Mohon tunggu...
Hafidh Frian
Hafidh Frian Mohon Tunggu... Petani Desa | Pengusaha

Sekedar berbagi, bertukar pikiran dan silaturahmi menambah teman

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Daya Beli Melemah, Masyarakat Tak Perlu Khawatir! Begini Cara Menghadapinya

31 Juli 2025   20:26 Diperbarui: 31 Juli 2025   20:26 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Sejak akhir tahun 2023, Indonesia mengalami tantangan ekonomi yang cukup berat, seperti daya beli melemah, penurunan penjualan ritel, mobil, properti, deflasi beruntun, badai PHK dan tertekannya kelas menengah serta UMKM.

Puncaknya terjadi di pertengahan tahun 2024. Untuk pertama kalinya sejak tahun 1998, Indonesia mengalami deflasi 5 bulan beruntun. Penjualan mobil tahun 2024 turun 14% dari tahun sebelumnya. Puluhan ribu tenaga kerja di-PHK sepanjang tahun 2024. Hingga pertengahan tahun 2025, ekonomi Indonesia belum pulih total. Malah mencuat fenomena Rojali dan Rohana di mal-mal pusat perbelanjaan.

Ekonomi sedang terkontraksi. Aktivitas ekonomi menurun. Masyarakat cenderung menahan belanja untuk kebutuhan yang tidak benar-benar dibutuhkan. Produsen tertekan menyebabkan badai PHK yang semakin memperburuk keadaan. Inilah siklus visius ekonomi yang ditakuti banyak orang.

Apa Yang Bisa Dilakukan Saat Ekonomi Lesu?

Masyarakat sebenarnya tidak perlu mengkhawatirkan kondisi ini terlalu berlebihan. Bagi produsen, lapak yang sedang sepi pembeli seharusnya menjadi momen yang tepat untuk menikmati hidup. Waktu luang bisa digunakan untuk liburan dan bersantai bersama keluarga. Atau bahkan bisa diisi dengan mengadakan festival bersama tetangga dan masyarakat sekitar.

Dagangan sepi kok malah liburan, gimana sih? Kalau dagangan rame, mana bisa liburan, ya kan? Yang ada sibuk bekerja. Kalau lagi sepi, saatnya beristirahat. Sayangnya, solusi di atas terdengar sangat utopis karena masyarakat tidak memiliki tabungan yang cukup.

Tabungan tidak melulu harus uang, emas, saham dan aset finansial lainnya. Tabungan bisa berbentuk living support, seperti sebidang tanah, hutan pangan dan ikatan kekeluargaan dalam masyarakat. Saat perdagangan sedang sulit, masyarakat bisa hidup dari sana.

Lantas, bagaimana dengan masyarakat miskin dan kelas menengah yang terengah-engah hanya untuk bertahan hidup? Ya, itulah alasan pentingnya rasa kekeluargaan di tengah masyarakat.  Di saat ada tetangga atau kerabat sedang susah, yang berpunya bisa datang membantu. Rakyat bantu rakyat!

Tapi, jika memang harus bekerja untuk bertahan hidup, produsen harus mengevaluasi produk yang ditawarkan. Kalau selama ini, arus pendapatan sangat bergantung pada produk sekunder tersier, sudah saatnya diversifikasi ke sektor primer. Selama manusia hidup, permintaan atas kebutuhan primer akan tetap ada. Kebutuhan primer manusia itu, antara lain: bahan pangan, listrik, air, perlengkapan sanitasi, gas dan bahan bakar lainnya.

Pada akhirnya, masyarakat sendiri harus kuat menghadapi tantangan ekonomi yang ada. Masyarakat perlu mendiversifikasi portofolio bisnis dan jenis tabungan yang dimiliki. Tidak boleh malas!

Sekian. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun