Mohon tunggu...
Hadi Tanuji
Hadi Tanuji Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan, Analis Data, Konsultan Statistik, Pemerhati Hal Remeh Temeh

Aktivitas sehari-hari saya sebagai dosen statisika, dengan bermain tenis meja sebagai hobi. Olah raga ini membuat saya lebih sabar dalam menghadapi smash, baik dari lawan maupun dari kehidupan. Di sela-sela kesibukan, saya menjadi pemerhati masalah sosial, mencoba melihat ada apa di balik fenomena kehidupan, suka berbagi meski hanya ide ataupun hanya sekedar menjadi pendengar. Sebagai laki-laki sederhana moto hidup pun sederhana, bisa memberi manfaat kepada sesama.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Solusi Kenakalan Anak, Bukan Soal Tempat

14 Mei 2025   09:19 Diperbarui: 14 Mei 2025   09:20 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bentuk kenakalan anak (wahananews.co)

Barak bisa menanamkan disiplin. Sekolah asrama bisa membentuk rutinitas. Tapi kalau setelah keluar dari sana, anak kembali ke lingkungan yang tidak mendukung, atau tetap memegang pemahaman keliru, maka semua akan kembali seperti semula. Nakal lagi, membangkang lagi, bermasalah lagi.

Sinergi Orang Tua dan Sekolah Itu Kunci

Sekolah adalah mitra, bukan tukang sulap. Guru bukan pesulap yang bisa menyulap anak jadi baik hanya dalam seminggu. Maka sangat penting untuk membangun komunikasi dan kerja sama antara orang tua dan sekolah.

Jika sekolah menemukan masalah perilaku pada anak, orang tua jangan merasa tersinggung atau malu. Sebaliknya, duduk bersama, cari solusi bareng. Bicarakan apa yang terjadi di rumah, dan dengarkan apa yang terjadi di sekolah. Ketika anak melihat bahwa kedua pihak ini kompak dan saling peduli, ia akan merasa lebih diperhatikan, dan itu bisa jadi awal perubahan.

Negara dan Masyarakat Jangan Diam Saja

Pendidikan anak bukan tugas keluarga dan sekolah saja. Negara juga punya peran penting. Sayangnya, dalam banyak kasus, negara justru absen atau kurang tegas dalam urusan ini. Banyak aturan yang hanya jadi pajangan. Anak-anak yang melakukan kenakalan, seperti mencuri atau merusak fasilitas umum, kadang dibiarkan begitu saja karena dianggap masih “di bawah umur.”

Ini memberi sinyal berbahaya: bahwa melanggar aturan tidak apa-apa selama kamu masih anak-anak. Padahal inilah masa di mana karakter justru sedang dibentuk. Harusnya ada aturan yang mendidik, bukan menghukum, tapi tetap tegas dan konsisten. Negara harus berani hadir dan menertibkan, bukan cuma membuat kurikulum.

Di sisi lain, masyarakat juga jangan cuek. Kalau ada anak remaja yang bolak-balik merokok di gang atau ngebut pakai motor tanpa helm, tapi tetangga hanya diam atau bahkan memaklumi, maka ini juga keliru. Lingkungan harus bisa jadi rem sosial. Perilaku buruk harus ditegur, diberi peringatan, bukan dibiarkan.

Karena membentuk anak baik bukan hanya urusan rumah tangga, tapi urusan bersama. Butuh satu kampung untuk membesarkan satu anak, kalau kata pepatah Afrika.

Masuk Barak: Solusi atau Pelarian?

Mari kita kembali ke pertanyaan awal: kalau anak nakal, apakah solusi terbaik adalah mengirimnya ke barak atau sekolah berasrama?

Jawabannya: belum tentu. Bukan berarti tempat-tempat seperti itu tidak baik. Banyak juga anak yang berubah karena pengalaman disiplin di barak atau hidup mandiri di asrama. Tapi jangan berpikir itu solusi tunggal. Jangan berharap setelah keluar dari sana, anak otomatis berubah jadi malaikat.

Yang sering terjadi justru sebaliknya. Anak menjadi baik selama berada dalam pengawasan. Tapi setelah pulang, kembali ke lingkungan lama, tanpa perubahan berarti dalam keluarga atau masyarakat, maka perilaku buruk pun muncul lagi. Ibaratnya, penyakitnya kambuh karena penyebabnya belum hilang.

Jadi kuncinya bukan tempat, tapi proses dan pemahaman. Bukan di mana anak itu dititipkan, tapi bagaimana proses pembinaan terjadi. Dan siapa saja yang terlibat di dalamnya.

Dimanapun Bisa, Asalkan Paham Pendidikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun