Mohon tunggu...
Hafis Muaddab
Hafis Muaddab Mohon Tunggu... Penulis lepas, pendidik, dan relawan sosial -

Pembelajaran peradaban dan pejuang kemanusiaan www.hafismuaddab.com www.tebuirenginstitute.org

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ueforia Kunjungan Raja Salman: Ekonomi dan Wahabi

27 Februari 2017   03:36 Diperbarui: 27 Februari 2017   03:53 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kunjungannya Raja Arab Saudi ke Indonesia tak seharusnya disambut secara berlebihan. Terlebih kunjungan ini hanya sekedar mengumbar janji-janji manis, seperti investasi triliuan rupiah, kuota haji dan berbagai transaksi lainnya. Selama ini janji itu sudah sering diungkapkan, dan terakhir pada pertemuan G-20 di China, Pangeran Mohammed yang bertemu dengan Presiden Jokowi saat itu berjanji akan menambah kuota haji dan investasi jutaan dolar di Indonesia. Namun, janji tinggallah janji.

Raja salman akan datang dengan kafilah besarnya lengkap dengan kemegahannya sebagai penguasa jazirah Arab Saudi. Setidaknya ada 1500 orang yang akan ada dalam rombongan Raja Salman, 10 menteri, dan 25 pangeran yang kabarnya hanya 800 stafnya. Untuk diketahui Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud. Pria berusia 80 tahun ini diangkat menjadi raja menggantikan kakaknya, Raja Abdullah, yang meninggal dunia pada 25 Januari 2015 silam. Melansir Gazettereview.com, Sabtu (25/2/2017), Raja Arab Saudi ini ditaksir memiliki kekayaan US$ 18 miliar atau setara Rp 240 triliun (Kurs 1 US$ = Rp 13.333). Kekayaannya bersumber dari berbagai hal seperti warisan hingga investasi di beberapa perusahaan properti dan minyak.

Lalu mengapa Raja Salman datang ke Indonesia? Kunjungan ini akan menjadi kunjungan pertama setelah kunjungan Raja Saudi  pertama setelah 41 tahun yang lalu. Bagi banyak pihak kunjungan ini disikapi beragam, ada pihak yang optimis adapula yang pesimis. Dari data Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), sepanjang 2016 realisasi investasi Arab Saudi hanya 900 ribu dolar AS atau sekitar Rp 11,9 miliar (kurs Rp 13.300) untuk 44 proyek. Dengan angka realisasi investasi itu, Arab Saudi berada di posisi 57, di bawah Afrika Selatan investasinya mencapai 1 juta dolar AS untuk delapan proyek. Angka itu juga jauh dibandingkan realisasi investasi dari negara Timur Tengah lainnya seperti Kuwait yang mencapai 3,6 juta dolar AS. Pada periode 2010 hingga 2015, nilai investasi Arab Saudi tercatat hanya mencapai 34 juta dolar AS atau 0,02 persen dari total investasi yang masuk ke Indonesia dalam kurun waktu tersebut.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir atau biasa disapa Tata, menjelaskan komunikasi kedua negara akan fokus pada bidang ekonomi. "Pertemuan ini akan membahas kerja sama antara Indonesia dan Arab Saudi di luar konteks haji dan tenaga kerja seperti kerja sama perdagangan dan investasi," jelas Tata, saat juma pers di Kemenlu, Kamis (23/2). "Arab Saudi juga melirik kerja sama tidak hanya di bidang energi saja, tetapi juga pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan, penyediaan air bersih dan perumahan," tambahnya. 

Bentuk kerja sama ini yang akan terus dikembangkan kedua negara dan terus menjadi perhatian Indonesia. Selain itu, di kesempatan sama akan lima MoU yang sudah disepakati kedua negara yang akan dipertimbangkan untuk ditandatangani. "Ada lima MoU yakni kerja sama budaya, kesehatan, Islam dan wakaf khususnya dalam rangka promosi Islam moderat melalui dakwah dan pertukaran ulama, pelayanan udara khususnya dalam rangka peningkatan jumlah penerbangan, dan terakhir perjanjian pemberantasan kejahatan. Ada juga MoU lain yang sudah dalam proses finalisasi," ujarnya. 

Salah satu kerja sama Indonesia-Arab Saudi dalam bidang politik adalah dalam mengatasi terorisme dunia. Namun yang mengemuka adalah peristiwa baru-baru ini, ketika Indonesia menolak untuk menjadi bagian dari Aliansi Militer Islam pada Desember 2015, yang dipandang sebagai usaha terselubung Riyadh untuk menghadapi Irak, Suriah, dan Yaman.

"Indonesia punya prinsip non blok dan tidak mau tentaranya ditarik-tarik ke berbagai negara untuk berperang. Karena memang Aliansi Militer Islam ini diprakarsai Saudi untuk memerangi apa yang disebut Negara Islam di Irak dan Suriah atau ISIS, lalu di Afghanistan, di Irak, di Suriah, Mesir, Libia dan barangkali juga Yaman," kata Smith Alhadar, penasehat di Indonesian Society for Middle East Studies atau ISMES.

Dari kunjungan ini apakah Saudi akan memperlakukan Indonesia sebagaimana mereka menempatkan mitra strategisnya di kawasan Asia seperti China, India, Korea, dan Jepang. Wacana untuk belajar dari Saudi dalam menangani terorisme misalnya, bukanlah suatu kebijakan yang tepat. Fakta membuktikan bahwa negara-negara Timur Tengah terbukti gagal dalam mengendalikan potensi terorisme.

Sangatlah naif kalau Indonesia justru belajar kepada negara-negara Timur Tengah dalam memerangi terorisme tetapi tidak optimal memanfaatkan potensi ekonomi yang luar biasa ini. Dalam kunjungan ini, jelas tampak bahwa kepentingan ekonomi menjadi sangat penting dibanding masalah keagamaan dan keamanan.  Besarnya rombongan Raja dan lamanya kunjungan telah   karakteristik politik luar negeri Saudi yang dibangun atas dasar kekeluargaan, persahabatan dan kepercayaan. Dengan demikian kedua negara ini akan duduk sebagai dua negara yang sejajar dan berpengaruh di dunia Islam dan Timur Tengah.


Selamat Datang Yang Mulia Raja Salman bin Abdul Aziz di Indonesia!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun