Belakangan ini media sosial kembali dihebohkan oleh sebuah video yang menampilkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, seolah-olah menyebut bahwa guru adalah beban negara. Potongan video itu cepat menyebar dan memicu berbagai komentar, bahkan kemarahan dari sebagian masyarakat. Namun, benarkah Sri Mulyani pernah mengucapkan hal tersebut? Jawabannya: tidak. Video itu hanyalah hasil rekayasa teknologi yang dikenal dengan istilah deepfake.
Deepfake adalah teknologi berbasis kecerdasan buatan yang dapat memanipulasi wajah, suara, hingga gerakan seseorang sehingga terlihat seperti nyata. Jika digunakan untuk hiburan mungkin terlihat menarik, tetapi ketika dipakai untuk menyebarkan hoaks, dampaknya bisa sangat berbahaya. Kasus yang menimpa Sri Mulyani menjadi contoh nyata betapa teknologi modern dapat disalahgunakan untuk menjatuhkan nama baik seseorang sekaligus memicu keresahan publik.
Rekaman asli yang menjadi bahan manipulasi sebenarnya adalah pidato Sri Mulyani dalam forum Konvensi Sains dan Industri Indonesia di ITB. Dalam pidato tersebut, tidak ada satu pun kalimat yang menyebut guru sebagai beban negara. Justru, beliau menekankan pentingnya peran pendidikan dalam mendukung pembangunan bangsa. Sri Mulyani sendiri pernah berprofesi sebagai dosen, sehingga sangat tidak mungkin ia merendahkan profesi guru.
Kementerian Keuangan pun sudah memberikan klarifikasi resmi dan menegaskan bahwa video yang beredar merupakan hoaks. Bahkan, Sri Mulyani secara langsung menyatakan, “Guru adalah garda terdepan dalam mencetak generasi unggul. Tidak mungkin saya menyebut guru sebagai beban.” Sayangnya, masih ada masyarakat yang percaya dengan video palsu tersebut, sehingga menimbulkan kesalahpahaman yang berujung pada aksi protes di beberapa daerah.
Kasus ini mengajarkan kita dua hal penting. Pertama, betapa bahayanya penyalahgunaan teknologi deepfake dalam memengaruhi opini publik. Kedua, perlunya meningkatkan literasi digital agar masyarakat tidak mudah termakan isu menyesatkan. Di era informasi seperti sekarang, setiap orang bisa menjadi penyebar berita. Namun, tidak semua berita yang beredar di media sosial benar adanya. Oleh karena itu, masyarakat harus mampu memilah mana informasi yang valid dan mana yang palsu.
Sebagai warga negara yang kritis, kita dituntut untuk tidak langsung percaya pada setiap konten yang kita lihat. Periksa sumbernya, cari rujukan dari media terpercaya, dan pastikan ada klarifikasi resmi dari pihak terkait. Jika tidak, kita hanya akan menjadi bagian dari rantai penyebaran hoaks yang merugikan bangsa.
Lebih jauh, kasus ini juga menjadi peringatan bahwa hoaks tidak hanya menyerang individu, tetapi juga bisa menggoyahkan kepercayaan publik terhadap institusi negara. Jika masyarakat terus terprovokasi oleh informasi palsu, stabilitas sosial dapat terganggu. Oleh sebab itu, semua pihak harus ikut berperan dalam melawan penyebaran hoaks, mulai dari pemerintah, media, hingga masyarakat biasa.
Teknologi memang membawa kemudahan, tetapi jika digunakan dengan cara yang salah, hasilnya bisa berbahaya. Deepfake adalah salah satunya. Maka dari itu, kita perlu lebih bijak dalam menggunakan teknologi. Gunakanlah untuk hal-hal positif seperti pendidikan, hiburan, dan inovasi, bukan untuk menyebarkan kebencian atau menebar fitnah.
Pada akhirnya, hoaks tentang Sri Mulyani ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Jangan mudah terjebak oleh video yang terlihat meyakinkan. Jadilah masyarakat yang melek literasi digital, rajin memeriksa kebenaran informasi, dan tidak gampang terprovokasi. Dengan begitu, kita bisa menjaga persatuan bangsa sekaligus melindungi diri dari dampak buruk berita palsu.
Mari bersama-sama menjadi masyarakat yang kritis, cerdas, dan bijak dalam menerima informasi. Jangan mudah terkecoh oleh berita hoaks yang menyesatkan. Dengan memilah dan menyaring informasi, kita bisa menjaga persatuan bangsa serta melindungi diri dari manipulasi digital yang berbahaya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI