Mohon tunggu...
Hafizh Rijal
Hafizh Rijal Mohon Tunggu... Mahasiswa

assignment only

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Perspektif Filsafat Ilmu: Ilmu Sosial, dan Demografis"

18 April 2025   18:47 Diperbarui: 18 April 2025   18:47 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsuf Aristoteles & Plato (sumber: nationalgeographic.grid.id)

Sejak masa Yunani kuno, para ahli filsuf seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles telah mengkaji beberapa pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang manusia dan kehidupan bersama. Dasar pemikiran ini menciptakan benih Ilmu sosial yang akar asal nya dari moralitas, keadilan, dan bentuk ideal masyarakat.  Ilmu sosial mulai berkembang sebagai disiplin ilmiah pada abad ke-17 hingga 18 di masa Pencerahan (Enlightenment). Kala itu, revolusi ilmiah mengedepankan logika dan observasi yang mempengaruhi cara pandang terhadap masyarakat. Auguste Comte melakukan pendekatan positivistik dalam ilmu sosial, melalui metode ilmiah ia melihat masyarakat layaknya ilmu alam. Sementara itu Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber menawarkan pendekatan teoritis yang lebih kompleks.Dengan menggabungkan 3 aspek kehidupan seperti filsafat, ekonomi, dan sejarah untuk memahami dinamika sosial. Ilmu sosial menjadi jawaban dari kebutuhan memahami dunia yang terus berevolusi.

Dilihat dari sudut pandang eksakta, ilmu sosial dipandang berbeda karena objek kajiannya termasuk dalam aspek sosial yang bersifat subjektif dan dinamis, tidak selalu dapat diukur secara pasti. Pendekatan kuantitatif dapat menjadi solusi untuk mengkaji ilmu sosial melalui statistik, survei, dan eksperimen sosial, dapat disejajarkan dalam bentuk kerangka ilmiah. Namun, dikarenakan manusia bersifat kompleks dan kontekstual, pendekatan eksakta memiliki keterbatasan dalam memahami seluruh aspek sosial. Lain dengan kacamata seni, objek kajian nya dipandang sebagai sesuatu yang diekspresikan.  Dalam seni, ilmu sosial menjadi sumber inspirasi dan refleksi. Seperti melalui sebuah pentas drama, dapat menampilkan realitas kehidupan manusia yang masih terjadi ketimpangan sosial di lingkungan masyarakat.  

Kajian tentang disiplin ilmu demografi sudah ada sejak peradaban zaman kuno. Pada masa itu, disiplin ilmu demografi muncul di beberapa belahan dunia seperti peradaban Yunani, Romawi, Cina, dan India. Disiplin ini mengkaji terkait ilmu kependudukan secara keseluruhan. Tulisan-tulisan para filsuf(Herodotos, Thukydides, Hippokrates, Epikuros, Plato) menjadi bukti peninggalan demografi pada zaman Yunani kuno. Kajian yang menyerupai disiplin ilmu demografi ditemukan di Roma melalui bukti peninggalan tulisan-tulisan Cicero, Seneca, Columella. Sementara pada abad pertengahan, para pemikir seperti Ibnu Khaldun, dan Bartholomew telah mencetuskan  ide-ide klasik tentang demografi.

Ilmu demografi modern mulai berkembang pada abad ke-17. John Graunt dalam karyanya "Natural and Political Observations Made upon the Bills of Mortality"  (1662) berisikan analisis data mortalitas di London dan memperkenalkan konsep tabel kehidupan. Karya nya ini dianggap sebagai salah satu studi demografi pertama.

Praktik ilmu demografi sudah ada sejak masa kolonial Belanda.  Sensus pertama yang dilakukan oleh pemerintah kolonial adalah pada tahun 1920 dan 1930. Namun, sensus ini belum memenuhi standar sensus modern karena keterbatasan metodologi pada masa itu. Setelah merdeka, sensus penduduk mulai berjalan secara berkala setiap sepuluh tahun. Sensus pertama dilakukan pada tahun 1961. Data dari sensus ini menunjukkan pertumbuhan populasi yang signifikan, dari sekitar 60 juta jiwa pada tahun 1930 menjadi lebih dari 270 juta jiwa pada tahun 2020. Pada 1970, ilmu demografi di Indonesia mengalami perkembangan yang didukung oleh organisasi profesional seperti Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI), yang berperan dalam memajukan penelitian dan kebijakan kependudukan di Indonesia.

Jika kita kaji disiplin ilmu demografi melalui sudut pandang filsafat, terdapat 3 pilar filsafat yang menjadi metode kaji. Ditinjau dari ontologi, filsafat ilmu membahas tentang apa yang menjadi objek kajian suatu ilmu. Dalam konteks demografi populasi manusia menjadi objek kajian utama. Populasi manusia meliputi beberapa aspek lanjutan seperti jumlah, struktur, distribusi, dan perubahan penduduk akibat kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), dan migrasi. Disiplin ilmu demografi membantu menelaah aspek-aspek ini sebagai realitas data yang dapat diobservasi dan dianalisis secara sistematis.

Pilar epistemologi membahas tentang bagaimana pengetahuan diperoleh dan divalidasi. Demografi mengandalkan data empiris untuk membangun pengetahuan kolektif yang diambil melalui sensus, survei, dan registrasi kependudukan. Untuk menganalisa data-data survey perlu menggunakan metode kualitatif. Namun, demografi tidak hanya statistika kependudukan saja, ilmu ini juga mempertimbangkan konteks sosial, ekonomi, dan budaya dalam interpretasi data.

Pilar aksiologi menilai tujuan dari suatu ilmu. Dalam konteks demografi, ilmu ini memiliki tujuan praktis dalam membantu perencanaan dan pengambilan kebijakan publik yang berkaitan dengan kependudukan. Dengan menyediakan data dan analisis yang akurat, demografi berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, demografi juga memiliki nilai intrinsik dalam meningkatkan pemahaman kita tentang dinamika populasi manusia dan interaksinya dengan lingkungan sosial dan alam.

Pembelajaran ilmu demografi di Indonesia dan di luar negeri memiliki pendekatan yang cukup berbeda ditinjau dari beberapa aspek. Di Indonesia, ilmu demografi umumnya diajarkan di bawah kurikulum berfokus menekankan pemahaman statistik dasar dan analisis data untuk tujuan evaluasi program, serta sejalan dengan arah reformasi pendidikan nasional (Merdeka Belajar), meskipun tantangan masih perlu dihadapi dalam hal integrasi teknologi dan pendekatan interdisipliner (OECD, 2024). Program dari kurikulum ini berupa aplikasi praktis yang mendukung kebijakan pemerintah, terutama dalam perencanaan keluarga, migrasi, dan ketenagakerjaan. Sementara itu, di luar negeri, ilmu demografi diajarkan secara interdisipliner di berbagai universitas terkemuka. Australian National University, University of Oxford, dan London School of Economics, kurikulum nya tidak hanya menekankan analisis statistik lanjutan menggunakan perangkat lunak seperti R dan Stata, tetapi juga mengintegrasikan isu-isu global seperti perubahan iklim, migrasi internasional, dan kesehatan masyarakat. Kurikulum mereka cenderung lebih teoritis dan berorientasi pada penelitian, juga bertujuan mencetak lulusan yanng siap berkarir di lembaga penelitian atau dunia akademik (Hotcourses Indonesia, 2025). Dengan demikian, perbedaan utama antara keduanya terletak pada fokus kurikulum, pendekatan pembelajaran, serta orientasi karir lulusan.

Setelah kita bandingkan, terdapat problematika yang dapat kita lihat dari beberapa poin yang dapat dicatat untuk kemajuan negeri kita. Kurikulum di Indonesia   masih kurang menekankan pada prospek orientasi karir lulusan. Kesiapan berkarir setelah lulus perlu menjadi fokus pada disiplin ini juga, karena pada ilmu demografi terdapat aspek ketenagakerjaan yang menjadi faktor pertumbuhan penduduk.

Seperti yang telah disebutkan, konsep disiplin ilmu demografi objek kajian nya mengenai kependudukan. Fokus ilmu ini menganalisa struktur dan konsep distribusi penduduk, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kependudukan yang dapat berubah sewaktu-waktu. Contoh implementasi ilmu demografi dalam kegiatan sehari-hari yaitu pencatatan sensus kependudukan daerah di kelurahan atau di tingkat RT yang dilakukan setiap 10 tahun sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun