah menjaga harga beras tetap tinggi untuk melindungi petani.
  • Menerapkan sistem stok nasional (rice reserve) untuk mengantisipasi krisis.
  • Jepang juga memiliki kebijakan pengurangan lahan tanam (set-aside policy) saat produksi melimpah, untuk menghindari oversupply.

2. Ketergantungan pada Impor

Indonesia:

  • Sering bergantung pada impor, terutama dari Thailand, Vietnam, Pakistan, dan India saat panen gagal atau stok nasional menipis.

Jepang:

  • Hampir tidak bergantung pada impor untuk konsumsi harian. Impor lebih banyak untuk kebutuhan industri atau sebagai cadangan darurat.
  • Jepang hanya mengimpor sesuai dengan komitmen WTO (sekitar 770.000 ton/tahun), tetapi tidak digunakan untuk konsumsi luas.

3. Budaya Konsumsi

Indonesia:

  • Beras adalah makanan pokok utama, dikonsumsi oleh hampir semua masyarakat dari semua kalangan.

Jepang:

  • Beras juga makanan pokok, tetapi konsumsi beras per kapita menurun sejak tahun 1970-an karena pola makan menjadi lebih beragam (banyak mengonsumsi roti, mie, dll).

4. Pengelolaan Krisis

Indonesia:

  • Krisis seringkali terjadi akibat cuaca ekstrem, gagal panen, inflasi harga, atau kebijakan yang tidak tepat waktu.
  • Penanganannya sering berupa impor mendadak dan operasi pasar oleh Bulog.

Jepang:

  • Jepang lebih siap karena memiliki cadangan pangan strategis dan manajemen logistik yang baik.
  • Responnya lebih terencana dan sistematis, karena perencanaan pangan terintegrasi dengan pertanian dan logistik nasional.

5. Pendekatan Jangka Panjang

Indonesia:

  • Sering kali berfokus pada solusi jangka pendek (seperti impor dan bansos).
  • Investasi dalam pertanian ada, tetapi tidak selalu konsisten dan masih banyak ketergantungan pada cuaca.

Jepang:

  • Mendorong teknologi pertanian modern, regenerasi petani, dan efisiensi produksi.
  • Pemerintah Jepang juga mempromosikan produksi lokal untuk konsumsi lokal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun