Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mengenang Dominasi Spanyol di Final Euro 2012, Kini Italia Punya "Faktor X"

6 Juli 2021   13:52 Diperbarui: 6 Juli 2021   14:03 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Duel Andrea Pirlo dan Andres Iniesta di final Euro 2012. Kali ini, Italia akan bertemu Spanyol di semifinal Euro 2020, Rabu (7/7) dini hari/Foto: https://www.dreamstime.com/

Rabu (7/7) dini hari nanti, Italia akan menghadapi Spanyol di semifinal Euro 2020.

Pertemuan dua negara penghasil gelandang jempolan di sepak bola ini mengingatkan kita pada duel mereka di final Euro 2012. Laga final yang tragis bagi Italia, tapi manis bagi Spanyol.

Ya, bagi pendukung Italia, malam final Euro 2012 di Olympic Stadium, Kyiv, Ukraina itu tidak untuk dikenang. Untuk apa mengenang hal kelam. Sama saja terus mengingat mantan yang menyebalkan.

Sejarah mencatat, malam 1 Juli 2012 itu menjadi lembaran paling muram dalam sepak bola Italia. Ketika Italia dibantai Spanyol 0-4 di final Piala Eropa 2012.

Rasanya, tidak ada yang menyangka, final bakal berakhir tragis seperti itu bagi Italia. Paranormal dan tukang prediksi sok pintar pun tidak akan terlintas skor setelak itu.

Sebab, mental Italia sudah teruji. Mario Balotelli dan kawan-kawan lolos ke final usai melewati jalan terjal. Mengalahkan Inggris di perempat final lewat adu penalti. Lalu menang 2-1 atas Jerman yang menjadi favorit juara.

Apalagi, kedua tim sebelumnya juga berada satu grup di babak penyisihan. Mereka bertemu di laga pertama.

Hasilnya, Italia dan Spanyol bermain imbang 1-1. Italia sempat unggul lewat gol Antonio D Natale di menit ke-61 tetapi disamakan Cecs Fabregas di menit ke-64.

Pemain-pemain yang tampil di laga penyisihan grup dan final juga tidak beda jauh. Malah, starting XI Spanyol di fase grup dan final sama persis.

Di lini pertahanan, perpaduan pemain Real Madrid-Barcelona mengawal gawang yang dijaga Iker Casillas. Duet Gerrard Pique dan Sergio Ramos diapit Jordi Alba dan Alvaro Arbeloa.

Di tengah, pelatih Spanyol kala itu, Vicente del Bosque juga memainkan kombinasi Real Madrid-Barcelona. Sergio Busquets dan Xavi Hernandez ditemani Xabi Alonso.

Di lini depan, Cesc Fabregas diplot sebagai false number 9 alias striker palsu ditemani David Silva dan Andres Iniesta.

Menguak penyebab kekalahan Italia di final

Lalu, mengapa Italia bisa babak belur di final itu? Ada dua alasan yang mengemuka.

Pertama, Pelatih Italia kala itu, Cesare Prandelli, dianggap membuat kesalahan dalam menurunkan formasi tim di final.

Cesare Prandelli memainkan skema yang cenderung defensif, 4-1-3-2 di final. Sementara di fase grup, dia memainkan tiga bek dan memperkuat lini tengah dalam skema 3-5-2.

Dengan Italia memainkan skema defensif, itu sama saja memberikan peluang bagi Spanyol untuk mendominasi lini tengah. Terlebih, Spanyol punya barisan gelandang kreatif.

Giorgio Chiellini yang diplot sebagai bek kiri juga jadi titik lemah. Kita tahu, gol pertama Spanyol yang dicetak David Silva di menit ke-14, berawal dari kegagalan Chiellini mengawal Fabregas. Usai mengejar bola sodoran Iniesta, Fabregas mengirim umpan ke Silva dan jadi gol.

Apalagi di menit ke-21, Chiellini cedera dan digantikan Federico Balzaretti. Spanyol menutup babak pertama dengan skor 2-0 usia Alba meneruskan umpan Xavi di menit ke-41.

Di babak kedua, masuknya Di Natale dan Thiago Motta menggantikan Antonio Cassano dan Ricardo Montolivo, tak mengubah situasi di Italia.

Spanyol menambah dua gol lewat Fernando Torres dan Juan Mata hanya dalam empat menit. Torres bikin gol di menit ke-84 dan Mata di menit ke-88.

Alasan kedua, kekalahan telak di final itu karena Italia dirugikan jadwal. Lebih tepatnya lokasi bermain yang membuat tenaga pemain-pemain mereka terkuras.

Kita tahu, Euro 2012 itu digelar di Polandia dan Ukraina. Italia dan Spanyol memainkan fase grup di Polandia.

Nah, di babak perempat final (kala itu belum ada babak 16 besar karena kontestan Euro masih 16 tim), Italia memainkan laga melawan Inggris di Kyiv, Ukraina.

Lalu, di semifinal, Italia melawan Jerman di Warsawa, Polandia. Kemudian, kembali ke Kyiv untuk memainkan final hanya dengan jeda recovery dua hari.

Sementara Spanyol beruntung karena laga perempat final melawan Prancis dan semifinal melawan Portugal, keduanya dimainkan di Donetsk, Ukraina. Lalu tampil di final yang digelar di Kiev yang juga berada d Ukraina.

Artinya, pemain-pemain Spanyol tetap berada di Ukraina. Mereka tidak perlu wara-wiri melalui jalur penerbangan seperti pemain-pemain Italia dari Ukraina ke Polandia dan ke Ukraina lagi yang tentu saja menguras stamina.

Itu analisis yang entah berpengaruh atau tidak pada penampilan Italia di final. Namun, orang jelas lebih mengenang dominasi Spanyol di final Euro 2012 itu tanpa tahu apa yang terjadi "di balik layar".

Italia vs Spanyol di semifinal Euro 2020, Italia punya "faktor x"

Toh, empat tahun kemudian, di Euro 2016 di Prancis, Italia mampu revans (membalas kekalahan) atas Spanyol. Meski bukan di final, tapi di babak 16 besar. Italia mengalahkan Spanyol 2-0.

Di laga tersebut, Italia yang dilatih Antonio Conte memainkan lima pemain alumni final Euro 2012. Yakni kiper Gianluigi Buffon, trio bek Leonardo Bonucci, Andrea Barzagli, dan Chiellini. Plus Thiago Motta yang dimainkan di babak kedua.

Sementara Spanyol yang dilatih Vicente del Bosque, tidak lagi diperkuat Xavi Hernandez, Xabi Alonso, Arbeloa, juga Casillas.

Lalu, bagaimana dengan perjumpaan Italia melawan Spanyol di semifinal Euro 2020 yang digelar Rabu (7/7) dini hari nanti?

Kali ini, kedua tim bakal tampil dengan didominasi wajah baru alias pemain-pemain yang baru tampil di Piala Eropa. Kedua tim hanya menyertakan dua pemain alumni final Euro 2020.

Pelatih Italia, Roberto Mancini masih mengandalkan Bonucci (34 tahun) dan Chiellini (36 tahun) di pertahanan.

Selebihnya anak-anak muda. Di antaranya kiper Gianluigi Donnarumma (22 tahun), Manuel Locatelli (23 tahun), Federico Chiesa (23 tahun), Nicolo Barella (24 tahun), Matteo Pessina (24 tahun), dan Giacomo Raspadori (21 tahun).

Sementara Pelatih Spanyol, Luis Enrique, masih memanggil Busquets dan Alba. Mereka 'ngemong' anak-anak muda seperti kiper Unai Simon (24 tahun), Ferran Torres (21 tahun), Dani Olmo (23 tahun), Pau Torres (24 tahun), Mikel Oyarzabal (24 tahun), juga gelandang asal Barcelona yang baru berusa 18 tahun, Pedri.

Dalam perjalanan menuju semifinal, Mancini dan Enrique sudah sama-sama membuktikan, mereka memberikan kepercayaan kepada anak-anak muda itu untuk bermain. Italia dan Spanyol bermain sebagai sebuah unit yang solid.

Kunci kekuatan Spanyol ada pada trio Busquets, Koke, dan Pedri. Mereka piawai menguasai penguasaan bola. Busquets dengan pengalamannya. Koke dengan kemampuan membantu serangan. Dan Pedri dengan daya jelajahnya. Dia bahkan pemain dengan jelajah paling tinggi.

Trio ini belum menemukan lawan sepadan. Trio gelandnag Kroasia, Luka Modric, Matteo Kovacic, dan Matteo Brozovic mereka kalahkan di babak 16 besar.

Namun, melawan Italia, Busquets-Koke-Pedri bakal mendapatkan lawan sepadan. Trio gelandang Italia, Marco Veratti-Barella-Jorginho sedang tampil bagus-bagusnya. Mereka alasan utama Italia bisa sampai ke semifinal.

Bila harus membandingkan mereka, dalam hal kreativitas, mobilitas, dan kekompakan, trio gelandang Italia sedikit lebih oke. Terlebih, usia Jorginho (29 tahun) membuatnya punya 'baterai energi" lebih lama ketimbang Busquets.

Selain lini tengah, faktor penentu pertandingan ini akan ditentukan oleh kesiapan para pemain pelapis. Dalam aspek ini, Italia menurut saya lebih unggul dari Spanyol.

Italia punya pemain pengganti yang bisa menciptakan perbedaan. Itu yang dilakukan oleh Chiesa dan Pessina saat melawan Austria di babak 16 besar. Juga ada Locatelli dan Andrea Belotti.

Inilah yang akan menjadi "faktor X" di laga nanti. Italia bisa mendapatkan keuntungan dari faktor tersebut.

Mungkin alasan itu terdengar subyektif. Tetapi memang, kali ini saya mendukung Italia akan bisa mengalahkan Spanyol. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun