Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering bertemu dengan orang yang menyepelekan pendidikan, seperti yang mengatakan sekolah itu sia-sia atau gelar sarjana tidak berguna dibandingkan pengalaman kerja langsung. Perasaan kita saat menghadapi hal ini biasanya campur aduk, mulai dari kesal, kecewa, hingga marah yang mendidih. Bayangkan saja, Anda adalah seorang guru atau mahasiswa yang sudah berjuang keras belajar, lalu tiba-tiba ada teman atau keluarga yang bilang, "Ah, pendidikan mah cuma buang-buang waktu, mending langsung kerja!" Rasanya seperti usaha kita diremehkan begitu saja. Saya sendiri pernah mengalami ini saat diskusi keluarga, di mana sepupu saya mengatakan bahwa sekolah tinggi hanya untuk orang kaya, dan yang penting adalah punya koneksi. Saat itu, hati saya berdebar kencang, merasa tidak dihargai, dan bahkan sedih karena tahu betapa pentingnya pendidikan untuk masa depan. Perasaan ini wajar, karena pendidikan bukan hanya tentang ijazah, tapi juga tentang pengetahuan, karakter, dan kesempatan hidup yang lebih baik. Namun, bagaimana kita menanggapi orang seperti ini? Yang terpenting adalah tetap tenang dan menggunakan kesempatan itu untuk mendidik mereka dengan bijak. Perasaan kesal dan kecewa sering muncul pertama kali karena pendidikan adalah investasi pribadi yang kita perjuangkan. Banyak orang yang menyepelekan pendidikan mungkin berasal dari latar belakang yang berbeda, seperti mereka yang tidak punya akses sekolah atau mengalami kegagalan di masa lalu, sehingga mereka memproyeksikan rasa frustrasi mereka kepada orang lain. Misalnya, di media sosial, kita sering melihat komentar seperti, "Guru sekarang cuma cari uang, pendidikan nggak ngaruh apa-apa." Bila kita menghadapi ini, perasaan kita bisa berubah menjadi marah, terutama jika kita adalah bagian dari dunia pendidikan. Saya ingat, saat debat di forum online, seseorang mengatakan bahwa sekolah hanya membuat orang jadi robot, dan yang penting adalah keterampilan praktis. Saat itu, saya merasa tersinggung karena tahu betapa pendidikan membentuk pemikiran kritis dan empati. Namun, di balik kemarahan itu, ada juga rasa sedih karena sadar bahwa banyak orang masih buta akan manfaat pendidikan, seperti mengurangi kemiskinan atau meningkatkan kesehatan masyarakat. Perasaan ini bisa membuat kita lelah secara emosional, tapi itu juga memotivasi kita untuk memperjuangkan nilai pendidikan lebih keras. selain itu perasaan tidak adil sering timbul karena orang yang menyepelekan pendidikan mungkin tidak memahami tantangan di baliknya. Bayangkan seorang pekerja kasar yang bilang, "Saya sukses tanpa sekolah, jadi kamu juga bisa." Padahal, di balik kesuksesan mereka, mungkin ada faktor keberuntungan atau dukungan lain. Kita merasa tidak adil karena pendidikan adalah hak dasar yang seharusnya dihargai semua orang. Saat menghadapi ini, hati kita bisa berat, seperti ada beban yang menekan, karena kita tahu bahwa menyepelekan pendidikan berarti menyepelekan masa depan generasi berikutnya. Di Indonesia, misalnya, banyak cerita tentang anak-anak di daerah terpencil yang berjuang untuk sekolah, tapi ada orang yang justru mengejeknya. Perasaan ini bisa membuat kita ingin langsung membalas, tapi itu tidak selalu efektif. Alih-alih, kita perlu belajar mengelola emosi ini agar tidak terbawa ke konflik yang lebih besar. sekarang, bagaimana menanggapi orang yang menyepelekan pendidikan? Pertama, yang terbaik adalah tetap tenang dan tidak langsung emosi. Misalnya, kalau seseorang berkata, "Pendidikan mahal dan nggak berguna," kita bisa balas dengan pertanyaan sederhana seperti, "Menurut Anda, bagaimana caranya seseorang bisa belajar keterampilan tanpa pendidikan formal?" Ini membuat mereka berpikir dua kali dan membuka ruang diskusi. Kedua, berikan fakta yang ringan dan mudah dipahami. Katakanlah, Â Selain itu, menanggapi dengan empati juga bisa efektif. Coba pahami alasan di balik sikap mereka, seperti mungkin mereka pernah gagal di sekolah atau mengalami diskriminasi. Katakan, "Saya mengerti kalau Anda merasa begitu, tapi mari kita lihat sisi positifnya." Ini menunjukkan bahwa kita menghargai pendapat mereka sambil menyampaikan nilai pendidikan. Di era digital, kita juga bisa share artikel atau video pendek tentang manfaat pendidikan untuk memperkuat argumen kita tanpa harus debat langsung. Namun, ingat, jangan paksa orang lain untuk setuju; yang penting adalah kita tetap yakin dengan nilai pendidikan sendiri. Kalau sering menghadapi ini, mungkin kita bisa bergabung komunitas pendidikan untuk saling support, seperti grup guru atau alumni agar perasaan kita tidak sendirian. jadi bagaimanapun orang pendidikan dan tidak pernah menyepelekan orang pendidikan lebih bermartabaat di mata orang lainÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
