Mohon tunggu...
Hadi Tanuji
Hadi Tanuji Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan, Analis Data, Konsultan Statistik, Pemerhati Hal Remeh Temeh

Aktivitas sehari-hari saya sebagai dosen statisika, dengan bermain tenis meja sebagai hobi. Olah raga ini membuat saya lebih sabar dalam menghadapi smash, baik dari lawan maupun dari kehidupan. Di sela-sela kesibukan, saya menjadi pemerhati masalah sosial, mencoba melihat ada apa di balik fenomena kehidupan, suka berbagi meski hanya ide ataupun hanya sekedar menjadi pendengar. Sebagai laki-laki sederhana moto hidup pun sederhana, bisa memberi manfaat kepada sesama.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Solusi Kenakalan Anak, Bukan Soal Tempat

14 Mei 2025   09:19 Diperbarui: 14 Mei 2025   09:20 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bentuk kenakalan anak (wahananews.co)

Setiap orang tua tentu ingin anaknya tumbuh jadi pribadi yang baik—berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan tahu aturan. Tapi gimana kalau anak justru kelewat nakal? Suka bolos, membangkang, susah diatur, bahkan mungkin terlibat tawuran atau perundungan. Banyak orang tua akhirnya merasa frustrasi, lalu mencari jalan cepat: titipkan saja ke sekolah berasrama atau bahkan ke barak militer. Biar dibina, biar disiplin, biar tahu rasa.

Tapi benarkah solusi itu tepat? Apakah memang “barak” atau "sekolah asrama" adalah jalan keluar terbaik? Atau justru hanya solusi instan yang menyelesaikan masalah di permukaan saja?

Mari kita bahas pelan-pelan, dengan kepala dingin dan hati terbuka.

Pendidikan Itu Dimulai dari Rumah

Seringkali orang tua datang ke sekolah dengan keluhan, “Pak, anak saya di rumah susah diatur. Tolong dibina di sekolah.” Kalimat seperti itu seolah mengisyaratkan bahwa semua tanggung jawab pendidikan ada di pundak guru. Padahal, pendidikan itu tidak pernah hanya tanggung jawab sekolah.

Pendidikan adalah proses panjang, dan ia bermula dari rumah. Dari cara orang tua berbicara, memperlakukan anak, memberi contoh, menyayangi, memberi batasan, dan menjadi teladan. Anak belajar bukan dari omongan saja, tapi dari apa yang dilihatnya setiap hari di rumah.

Kalau dari kecil anak terbiasa melihat kekerasan, celaan, atau ketidakadilan, maka jangan heran kalau mereka pun tumbuh jadi pribadi yang kasar, pemberontak, atau tidak percaya diri. Jadi sebelum melimpahkan masalah ke sekolah atau barak, mari bercermin dulu: sudahkah kita sebagai orang tua benar-benar hadir dalam proses pendidikan anak?

Bangkitnya Anak Itu Karena Pemahaman

Salah satu hal penting yang sering dilupakan adalah: manusia itu berubah karena pemahaman. Anak bisa berubah perilakunya, bukan karena dihukum atau ditakut-takuti, tapi karena dia tahu kenapa dia harus berubah. Karena dia sadar, karena dia paham.

Anak yang ketahuan mencuri kemudian dihajar, apakah dia akan berhenti mencuri? Belum tentu. Kalau pemahaman masih sama, dia akan mencuri lagi, dengan lebih ahli, berusaha supaya tidak ketahuan. 

Kalau anak merokok, ketahuan ayahnya, kemudian dihukum. Selesai? Selama tidak ada perbaikan pemahaman, anak akan merokok lagi, di luar rumah, atau kalau tidak ada ayahnya. Artinya, harus ada perbaikan terhadap pemahaman anak tentang sesuatu.

Kalau pemahaman masih kacau, ya jangan heran kalau sikap juga kacau. Maka daripada buru-buru cari tempat yang “keras” untuk anak, mari tanya dulu: apa sebenarnya yang anak kita pahami tentang hidup? Tentang benar dan salah? Tentang tanggung jawab dan kebebasan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun