Mohon tunggu...
Hairil Suriname
Hairil Suriname Mohon Tunggu... Institut Tinta Manuru

Bukan Penulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjaga Jejak Sejarah Bobo Isa : Dari Pusaka Kayu Rumah ke Peradaban Damai.

11 Juli 2025   21:13 Diperbarui: 11 Juli 2025   21:13 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok Yun : Suasana Rapat Desa Suka Damai Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.

Bobo Isa bukan tanah jajahan, bukan pula proyek pemerintah. Ia adalah anak kandung dari semangat kolektif warga Bobo yang datang dari Pulau Tidore. Ketika kakao tumbuh, jagung subur, singkong dan hasil tani dibawa ke pasar Ternate, itu bukan hanya transaksi ekonomi, tapi pernyataan eksistensi bahwa kami hidup, kami bangkit, kami terus berkembang.

Namun seperti sejarah pada umumnya, dinamika administratif pun hadir. Pada 2013, Bobo Isa resmi menjadi desa sendiri dengan nama baru, Desa Suka Damai. Perubahan ini adalah peristiwa linguistik dan ideologis sekaligus. Dari sebuah nama yang merepresentasikan asal-usul, kini nama itu mengandung harapan abadi yakni kedamaian. Nama yang menegaskan bahwa sejarah Bobo Isa adalah pernikahan suci antara keikhlasan Tobaru dan keteguhan warga Bobo, ditandai oleh semangat hidup berdampingan dengan damai hingga saat ini.

Di tengah perubahan itu, muncullah pemimpin, Jafar Hamisi. Ia adalah pembawa obor nilai yang diwariskan oleh Tete Runa, para tetua sebelumnya. Dengan prinsip kejujuran, cinta kasih, dan loyalitas terhadap tanah airnya. Secara kolektif saat ini, masyarakat sadar bahwa pembangunan bukanlah urusan batu dan semen, tapi soal etika dan keteladanan. Jafar dalam ulasan Alifan, mengutip pesan Tete Runa dalam bahasa Tidore :

"Soninga! Gahi gam ge gati gahi gura, gure hisa laha-laha, ua soho susu oyo joro." (Ingat! Membangun wilayah (Perkampungan) itu seperti berkebun, pagari dengan baik agar tak dimakan hama babi hutan)

Dok Unhy Suriname : Pemandangan Indah di Tanjung Nenas, Desa Suka Damai, Jailolo Selatan.
Dok Unhy Suriname : Pemandangan Indah di Tanjung Nenas, Desa Suka Damai, Jailolo Selatan.

Kalimat itu lebih dari petuah, tersirat sebagai filosofi peringatan, filosofi pembangunan dalam konteks pembangunan desa hari ini, "babi hutan" bisa berarti korupsi, perpecahan, atau lupa asal-usul. Karena pembangunan yang tak berpagar moral akan dirusak oleh kerakusan, oleh sumber kekacauan dari luar.

Saat ini, warga Suka Damai memiliki tanggung jawab moril untuk menjaga hubungan baik antara warga Akeara (Suku Tobaru) dan warga Tidore. Baca : (Berkunjung ke Desa Suka Damai dan Desa Akeara, Kecamatan Jailolo Selatan, Halmahera Barat (2))."

Ketika dunia sedang dilanda amnesia sejarah dan sibuk mengejar akselerasi tanpa arah, Suka Damai menawarkan alternatif. Sejarah yang hidup, yang menjadi guru, bukan sekadar arsip. Kisah ini menunjukkan bahwa pembangunan sejati tidak mungkin lahir dari dominasi, melainkan dari kolaborasi. Tidak mungkin abadi jika tak dilandasi kejujuran dan penghormatan atas tanah dan leluhur.

Sebagai generasi baru yang menikmati hasil dari peluh para pendahulu, kita punya dua tugas suci. Pertama, melanjutkan pembangunan dan menjaga sejarah. Karena sejarah bukan milik masa lalu, tapi pelita bagi masa depan, dan pelita itu harus kita jaga dari padamnya kesadaran.

Kedua, jangan pernah lelah mencatat, menyusun, dan merawat sejarah, karena bangsa yang kehilangan jejaknya akan tersesat di tengah kemajuan yang membutakan.

Tulisan ini, telah ditayang di media Reportmalut.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun