Mojokerto, 19 Juli 2025 - Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya yang tengah menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjungkenongo, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, menggelar sosialisasi dan pelatihan pembuatan kerajinan dari kain perca bagi ibu-ibu anggota PKK setempat. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas sekaligus membuka peluang pendapatan tambahan melalui pemanfaatan limbah kain perca yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Program yang dilaksanakan pada tanggal 19 Juli 2025 ini mendapat sambutan hangat dari ibu-ibu PKK Desa Tanjungkenongo. Mereka antusias mengikuti pelatihan yang mengajarkan cara mengolah kain perca menjadi berbagai produk bernilai jual seperti tas, dompet, bros, gantungan kunci, boneka, taplak meja, bantal, guling, dll.
Mahasiswa KKN memberikan pelatihan mulai dari pengenalan bahan dan alat, teknik menjahit, merancang pola, hingga finishing produk. Selain itu, peserta juga dibekali dengan strategi pemasaran, termasuk pemanfaatan media sosial untuk memperluas jangkauan pasar.
Sejak lama, kain perca yang berserakan di rumah-rumah warga hanya dianggap sebagai limbah tak berguna. Namun, mahasiswa KKN membawa inovasi atau ide kreatif yang sederhana tapi bermakna. Mereka percaya, dengan sedikit sentuhan keterampilan dan kreativitas, kain perca itu bisa berubah menjadi produk bernilai jual yang mampu menambah penghasilan keluarga.
Ahmad Ubaidillah selaku ketua sub kelompok 4, membuka pelatihan dengan penuh antusiasme. Ia menjelaskan bahwa program ini bukan sekadar belajar menjahit, melainkan sebuah langkah pemberdayaan ekonomi bagi ibu-ibu PKK. “Kami ingin mengajak ibu-ibu untuk melihat kain perca bukan sebagai sampah, tapi sebagai bahan baku peluang usaha,” ujarnya sambil tersenyum.
Pelatihan dimulai dengan pengenalan berbagai alat dan bahan yang akan digunakan. Ibu Emi Faisah selaku Ibu Kepala Desa sekaligus salah satu anggota PKK, awalnya tampak ragu. “Saya belum pernah membuat kerajinan seperti ini, takutnya tidak bisa dan hasilnya jelek,” katanya pelan. Namun, dengan bimbingan sabar dari para mahasiswa, perlahan ia mulai memahami teknik dasar menjahit dan merangkai kain perca menjadi bentuk-bentuk menarik.
Hari demi hari, ibu-ibu saling berbagi tips, mencoba berbagai pola, dan bereksperimen dengan warna kain perca yang beraneka ragam. Dari tas kecil yang cantik, dompet warna-warni, hingga taplak meja yang artistik, hasil karya mereka mulai menunjukkan kemajuan yang menggembirakan.
Tak hanya keterampilan teknis, mahasiswa juga mengajarkan cara memasarkan produk. Mereka membantu membuat katalog sederhana dan membuka akun media sosial untuk memperkenalkan kerajinan kain perca tersebut ke pasar yang lebih luas. “Pemasaran itu penting agar produk kita dikenal dan bisa dijual,” kata Ahmad.
Perubahan mulai terasa. Ibu Emi Faisah yang dulu ragu kini sudah mampu membuat beberapa produk sendiri dan mulai menjualnya ke tetangga sekitar. “Alhamdulillah, hasilnya lumayan. Bisa untuk tambahan uang belanja,” ujarnya dengan wajah cerah. Semangat yang sama juga dirasakan oleh ibu-ibu lain yang kini lebih percaya diri dan termotivasi.
Ibu Kepala Desa Tanjungkenongo, menyambut baik inisiatif ini. Ia melihat program pelatihan ini sebagai langkah strategis untuk mendorong kemandirian ekonomi masyarakat desa. “Ini bukan hanya soal kerajinan, tapi juga soal membangun semangat gotong royong dan kreativitas warga,” katanya.