Mohon tunggu...
Miftakhul Hafidz Sidiq
Miftakhul Hafidz Sidiq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ordinary Learner

Menulis untuk merefleksikan diri terhadap apa yang Saya pikirkan, komentari tulisan Saya agar terpercik api ide sehingga memberi dinamika ide yang menarik.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan featured

Banjir Bukan Bencana Alam

29 Januari 2019   10:57 Diperbarui: 20 Januari 2021   18:13 1303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Kompas.com/Garry Lotulung)

Senin siang adik saya pulang sekolah dengan mengayuh sepeda mengenakan pakaian dan sepatu yang basah kuyup, dia berkata, "Mas, tadi aku banjir banjiran".

Dengan giginya yang ompong dia pamerkan senyumannya sebelum akhirnya terkena omelan ibunya. Pikirku sungguh sederhana kebahagiaan bagi anak kecil berbeda dengan orang yang beranjak dewasa.

Hujan deras sejak Sabtu sore hingga malam (26/01/2019) masih diikuti hujan rintik rintik dan mendung setelahnya sampai saat ini (29/01/2019) menimbulkan banyak titik air yang meluap di kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Tak tanggung-tanggung luapan air ini tak hanya menggenang permukaan jalan bahkan, sampai menjajah kedalam rumah warga.

Di kabupaten ini banjir bagaikan "festival tahunan" yang wajib digelar, mengalahkan festival lain seperti Kendal Expo dan Karnaval. Meski banjir melanda, namun keceriaan tak surut terlihat dari wajah anak-anak yang menikmati air banjir seperti berenang di tempat wisata air. Namun jauh di lubuk hati masyarakat, saya tidak tahu apakah ada rasa ceria seperti anak-anak mereka.

Umumnya ketika ditanya apa penyebab banjir? Maka mayoritas menjawab karena terjadi hujan lebat dan meningkatnya volume air sehingga air naik. Hal ini benar, namun tidak sepenuhnya benar.

Secara sederhana fenomena banjir terjadi karena dua hal. Pertama, penampung air alami seperti sungai, tanah dan waduk sudah tidak mampu menampung air yang masuk atau datang. Kedua, daya alir sungai dan drainase lebih kecil dari air yang masuk (perbedaan debit air yang datang dan pergi). Kedua hal tersebut adalah penyebab langsung fenomena banjir.

Berikut saya sajikan data curah hujan daerah Semarang selama 20 tahun mulai 1986 hingga 2005.

sumber: BMG Semarang
sumber: BMG Semarang
Dari tabel ini dapat dilihat volume curah hujan tidak terlalu banyak perubahan dari tahun ke tahun. Dapat disimpulkan, bahwa ketidakmampuan wadah menampung curah hujan adalah akibat terjadinya penurunan daya tampung wadah tersebut dan bukan merupakan bencana dari alam.

Yang menarik di sini adalah "kenapa wadah tersebut menurun kapasitasnya?" tak lain hal ini disebabkan karena budaya masyarakat yang masih belum peduli terhadap keadaan lingkungan. Budaya buang sampah di sungai masih sering dijumpai. Bahkan ada sungai yang beralih peran menjadi "empang".

Masih banyak hal lain yang menjadi penyebab terjadinya banjir, dan bisa dikatakan penyebabnya bukanlah penyebab dari alam namun dari budaya kita sendiri.  Mulai dari budaya buang sampah, pembangunan yang meremehkan AMDAL, penyusutan ruang terbuka hijau, dan lain sebagainya.

Banjir boleh dikata memang bukan bencana lingkungan tapi lebih tepat sebagai bencana sosial. Berita bagusnya adalah kita masih berkesempatan untuk menanggulanginya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun