Mohon tunggu...
Hadi Tanuji
Hadi Tanuji Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan, Analis Data, Konsultan Statistik, Pemerhati Hal Remeh Temeh

Aktivitas sehari-hari saya sebagai dosen statisika, dengan bermain tenis meja sebagai hobi. Olah raga ini membuat saya lebih sabar dalam menghadapi smash, baik dari lawan maupun dari kehidupan. Di sela-sela kesibukan, saya menjadi pemerhati masalah sosial, mencoba melihat ada apa di balik fenomena kehidupan, suka berbagi meski hanya ide ataupun hanya sekedar menjadi pendengar. Sebagai laki-laki sederhana moto hidup pun sederhana, bisa memberi manfaat kepada sesama.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen] Ramadan dalam Luka dan Doa

23 Maret 2025   19:35 Diperbarui: 23 Maret 2025   19:35 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini, ibu hanya duduk diam. Wajahnya tak menampakkan ekspresi, hanya tangannya yang terus merapikan piring dan gelas, seakan ada sesuatu yang harus tetap ia pegang agar tidak hancur bersama perasaannya. Sulaiman tahu, ibu berusaha sekuat tenaga untuk tetap tegar. Tapi ia juga tahu, setiap malam ibu menangis dalam diam.

"Bu, besok kita ke makam ayah, ya?" tanya Sulaiman lirih.

Ibu mengangguk, tersenyum kecil. "Iya, Nak."

***

Esok paginya, mereka berdua pergi ke makam ayah. Hanya ada rerumputan hijau yang mulai tumbuh di sekitar pusara, tanda waktu terus berjalan tanpa peduli pada hati yang masih berduka. Sulaiman duduk bersimpuh, membacakan doa untuk ayah tercinta dengan suara pelan, sementara ibu menaburkan bunga dengan jemari yang gemetar.

"Ayah pasti rindu kita, Bu..." bisik Sulaiman.

Ibu tersenyum, tapi matanya basah. "Iya, Nak. Tapi kita harus percaya, doa kita akan sampai padanya."

Sulaiman menatap langit biru di atasnya. Ramadan kali ini terasa begitu sunyi, tapi di balik kesunyian itu, ada sesuatu yang tetap menyala. Pelita yang ayah tinggalkan---cinta dan doa yang tak pernah padam.

Dan di beranda rumah mereka yang sederhana, senja tetap datang seperti biasa, membawa angin yang seolah membisikkan suara ayah dalam keheningan.

***

Di luar sana, banyak orang yang menjalani Ramadan dengan cerita yang serupa. Ada yang harus merayakannya tanpa seorang ayah, tanpa seorang ibu, atau bahkan tanpa keluarga. Bahkan banyak juga yang menjalani Ramadan tanpa semuanya, tanpa keluarga dan rumah tinggal. Kehilangan memang selalu menyisakan ruang kosong yang tak tergantikan, tapi di bulan penuh keberkahan ini, ada satu hal yang bisa menguatkan: doa dan kasih sayang yang tak pernah putus. Kasih sayang dari orang-orang sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun