Kebanyakan masyarakat mungkin tidak mengetahui akan adanya undang-undang yang mengatur tentang cagar budaya --termasuk di dalamnya temuan benda purbakala/arkeologi-- yaitu, Undang-undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. UU tersebut secara jelas memberikan sanksi pidana penjara dan denda bagi setiap orang yang tidak melaporkan temuan benda purbakala maupun yang melakukan pencarian tanpa izin.
Pasal 102 misalnya berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Begitu pula dengan pasal 103 yang berbunyi: Setiap orang yang tanpa izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah melakukan pencarian Cagar Budaya sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 26 ayat(4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
Oleh sebab itu, ketika ada temuan benda purbakala maka haruslah segera dilaporkan pada instansi terkait seperti dinas kebudayaan setempat untuk ditindaklanjuti, serta kepada pejabat desa setempat dan instansi kepolisian untuk menjaga lokasi temuan tersebut agar tidak dijarah atau dirusak oleh orang lain, hingga kedatangan tim peneliti baik dari Balai Pelestarian Cagar Budaya maupun dari Balai Arkeologi.
Kebanyakan penemu mungkin berpikir bahwa barang temuannya akan disita oleh pemerintah sehingga ia takut melaporkannya kepada pemerintah. Padahal dari UU 11 tahun 2010 tersebut diketahui bahwa penemu dapat memiliki benda/barang temuannya dengan syarat-syarat tertentu dan bahkan memperoleh kompensasi bila barang yang ditemukannya ditetapkan sebagai cagar budaya (pasal 24).Â
Penulis sendiri sangat menganjurkan penemu memberikan benda purbakala hasil temuannya segera kepada pemerintah/instansi terkait untuk dirawat agar terjaga kelestariannya dan diteliti demi kepentingan ilmu pengetahuan. Toh, benda-benda tersebut tidak akan bernilai apa-apa jika penemunya hanya menyimpannya di balik lemari kaca.Â
Begitu pula dengan uang hasil penjualan benda purbakala bisa habis dalam waktu sekejap saja. Tetapi ketika benda tersebut diteliti, ilmu pengetahuan yang diungkap dari sana akan dibaca dan berguna terus menerus di masa mendatang, begitu pula ketika ia dilestarikan di museum misalnya, benda tersebut akan lebih terjamin kelestariannya dan dapat pula disaksikan oleh siapa saja dan generasi berikutnya. HF