Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melestarikan Tradisi Ngadu Tanduk di Ajang Tour de Singkarak

23 November 2019   21:39 Diperbarui: 23 November 2019   21:56 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Atraksi Ngadu Tanduk. Dokpri

Pada 8 November yang lalu, untuk pertama kalinya perhelatan berskala internasional Tour de Singkarak melalui etape barunya. Etape ke-7 dan ke-8 tersebut melewati sebagian besar wilayah kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh.

Untuk etape ke-7, para pembalap sepeda yang berasal dari 25 negara itu, memulai perlombaan di titik start yang berada di kawasan wisata Air Terjun Telun Berasap, Kayu Aro dan berakhir di Sanggaran Agung, Dermaga Danau Kerinci. 

Kerinci merupakan etape baru yang memukau sekaligus menantang bagi para pebalap. Di sepanjang perjalanan, mereka disuguhi oleh panorama alam yang indah seperti hamparan kebun teh di bawah kaki Gunung Kerinci, pemandangan hamparan persawahan hingga danau Kerinci. Namun di sisi lain, mereka harus melewati jalur yang susah ditebak, tanjakan dan turunan berkelok telah menguras banyak energi pembalap.

Etape 7 Tour de Singkarak di Kerinci. Sumber: tempom.com
Etape 7 Tour de Singkarak di Kerinci. Sumber: tempom.com

Tak hanya itu, guna menyukseskan ajang  yang pertama kali di Kerinci ini, pemerintah daerah mewajibkan penampilan seni dan budaya tradisi masyarakat Kerinci di titik strategis sepanjang jalur yang dilewati pembalap. Penampilan seni tradisi ini sekaligus sebagai promosi wisata kabupaten Kerinci ke dunia internasional.

Salah satu tradisi Kerinci yang ikut ambil bagian dalam acara ini adalah tradisi Ngadu Tanduk yang berasal dari Desa Siulak Panjang, Kec. Siulak. 

Mengenal Tradisi Ngadu Tanduk

Ngadu berasal dari kata mengadu, sedangkan tanduk merujuk kepada tanduk kerbau karena salah satu properti yang digunakan seperti tanduk kerbau. 

Tanduk yang digunakan dalam tradisi ini terbuat dari bambu dengan panjang sekitar 2 meter. Bambu yang dibentuk seperti tanduk ini kemudian dibungkus menggunakan kain berwarna hitam, terkadang juga ditambah dengan kain berwarna merah, putih dan kuning agar semakin menarik bentuknya.

Di kedua ujung tanduk ditaruh "rumbai-rumbai" yakni potongan-potongan kain  sebagai penghias serta giring-giring yaitu lonceng-lonceng kecil.

Dua buah tanduk yang digunakan ini diletakkan di atas bahu para pemain yakni dua pemuda yang telah menggunakan pakaian adat. 

Mereka bergerak lincah, kaki mereka silih diangkat, dan tanduk mereka diayun ke kiri ke kanan, bak kerbau yang sedang mencari lawan. Namun, gerakan mereka diperhalus dalam bentuk tarian. Sesekali kedua ujung tanduk di atas kepala mereka diadu bergantian.

Alunan musik Dap (rebana Kerinci), gung, diikuti vocal nyaro (senandung mantra) mengiringi permainan mereka. Tukang nyaro sesekali memuji para pengadu tanduk dalam prosa-prosanya, "palang indah maennyo tuan, angkat kaki mundam takirai, ayun tangan seludang jatoh" (sungguh indah permainannya tuan, kaki mereka diangkat laksana "mundam" -sejenis baskom kuno- yang digerai, tangan mereka diayun seperti seludang -pelepah pinang-yang jatuh).

Kadang tukang nyaro memperingatkan para pemain untuk menjaga keindahan permainan mereka, "jangan usak maennyo kito, kito di tengah gulanggang rami" (jangan sampai rusak permainan kita, sebab kita di tengah gelanggang ramai).

Gerakan pemain semakin cepat, begitu pula tempo musik yang mengiringi. Semakin lama memainkan tanduk justru membuat pemain semakin semangat. Mereka tak sadar bahwa keringan telah bercucuran di tubuh mereka. Namun, permainan harus diakhiri untuk sementara.  


Permainan seketika berakhir ketika pemusik menghentikan dap dan gun mereka. Begitu pula dengan tukang nyaho yang menyatakan dalam prosanya "tubuh mpuk, badanlah payah, titik peluh menganak sungai, baik berenti kito dulu, ngendam ka peluh ngusi turun" (tubuh letih badan payah, tetesan keringat sudah seperti anak sungai, ada baiknya kita berhenti dulu, untuk meredam tetesan peluh). 

Di masa lalu, Ngadu Tanduk tidak ditampilkan untuk acara-acara besar. Ia hanya berfungsi sebagai hiburan para pemuda sehabis menuai/memanen padi di sawah.

Pemain ngadu tanduk. Dokpri
Pemain ngadu tanduk. Dokpri

Kelompok pemuda-pemudi dari tiap klan umumnya bergotong royong untuk memanen padi di sawah sawah mereka. Setelah panen tersebut selesai, barulah tuo jenang (ketua pemuda) meminta salah satu pemuda dari kelompoknya mengadu tanduk dengan pemuda dari kelompok lain. 

Ujung tandukpun kemudian dipasangi pisau, disertai alunan musik dan vocal nyaro dan sorakan para penonton. Pemain tersebut dengan semangatnya mengadu tanduk milik mereka. Tentu dibarengi dengan seni gerak tubuh yang indah. Silat, tari diselingi loncatan meniru gerakan kerbau diperagakan oleh mereka.

 Pada akhirnya, permainan selesai ketika tanduk yang mereka gunakan rusak. Pemain yang tanduknya patah atau kainnya robek terlebih dulu menjadi pihak yang kalah. Namun tiada dendam di hati mereka. Pemain yang menang mendapat pujian dari penonton, ia kemudian diarak menuju kampung sebagai penghormatan.

Konon dulunya, tradisi Ngadu Tanduk mulai diadakan untuk mengganti tradisi adu kerbau. Sebelum Islam, setelah panen padi, masyarakat melakukan adu kerbau yang terkadang diselingi praktek perjudian. Oleh sebab itu,adu kerbau diganti dengan tradisi Ngadu Tanduk. Dengan cara ini, praktek judi dapat dihilangkan  dan fungsinya sebagai hiburan dapat dipertahankan. 

Di era modern saat ini, banyak para pemuda yang sudah enggan melestarikan tradisi mereka. Sepak bola, bulu tangkis dan berbagai permainan game online lebih menarik bagi mereka. Namun, mereka juga harus didorong untuk tetap mencintai budaya sendiri. 

Para pemain ngadu tanduk. Dokpri
Para pemain ngadu tanduk. Dokpri

Ajang tour de Singkarak tak hanya berefek bagi promosi parawisata Kabuoaten Kerinci. Akan tetapi telah memacu pula masyarakat untuk melestarikan tradisi mereka. Mereka dengan bangganya memperlihatkan ragam budaya mereka di mata dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun