Mohon tunggu...
Hafizh Nur Mualim
Hafizh Nur Mualim Mohon Tunggu... Mahasiswa

Collage Student of UPN "VETERAN" JAKARTA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keberagaman Teman di Fakultas FISIP UPN "VETERAN" Jakarta Sebagai Representasi Keberagaman Budaya di Lingkungan Kampus

20 Agustus 2025   20:50 Diperbarui: 20 Agustus 2025   19:52 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keberagaman Teman di FISIP UPN "Veteran" Jakarta

Kehidupan di kampus FISIP UPN "Veteran" Jakarta bukan cuma tentang kuliah dan belajar di kelas. Sejak dimulainya proses perkuliahan, terutama saat kegiatan PKKMB 2025, saya langsung merasakan satu hal penting: suasana kampus ini penuh dengan keberagaman. Teman-teman datang dari berbagai daerah, membawa logat, budaya, makanan, dan cerita unik masing-masing. Dari semua teman baru yang saya kenal, dua orang yang paling memberi warna dalam keseharian saya adalah Fajri dari Tangerang dan Wahyu dari Cikunir.

Fajri dari Tangerang: Bahasa Campur, Laksa, dan Buku Catatan Kecil

Fajri tinggal di daerah Tangerang, tidak terlalu jauh dari Jakarta. Tapi walaupun dekat secara geografis, budayanya punya rasa yang khas. Logat bicaranya adalah campuran antara Betawi dan Sunda. Awalnya saya cukup bingung waktu dia ngomong, "Udah, jangan keukeuh amat, santai aje." Saya tanya, "Keukeuh itu apaan?" Dia jawab sambil ketawa, "Itu artinya ngotot, bro." Dari situ saya mulai terbiasa dengan gaya bicaranya yang unik. Setiap hari rasanya ada saja kata-kata baru yang dia ucapkan yang bikin saya penasaran dan pengen tahu artinya.

Selain soal bahasa, Fajri juga sering cerita soal makanan khas kampung halamannya, terutama laksa Tangerang. Katanya, laksa di sana beda banget sama laksa di daerah lain. Kuahnya kental, pakai santan dan oncom, terus biasanya dimakan pakai ketupat atau bihun. Dia pernah bilang, "Kalau ke Tangerang lu harus bet cobain laksa." Saya jadi makin penasaran karena dia menceritakannya dengan penuh semangat, seolah makanan itu punya tempat istimewa di hatinya.

Fajri juga punya kebiasaan yang menarik. Dia selalu bawa buku catatan kecil ke mana-mana. Isinya bukan catatan kuliah, tapi lebih ke catatan harian, pemikiran pribadi, atau hal-hal kecil yang dia temui sepanjang hari. Menurutnya, menulis adalah cara dia buat ngobrol sama diri sendiri. Kadang, kalau lagi duduk bareng, dia bisa tiba-tiba nulis satu kalimat di bukunya tanpa ngomong apa-apa. Pokoknya catetan dia sampe full banget, beda sama saya yang cuma nulis yang penting2 aja. Saya sempat baca sekilas dan isinya benar-benar jujur dan sederhana. Dari Fajri, saya belajar bahwa budaya menulis bukan cuma milik penulis atau wartawan, tapi juga milik siapa saja yang mau menceritakan hidupnya.

Wahyu dari Cikunir: Cerita Kampung, Sambel Dadakan, dan Sifat Guyon

Berbeda dengan Fajri, Wahyu tinggal di Cikunir, Bekasi. Lokasinya memang sudah masuk daerah urban, tapi cerita-cerita dari Wahyu sering membawa suasana kampung yang khas. Dia sering cerita soal hidup di tengah keluarga besar, tetangga yang saling kenal semua, dan kebiasaan gotong royong yang masih kental.

Yang paling bikin saya ingat Wahyu adalah soal sambel dadakan. Dia bilang, di rumahnya, makan tanpa sambel rasanya belum makan. Waktu saya tanya resepnya, dia jawab sambil ketawa, "Nggak ada resep tetap, pokoknya yang penting pedes dan mantap!" Suatu saat, dia bikin sambel dan nyuruh saya coba. Saya langsung kepedesan dan dia cuma bilang, "Nahkan, kepedesan!"

Wahyu juga punya sifat yang suka guyon (bercanda). Kalau lagi kumpul, dia selalu bisa bikin suasana jadi cair. Guyonannya khas orang bekasi---sederhana tapi kena. Dia juga sering pakai istilah-istilah lucu yang bikin kami ketawa bareng.  Apalagi dia suka pake bahasa Tambun, yang notabane-nya bahasa campuran betawi dan sunda. Misalnya, kalau dia lupa bawa suatu barang, dia bilang, "Bagen ah, masih bisa minjem ke temen!" Meskipun suka bercanda, dia tetap serius kalau udah masuk urusan kuliah. Dia tipe orang yang bisa menyeimbangkan antara santai dan tanggung jawab, dan saya rasa itu datang dari pola hidup di lingkungan tempat dia dibesarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun