Mohon tunggu...
Muhammad Hafidh Izzuddin
Muhammad Hafidh Izzuddin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis, Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Imam Syafi'i Menolak Ilmu Kalam, Benarkah?

21 Desember 2021   16:31 Diperbarui: 21 Desember 2021   16:52 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Imam Sayafi'i adalah seorang Imam dengan reputasi yang tak diragukan lagi. Beliau menjadi pendiri Mazhab Syafi'iyah dan sekaligus peletak pertama dasar-dasar ilmu ushul fiqh. Dalam hal aqidah, Imam Syafi'i adalah salah satu tokoh yang dijadikan rujukan oleh manhaj aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah (Asy'ariyah-Maturidiyah). Namun ada banyak pernyataan bahwa beliau jelas-jelas menolak ilmu kalam dan bahkan memerintahkan agar orang yang menyelami ilmu kalam dipukul dengan pelepah kurma lalu diarak. Benarkah?

Secara  bahasa, kalam berarti pembicaraan. Maksudnya adalah pembicaraan yang bernalar dan melibatkan logika. Sedangkan pengertian ilmu kalam adalah ilmu yang membahas kepercayaan keagamaan (agama Islam) dalam bukti-bukti yang logis. Ilmu kalam membahas masalah ketuhanan dengan menggunakan dasar-dasar naqliyah dan argumentasi rasional (aqliyah). Argumentasi naqliyah berasal dari dalil-dalil Alquran dan hadist. Sedangkan argumentasi aqliyah berasal dari pemahaman metode berfikir filosofis.

Ibnu Khaldun (808 H), ulama besar, sosiolog sekaligus sejarawan muslim terkemuka yang disegani di dunia menjelaskan, bahwa para ulama di era salaf, dari kalangan Sahabat dan Tabi'in, menetapkan sifat ketuhanan dan kesempurnaan pada Allah dan men-tafwd seluruh hal yang seolah menunjukkan kekurangan, semisal kesan-kesan jismiyah. Kemudian datanglah Muktazilah yang menetapkan sifat-sifat Allah semata sebagai kesan dalam hati saja, bukan sebagai sifat dari Dzat Allah sendiri. Mereka menjadikan manusia sebagai pencipta perbuatan mereka sendiri tanpa ada kaitannya dengan takdir.

Tokoh-tokoh Muktazilah bermunculan mulai Ma'bad al-Juhani yang hidup satu masa dengan Abdullah bin Umar, Washil bin Atha' murid Hasan al-Bashri yang hidup di era Abdul Malik bin Marwan, juga ada Abu Hudzail al-'Allaf yang menjadi guru besar Muktazilah dan kemudian muncul Ibrahim an-Naddham yang sangat terpengaruh filsafat hingga sepenuhnya menafikan adanya sifat Tuhan dan membangun pondasi mazhab Muktazilah. Setelah itu muncullah al-Jahidh, al-Ka'bi dan al-Jubba'i. Metode mereka itulah yang dikenal dengan ilmu kalam sebab menimbulkan perdebatan atau sebab pokok aqidahnya adalah menolak sifat Kalamullah. Karena itulah, Imam Syafi'i kemudian berkata: "Mereka seharusnya dipukul dengan pelepah kurma lalu diarak". Para ulama meneliti asal muasal metode para ahli kalam itu kemudian menolaknya, hingga muncullah Abu Hasan al-Asy'ari yang mendebat mereka da dan menguatkan pendapat ulama salaf Ahlussunnah dengan argumen kalamiyah dan menetapkan sifat-sifat Allah. (Ibnu Khaldun, Trkh Ibnu Khaldn, juz 1, halaman 602-604.

 Dari paparan Ibnu Khaldun di atas, kita tahu bahwa ilmu kalam yang berkembang di era Imam Syafi'i adalah ilmu kalam yang dikembangkan oleh Muktazilah yang terpengaruh oleh ajaran filsafat Yunani. Inilah yang ditolak keras oleh Imam Syafi'i dan para ulama salaf sebab menghasilkan kesimpulan yang bertentangan dengan al-Qur'an dan Hadist

Konteks Kalam yang ditentang keras oleh Imam Syafi'i adalah kalangan Muktazilah yang berpendapat bahwa Kalamullah adalah suara dan merupakan makhluk, bukan sifat Allah. Imam Ibnu Asakir kemudian bertanya-tanya bagaimana mungkin Imam Syafi'i mengharamkan ilmu kalam secara mutlak sedangkan beliau sendiri justru memakai ilmu kalam untuk mendebat para ahli kalam yang menyimpang seperti Muktazilah dan lain-lain itu, misalnya seperti mendebat Hafsh dalam hal bertambah tidaknya Iman, mendebat pengingkar ru'yah (melihat Allah di akhirat) dan mendebat penganut Murji'ah. Bahkan, kemahiran Imam Syafi'i dalam ilmu kalam diakui sendiri oleh beliau.

"Aku membaca kitabnya Abu Nu'aim yang berkisah dari Shahib bin 'Abbad bahwasanya dia menulis di kitabnya beserta sanadnya dari Ishaq, bahwa Ishaq berkata "Ayahku berkata: Suatu hari Imam Syafi'i berbicara pada sebagian Ahli Fiqih. Beliau mengurai hingga rinci, memverifikasi hingga detail, menuntut, dan mempersempit argumen lawan. Lalu aku berkata: 'Wahai Abu Abdillah (as-Syafi'i), ini adalah gaya ahli kalam bukan gaya ahli halal dan haram (ulama fiqih). Ia menjawab: Saya sudah menguasai itu dulu (kalam) sebelum yang ini (fiqih)". (Ibnu Asakir, Tabyn Kadzib al-Muftar, halaman 341-342) Karena fakta itulah, maka seperti ditegaskan oleh Imam Ibu Hajar al-Haitami as-Syafi'i (974 H), anggapan bahwa ilmu kalam adalah bid'ah dengan alasan bahwa hal itu tak dipikirkan oleh kalangan Salaf dan menyebabkan perdebatan dan kerancuan adalah anggapan yang tertolak. Bahkan Ibnu Hajar memastikan bahwa ulama salaf mengetahui hal itu, di antaranya adalah Umar, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dari kalangan Sahabat. Dari kalangan Tabi'in dan setelahnya ada Umar bin Abdul Aziz, Rabi'ah, Ibnu Hurmuz, Imam Malik dan Imam Syafi'i. Bahkan menurutnya, Imam Malik sudah mengarang risalah Ilmu Kalam sebelum Imam Syafi'i dilahirkan. Ilmu Kalam kemudian dinisbatkan pada Imam al-Asy'ari tak lain hanyalah karena beliau menjelaskan metode-metode orang-orang sebelumnya dan mengurai dalil-dalilnya. Tak ada yang baru kecuali hanya istilahnya saja, dan ini terjadi dalam semua cabang ilmu pengetahuan. Yang dicela oleh ulama Salaf seperti Imam Syafi'i yang lain-lain adalah kalam yang berkembang di kalangan Muktazilah, Qadariyah dan ahli bid'ah lainnya. (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatw al-Hadtsiyah, halaman 147-148). 

Dengan ini menjadi jelas bahwa sebenarnya Imam Syafi'i atau ulama salaf tak pernah mencela ilmu kalam secara mutlak. Yang mereka cela adalah ilmu kalam yang menyimpang dari Ahlussunah, bukan yang malah menguatkan keyakinan Ahlussunnah seperti yang dilakukan Asy'ariyah-Maturidiyah. Bahkan, kitab ilmu kalam karya Imam Abu Hanifah (150 H) yang berjudul al-Fiqh al-Akbar sampai kepada kita di masa ini dan beredar luas. Ini bukti bahwa ilmu kalam ala Ahlussunnah telah dikenal luas di era Salaf. Wallahu a'lam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun