Mohon tunggu...
Hadi Tanuji
Hadi Tanuji Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan, Analis Data, Konsultan Statistik, Pemerhati Hal Remeh Temeh

Aktivitas sehari-hari sebagai dosen statisika, dengan bermain tenis meja sebagai hobi. Olah raga ini membuat saya lebih sabar dalam menghadapi smash, baik dari lawan maupun dari kehidupan. Di sela-sela kesibukan, saya menjadi pemerhati masalah sosial, mencoba melihat ada apa di balik fenomena kehidupan, suka berbagi meski hanya ide ataupun hanya sekedar menjadi pendengar. Sebagai laki-laki sederhana moto hidup pun sederhana, bisa memberi manfaat kepada sesama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bijak dalam Bermedia Sosial: Cara Jitu Hindari Cancel Culture

11 Februari 2025   07:05 Diperbarui: 11 Maret 2025   04:11 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Bijak bermedsos cara jitu hindari cancel culture (Sumber: Praxis.co.id)

Dalam era digital yang serba cepat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Platform seperti Twitter, Instagram, TikTok, dan Facebook bukan hanya tempat berbagi informasi, tetapi juga medan pertarungan opini publik. Salah satu fenomena yang makin marak terjadi di dunia maya adalah cancel culture. Istilah ini mengacu pada tindakan masyarakat yang secara kolektif mengecam, memboikot, atau bahkan menghapus seseorang dari lingkup sosial maupun profesional karena suatu pernyataan atau tindakan yang dianggap kontroversial.

Cancel culture atau budaya pembatalan adalah fenomena sosial di mana individu atau kelompok mendapatkan tekanan publik akibat tindakan atau pernyataan mereka yang dianggap tidak sesuai dengan norma sosial atau moral yang berlaku. Biasanya, seseorang yang terkena cancel culture akan kehilangan dukungan publik, kehilangan pekerjaan, atau mengalami penurunan popularitas secara drastis.

Cancel culture sering kali bermula dari media sosial, di mana warganet menyebarkan kritik secara masif terhadap individu atau institusi yang dianggap melakukan kesalahan. Fenomena ini menjadi semakin kuat karena cepatnya penyebaran informasi di dunia digital.

Di Indonesia, cancel culture bukanlah fenomena yang asing. Beberapa kasus yang mencuat di dunia maya menunjukkan betapa kuatnya pengaruh budaya ini dalam membentuk opini publik. Kasus yang masih hangat adalah kasus diboikotnya film berjudul "A Business Proposal" akibat ucapan kontroversial dari salah satu pemainnya. Ucapan kontroversial sang pemain berdampak pada rendahnya jumlah penonton yang signifikan akibat desakan publik yang kecewa terhadap pernyataan sang pemeran utama.

Hal serupa juga banyak menimpa para kreator konten di Indonesia yang mengalami cancelation akibat unggahan mereka yang dianggap tidak sensitif atau menyinggung kelompok tertentu. Beberapa kreator bahkan mengalami boikot dan kehilangan penghasilan akibat pengaruh opini publik yang besar.

Algoritma media sosial juga memiliki kecenderungan memperkuat tren cancel culture dengan menyebarluaskan kontroversi secara masif. Hal ini memicu efek domino, di mana semakin banyak orang yang ikut-ikutan mengecam tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu.

Dalam beberapa kasus, individu yang menjadi korban cancel culture tidak diberi kesempatan untuk memberikan klarifikasi atau membela diri. Hukuman sosial yang diberikan sering kali melebihi kesalahan yang dilakukan, menyebabkan trauma psikologis hingga kehilangan pekerjaan atau reputasi.

Dampak Cancel Culture bagi Pengkarya dan Masyarakat

Cancel culture memiliki dampak besar, baik bagi individu yang menjadi korban maupun bagi masyarakat luas. Berikut adalah beberapa dampaknya:

  1. Menurunnya Kebebasan Berekspresi. Banyak orang menjadi lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapatnya di ruang publik karena takut terkena cancel culture. Hal ini bisa berdampak pada kebebasan berbicara dan menghambat diskusi yang sehat.
  2. Tekanan Psikologis. Individu yang terkena cancel culture sering mengalami tekanan psikologis yang berat, seperti kecemasan, depresi, dan kehilangan rasa percaya diri. Beberapa bahkan mengalami isolasi sosial akibat hujatan yang terus-menerus diterima.
  3. Hilangnya Peluang Karier. Bagi figur publik, kehilangan reputasi akibat cancel culture bisa berdampak pada hilangnya kontrak kerja, pemutusan kerja sama dengan sponsor, atau bahkan pemecatan dari pekerjaan.
  4. Polarisasi Sosial. Cancel culture juga dapat memperdalam polarisasi sosial karena kelompok-kelompok dengan pandangan berbeda menjadi lebih agresif dalam menyuarakan opini mereka. Hal ini sering kali menghambat terciptanya dialog yang sehat dan konstruktif.

Cara Bijak Bermedia Sosial untuk Menghindari Cancel Culture

Agar terhindar dari cancel culture, kita perlu bersikap bijak dalam bermedia sosial. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Berpikir Sebelum Mengunggah Konten. Sebelum memposting sesuatu, pertimbangkan dampak yang mungkin timbul. Apakah konten tersebut dapat menyinggung kelompok tertentu? Apakah informasi yang dibagikan sudah diverifikasi kebenarannya?
  2. Gunakan Bahasa yang Tepat dan Tidak Provokatif. Pilih kata-kata yang tidak menimbulkan kesalahpahaman atau menyinggung perasaan orang lain. Hindari penggunaan bahasa yang bersifat provokatif atau mengandung ujaran kebencian.
  3. Jangan Ikut-ikutan Tren yang Kontroversial. Banyak kasus cancel culture terjadi karena seseorang mengikuti tren atau tantangan di media sosial tanpa memahami implikasinya. Oleh karena itu, penting untuk lebih selektif dalam berpartisipasi dalam tren yang ada.
  4. Fokus pada Diskusi yang Konstruktif. Jika ada perbedaan pendapat, utamakan berdiskusi dengan cara yang santun dan konstruktif. Hindari debat yang tidak produktif atau menyerang individu secara personal.
  5. Hindari Penyebaran Informasi Hoaks. Cancel culture sering kali dipicu oleh penyebaran informasi yang belum tentu benar. Sebelum membagikan sesuatu, pastikan bahwa sumbernya dapat dipercaya dan informasi tersebut telah diverifikasi.
  6. Berempati dan Memahami Perspektif Orang Lain.  Sebelum menghakimi seseorang, cobalah memahami konteks pernyataan atau tindakan mereka. Terkadang, kesalahan terjadi bukan karena niat buruk, melainkan karena kurangnya pemahaman.
  7. Jika Terkena Cancel Culture, Hadapi dengan Tenang. Jika menjadi korban cancel culture, jangan panik. Klarifikasi dengan tenang, akui jika memang ada kesalahan, dan tunjukkan itikad baik untuk memperbaiki diri. Minta maaf dengan tulus jika diperlukan.

Jadi ...

Cancel culture adalah fenomena yang semakin marak di era digital. Meskipun tujuan awalnya adalah untuk memberikan sanksi sosial bagi tindakan yang tidak sesuai dengan norma, efeknya bisa menjadi berlebihan dan merugikan banyak pihak. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bijak dalam bermedia sosial agar terhindar dari fenomena cancel culture yang merugikan. Dengan berpikir sebelum berbicara, menggunakan bahasa yang tepat, dan berfokus pada diskusi yang konstruktif, kita bisa menciptakan ekosistem digital yang lebih sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun