Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Busana "Pribumi" Indonesia

7 November 2017   23:38 Diperbarui: 8 November 2017   09:31 2829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pakaian Adat laki-laki suku Kerinci di Jambi, salah satu busana 'pribumi' Nusantara. (Dok. KITLV-pictura)

Pernyataan sebagaimana yang tertera pada foto di atas cukup menggelitik bagi saya, gelitikan itu mendorong jari jemari ini memencet keyboard untuk menuliskan isi pikiran saya, tentu saja perlu ditegaskan lagi, ini hanyalah sebuah opini belaka yang bersumber dari pengamatan saya terhadap berbagai fenomena yang terbaca dan terlihat terutama di media sosial. 

Sebenarnya saya agak risih dengan perkataan "pribumi" atau "inlander" ini. Suatu istilah yang diperkenalkan oleh Bangsa Belanda untuk membedakan diri mereka dengan penduduk 'asli' yang mendiami Nusantara, istilah 'inlander' atau 'pribumi' lebih baik bila dibandingkan dengan istilah 'aborigin' suatu gelaran yang bangsa Barat sematkan untuk penduduk asli yang mendiami Australia. Tetapi, ternyata ada istilah lain yakni "bumiputra", istilah ini malahan digunakan oleh sebagian penduduk asli Nusantara untuk membedakan diri mereka dengan orang Barat/asing yang datang kemudian ke Nusantara. Jadi, kata "pribumi" dan "bumiputra" dapat bermakna sama tetapi lahir dari dua perspektif yang berlainan. 

Dalam hal ini, bila kita menggunakan kata "pribumi", berarti kita telah menggunakan kacamata bangsa Belanda dalam mengelompokkan penduduk-penduduk Nusantara, sehingga dapat dikatakan bahwa pribumi yang dimaksud di sini adalah mereka (penduduk) yang telah menetap dan beranakketurunan di kepulauan Indonesia jauh sebelum kedatangan Belanda. Oleh sebab itu, untuk mengenal pribumi atau penduduk aseli Indonesia mestilah dilihat dari perspektif arkeologis yang mengkaji tinggalan manusia bahkan jauh sebelum aksara-aksara diperkenalkan. 

Peter Bellwood adalah seorang arkeolog kenamaan dengan fokus kajian mengenai asal muasal penduduk asli yang mendiami kepulauan Indonesia saat ini, dia menelusuri jejak leluhur penghuni Indonesia dari sisi linguistik, genetik dan arkeologis tentunya. 

Dari tulisannya itu, diketahui bahwa penghuni pertama Indonesia adalah mereka yang disebut dengan bangsa Austro-melanesia, secara fisik mereka berkulit hitam dan rambut keriting, dengan membawa kebudayaan berupa kapak genggam, kapak perimbas dan alat serpih. Secara fisik, mereka adalah leluhur orang Papua, sehingga dapat dikatakan bahwa busana mereka sebagaimana busana tradisional orang Papua saat ini. 

Penghuni ke dua yang datang selanjutnya ke kepulauan Indonesia ialah mereka yang disebut dengan bangsa penutur Austronesia, dari sisi linguistik mereka dikatakan berasal dari Taiwan, lalu kemudian menyebar ke Selatan seperti Filipina, Indonesia bahkan hingga ke kepulauan Pasifik.

Secara fisik mereka berkulit coklat, berambut ikal, mereka membawa kebudayaan bendawi seperti gerabah berslip merah, beliung persegi, kapak batu, kapak persegi, dan alat-alat pertanian sederhana. Busana mereka terbuat dari kulit kayu, yang dijahit sedemikian rupa sehingga menjadi pakaian, busana-busana dari kulit kayu ini masih bisa dijumpai dari etnis Dayak, Nias, Mentawai, Rejang, dan etnis-etnis yang ada di Sulawesi maupun kepuluan Timor. Sebagian ahli juga berpendapat bahwa penutur Austronesia  juga ada yang berasal dari wilayah Indo-China, Vietnam bagian Utara saat ini (sekarang wilayah ini di dominasi oleh bangsa Han atau yang dikenal sebagai orang Tionghoa saat ini), di mana mereka juga membawa teknologi pembuatan logam serta tradisi penguburan tempayan.

Dari paparan di atas, maka jelaslah bahwa busana asli pribumi Nusantara umumnya terbuat dari kulit kayu, mungkin sebagian kecil juga dibuat dari bulu/kulit binatang, atau dari bahan-bahan alam yang dipilin dan dianyam sedemikian rupa sehingga menjadi pakaian. 

Apakah tenun, batik, lurik yang dijadikan busana adalah 'asli' milik pribumi Nusantara? Jika ditelaah dari tulisan saya sebelumnya, sebenarnya teknologi dan pengetahuan menenun kain bukanlah asli milik pribumi Indonesia tetapi pengetahuan tersebut 'diimpor' terutama dari India. 

Kontak budaya yang terjadi antara bangsa Austronesia dengan bangsa India semenjak masa akhir prasejarah hingga masa sejarah (Hindu-Budha), telah membuat banyak unsur-unsur budaya India yang diserap oleh bangsa Austronesia seperti misalnya,sistem religi, sistem pemerintahan, aksara semuanya berasal dari India, termasuk teknologi tenun. Jawa merupakan wilayah di kepulauan Nusantara yang banyak dipengaruhi unsur budaya India sehingga di sana banyak tinggalan-tinggalan candi mahamegah yang berasal dari tradisi Hindu-Budha. Tetapi pada akhirnya, masing-masing etnis di Nusantara mampu berinovasi menciptakan motif-motif hias pada tenunan atau batik yang menjadi identitas mereka dari pengetahuan bangsa asing yang mereka peroleh.

Selain dari India, Arab dan Cina juga banyak mempengaruhi busana penutur Austronesia di Indonesia. Bangsa Arab dan China juga memiliki tradisi menenun, bedanya mungkin dari bahan yang digunakan, bangsa Arab lebih banyak menggunakan bahan wol sedangkan India menggunakan bahan benang kapas dan Cina menggunakan bahan benang Sutra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun