Ada tiga pemain Indonesia yang sudah tampil dan meraih kemenangan tapi lalu didiskualifikasi. Yakni pasangan ganda putra Hendra Setiawan/Mohamad Ahsan dan Kevin Sanjaya/Marcus Gideon juga tunggal putra Jonatan Christie.
Sementara pemain lain yang masih melakukan pemanasan dan bersiap bertanding seperti Anthony Sinisuka Ginting dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, diusir dari arena.
Kala itu, tim Indonesia sempat melakkan protes karena tiga pemain India yang dikabarkan positif, lantas 24 jam kemudian boleh tampil karena hasil tes mandirinya negatif. Padahal, seluruh pemain Indonesia sebelumnya sudah dites dan hasilnay negatif.
Usai diusir dari arena, parahnya lagi, atlet-atlet bulutangkis Indoensia harus berjalan kaki menuju hotel. Tidak ada bus dari tim penyelenggara.
Bahkan, sesampai di hotel, Kevin Sanjaya dan kawan-kawan juga tidak diperbolehkan menaiki lift. Harus menaiki tangga. Lantas, mereka diharuskan melakukan isolasi di hotel selama 10 hari.
Bayangkan bagaimana rasanya, di negara orang, tidak boleh bertanding, tapi malah dipaksa menjalani isolasi di hotel saja.
Tim Indonesia belajar dari kasus di All England
Pengalaman buruk di All England pada bulan Maret itu tentu saja membekas. Belum hilang dari ingatan.
Bahkan, selama berminggu-minggu, warganet Indonesia melampiaskan kekesalannya di akun Instagram BWF. Mereka menuding BWF tidak adil terhadap pemain-pemain Indonesia.
Namun, yang terpenting dari kasus di All England itu sejatinya bagaimana tim Indonesia bisa mengambil pelajaran.
Dan memang, PP PBSI sudah belajar dari itu agar tidak berulang di Olimpiade. Tim Indonesia berangkat ke Jepang jauh-jauh hari.