Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Penyebab Utama Banjir di Kerinci dan Solusinya

18 Februari 2018   19:50 Diperbarui: 5 Maret 2018   22:48 2838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu yang paling ditakuti pada musim hujan di setiap daerah adalah masalah banjir. Di mana-mana tayangan televisi memberitakan banjir yang terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia.

Jakarta misalnya. Di Jakarta, banjir merupakan masalah klasik yang telah berusaha di atasi tiap-tiap pergantian kepala daerah. Walaupun hingga saat ini belum menampakkan hasil yang memuaskan.

Sebaliknya di kampung halaman saya tercinta, di Dataran Tinggi Jambi, Kabupaten Kerinci, banjir menjadi masalah baru yang dihadapi tiap datangnya musim hujan. Hampir tiap kali hujan datang, jalan-jalan desa dan jalan kabupaten sudah pasti tergenangi air.

Banjir di salah satu ruas Jalan di Kerinci, Jambi
Banjir di salah satu ruas Jalan di Kerinci, Jambi
Fenomena yang terjadi beberapa tahun belakangan ini, membuat saya bertanya-tanya tentang penyebabnya. Soalnya, banjir tersebut terjadi kadang kala tidak disebabkan oleh sungai yang meluap akibat tak sanggup lagi menampung volume air dan tidak pula akibat intensitas hujan yang sangat tinggi. 

Setelah saya perhatikan secara saksama, banjir tersebut justru diakibatkan oleh pembangunan infrastruktur jalan yang salah, tidak terarah, dan tidak terencana, seperti membeton atau mengaspal jalan-jalan desa tanpa mempertimbangkan saluran pembuangan airnya.

Perlu disadari bahwa membeton jalan atau mengaspal jalan-jalan desa berarti mengurangi area resapan air. Tanah yang salah satu fungsinya menyerap air hujan, terhalangi aspal dan beton, sehingga menggenang di atas jalan. Sementara itu, selokan-selokan yang ada tak lagi mampu menampung air tersebut. 

Hal ini diperparah pula dengan perubahan model bangunan rumah. Dulu, masyarakat umumnya membangun rumah panggung, tetapi sekarang rumah-rumah dibangun dengan fondasi dan lantai yang langsung dicor pada permukaan tanah, sehingga makin mengurangi area resapan air.

Membeton jalan memang salah satu program andalan setiap desa untuk merealisasikan dana-dana desa di Kerinci beberapa tahun belakangan ini. Tetapi, membangun juga harus memikirkan dampak negatif, tak sekedar untuk memperindah saja, atau hanya agar sedap dipandang mata seperti area-area perkotaan. Padahal sejatinya, berdampak buruk di masa-masa yang akan datang.

Mari belajar dari kearifan lokal nenek moyang

Desa atau dusun di Kerinci, umumnya permukiman tua yang telah ada sejak ratusan tahun lalu, sehingga pembangunan yang dilakukan saat ini, sejatinya pembangunan yang dilakukan di atas perkampungan kuno.

Dulu, nenek moyang orang Kerinci memiliki rumah panggung yang dibangun secara memanjang yang disebut umah larik atau larik. Perumahan/larik tersebut dibangun diatas lahan yang telah ditinggikan dari permukaan tanah di sekitarnya, lahan tersebut kemudian diperkuat dengan rekatan batu-batu sungai di sekelilingnya. Kadang kala lahan tersebut juga di kelilingi oleh selokan yang disebut dengan bendar, berukuran sekitar 50-80 cm sebagai saluran air ketika terjadi hujan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun