Mohon tunggu...
Hairatunnisa
Hairatunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Penikmat literasi dan fiksi dan kini tertarik pada isu wilayah dan kebijakan publik

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Menyelisik Sisi Lain Realitas Bisnis dalam Drama "Rikuoh"

30 Desember 2018   23:30 Diperbarui: 30 Desember 2018   23:33 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pasti ada sesuatu yang hanya dimiliki Kohazeya sehingga mampu bertahan selama ini," kata salah satu banker kepada Koichi Miyazawa, suntikan kata untuk sang direktur saat suntikan dana tak mungkin lagi diberikan bank.

Menyadari potensi perusahaan Kohazeya yang mampu memproduksi tabi kualitas baik yang nyaman dipakai membuat sang direktur banting stir untuk memproduksi sepatu lari yang hanya dapat diproduksi oleh perusahaan tabi miliknya. 

Sepatu lari tersebut akan senyaman tabi tatkala dipakai sehingga seolah-olah serasa berlari dengan bertelanjang kaki. Bahkan sepatu tersebut cocok dipakai dengan gaya berlari alami manusia (midfoot strike) yang minim menimbulkan cedera. Kohazeya melakukan diversifikasi produk dengan mengembangkan sepatu lari anti cedera agar perusahaannya bisa terus eksis di tengah modernisasi.

Sepatu lari produksi Kohazeya (mizuno.tw)
Sepatu lari produksi Kohazeya (mizuno.tw)
Keputusan sang direktur dalam menghadapi pasang surut bisnis mengingatkan kita pada kisah sukses Fujifilm dalam menghadapi ujian perkembangan zaman. Zaman yang terus berkembang ke arah digital menyebabkan terjadinya transisi medium penangkap gambar dari lembaran film menjadi sensor elektronik. 

Fujifilm yang merupakan perusahaan film fotografi segera banting stir dengan melakukan diversifikasi produk karena menyadari perusahaan tersebut tidak akan mampu bertahan dengan hanya mengandalkan penjualan film. 

Melalui pengalaman riset selama bertahun-tahun untuk mengetahui berbagai bahan kimiawi untuk pewarnaan dalam pembuatan film fotografi, Fujifilm secara berani membentuk divisi kosmetik yang ternyata kini menyumbangkan keuntungan besar pada perusahaan. 

Sayangnya Kodak yang merupakan pesaingnya sekaligus perintis dalam industri fotografi dan film justru terlambat mengatasi perubahan zaman. Perusahaan asal Amerika Serikat tersebut terus meredup hingga akhirnya mendeklarasikan kebangkrutannya di tahun 2012.

Cerita yang sama mungkin saja banyak dialami oleh pengusaha kita. Zaman yang kini berkembang dengan cepat melalui bantuan teknologi dan informasi mengakibatkan tantangan baru selalu bermunculan. 

Tentu saja modernisasi tersebut juga berimbas pada dunia bisnis. Misalnya saja, seiring dengan masifnya kehadiran online shop di era serba digital menyebabkan satu-persatu retail fashion PT Matahari Department diberitakan terpaksa ditutup. 

Kita berharap agar Matahari pun segera mengetahui cara agar dapat lulus ujian perkembangan zaman ini. Seperti halnya Fujifilm yang harus merumahkan sebagian besar pegawainya pada divisi film celluloid sebelum akhirnya dapat bangkit kembali melalui divisi kosmetiknya.

Pelajaran untuk menghadapi tantangan perubahan zaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun