Cowok: "Malaikat hidupku ..."
Mbaknya ketawa seneng, gak berenti-berenti.
Cowok: "Lho kowe ora takon jenengku?" (Lho kamu nggak tanya namaku?)
Cewek: "Jeneng sampeyan sopo mas?" (Nama kamu siapa mas?)
Cowok: "Bapak... "
Cewek: "Bapak?"
Cowok: "Bapak dari anak-anak kita nanti..."
Waduuhhhh ...
Penggalan obrolan di atas mengingatkanku kembali pada istilah Gombal Mukiyo. Meskipun gak disebut dalam percakapan, tapi gombal mukiyo tergambar jelas dalam obrolan di atas.
Entah siapa yang pertama kali mengenalkan istilah gombal mukiyo. Saya sudah mendengarnya dari kecil. Istilah ini mungkin tak sepopuler dulu, tapi bagi sebagian orang, terutama yang tumbuh di lingkungan Jawa, kata ini adalah bagian dari percakapan sehari-hari yang akrab dan penuh nostalgia. Saya sendiri pertama kali mendengar istilah ini di rumah, dari ibu saya yang sering menggunakannya untuk menanggapi candaan bapak.
Misalnya, saat bapak berkata, "Kamu kok cantik hari ini," ibu akan tertawa kecil lalu menjawab, "Gombal mukiyo!" Kalimat sederhana itu tidak diucapkan dengan marah atau tersinggung, tapi justru sebagai respons bercanda yang menambah kehangatan suasana. Dari kecil, saya memahami "gombal mukiyo" sebagai ekspresi yang lebih ringan dari "halah gombal"---ungkapan untuk menggambarkan gombalan yang begitu berlebihan hingga sulit dipercaya. Jika "gombal" itu berarti omong kosong atau rayuan yang kurang bisa dipercaya, maka "gombal mukiyo" adalah level tertinggi dari semua gombalan yang ada! Widiihhh.