Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Koran yang Kini Susah Dicari

3 Juli 2021   17:18 Diperbarui: 5 Juli 2021   02:11 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membaca koran di pagi hari pernah menjadi aktivitas menyenangkan. Kini, banyak orang beralih ke media sosial. Koran bukan lagi primadona seperti dulu | Foto: www.flickr.com

Analisis sederhana, di masa pandemi begini, orang lebih banyak memilih untuk menyimpan uangnya dibandingkan beriklan di media. Soal efisiensi. Saya amati begitu.

Semisal iklan hunian atau kendaraan di media yang memang budgetnya besar karena biasanya satu halaman penuh dan berwarna, dulu masih banyak iklannya. Kini, iklannya lebih banyak menampilkan event ataupun kabar duka cita.

Itu alasan pertama. Yang kedua, dari penuturan beberapa teman, beberapa pemasang iklan kini tidak lagi terobsesi beriklan di koran besar dengan harga mahal.

Mereka kini lebih melirik ke media-media "kelas menengah" yang budgetnya lebih rendah. Karena tarifnya lebih murah, mereka bisa beriklan di banyak media dibandingkan dengan hanya di satu media yang harganya mahal. Lagi-lagi tentang efisiensi.

Selain itu, para pemasang iklan kini juga mulai melirik beriklan di platform media sosial. Pertimbanganya, media sosial kini lebih banyak dibaca ketimbang koran. Utamanya bagi generasi milenial.

Benarkah begitu? Sepertinya benar.

Tidak mengherankan bila dalam beberapa tahun terakhir, kita beberapa kali mendengar kabar ada koran atau majalah yang pamitan. Padahal, di masa jayanya, mereka terkenal. Oplahnya besar.

Tapi, mereka kini dimakan oleh perubahan zaman. Pembaca berkurang. Pemasang iklan juga menurun. Padahal, bagi beberapa media, itu merupakan pemasukan utama.

Sementara ongkos produksi tetap, bahkan mungkin lebih mahal. Belum lagi urusan menggaji karyawan. Karenanya, media-media itu lantas memilih berpamitan. Tidak lagi terbit.

Entah kapan koran-koran edisi kertas ini akan bertahan di era media sosial seperti sekarang. Mungkin dalam beberapa tahun mendatang, kita tidak lagi bisa menemukan koran.

Saya jadi teringat ketika mengajar sebagai dosen tamu mata kuliah dasar jurnalistik di sebuah perguruan tinggi di Sidoarjo. Ketika itu masih mengajar di kelas, belum daring seperti sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun